Apakah Musibah Atau Pembelajaran Berharga? “Tips dan Trik”


Artikel yang satu ini adalah kenangan lama yang pernah aku tulis berdasarkan pengalamanku beberapa tahun lalu. Sebelumnya artikel ini pernah aku terbitkan di alamat website lamaku yang saat ini sudah tidak aktif, dan juga menjadi salah satu tulisan di dalam sebuah buku “Be Kind, Be Mindful” yang ditulis oleh seorang teman Willy Yanto Wijaya, dan diterbitkan oleh Ehipassiko Foundation. Mengingat isinya yang bermanfaat dan menginspiratif, kemudian aku berinisiatif untuk menerbitkannya kembali ke dalam blogku, dengan harapan tulisan ini dapat membantu para pembaca dalam mengarungi kehidupannya. Berikut ini adalah pengalaman hidupku yang kuberi judul:

Apakah Musibah Atau Pembelajaran Berharga?

oleh Selfy Parkit

Tanggal 9 Juni 2011, kemarin adalah hari yang cukup melelahkan, ujian anak sekolah sudah berlangsung selama 2 hari, dan sudah 2 hari pula aku harus pulang larut malam. Kemarin anak les-anku harus belajar 3 mata pelajaran untuk ujian esok harinya, otomatis semakin larut malam pulalah jadinya. Belum lagi jika terkena macet di daerah pabrik, namun untungnya aktivitas kendaraan pada waktu itu tidak terlalu padat.

Pulang ke rumah melepas lelah rasanya ingin cepat-cepat mandi kemudian langsung tidur. Maka bergegaslah aku memasak air untuk mandi. Maklum mamaku sering sekali mengingatkanku untuk mandi air hangat pada malam hari, “Agar tidak kena penyakit rematik.” begitu menurut mamaku. Menunggu air matang tidak ada salahnya menonton TV sebentar bersama adik perempuanku yang saat itu baru saja selesai latihan olah raga Tari Naga (Dragron Dance). Continue reading

Bahagia dari Hal yang Kecil


By Selfy Parkit

Saat merasa tak bahagia terkadang sering sekali terlintas di benak saya ingatan masa kecil di mana saya merasa bahagia dengan hal-hal yang sekarang saya anggap sepele. Timbul pertanyaan nyaring di dalam diri saya mengapa hal itu bisa terjadi? Lalu mengapa kebahagiaan semacam itu mudah dirasakan dari hal-hal yang mungkin sekarang membosankan bagi saya. Dahulu sewaktu kecil, main tanah pun terasa amat membahagiakan bagi saya, duduk di tengah lapangan yang terdapat banyak kubangan air hujan yang baru saja turun, dengan sebatang kayu kering di tangan dan berjalan di atas tanah lapang yang berwarna merah kecoklatan, mengaduk-aduk air di dalam kubangan hingga kelihatan mirip susu coklat. Saya aduk-aduk kubangan air itu tanpa pernah merasa bosan, dan hayalan di pikiran kecil itu pun sudah dapat mengakibatkan kebahagiaan yang terus menerus menemani saya. Namun itu dulu, lalu bagaimana dengan sekarang?

Continue reading

Blind Café ‘Buta Mata Bukan Berarti Buta Hati’


 

 

Pernahkah kita membayangkan bagaimana rasanya menjadi buta? Pernahkah kita membayangkan apa yang bisa kita lakukan jikalau kita tidak lagi memiliki penglihatan yang sudah menemani kita selama bertahun-tahun masa hidup kita? Pernahkah terpikirkan bagaimana rasanya Anda melakukan aktivitas sehari-hari seperti makan, berjalan, berinteraksi dengan teman atau keluarga jikalau Anda tidak bisa melihat? Jikalau kita seandainya mengalami buta untuk beberapa saat, apakah yang akan ada di benak kita saat itu? Mungkin dengan begitu kita akan mulai menghargai orang-orang yang mempunyai kekurangan, menghargai mereka yang tidak bisa melihat, dan mulai menghargai semua fungsi tubuh kita termasuk mata yang sudah berjasa besar dalam hidup kita? Berterima kasihlah saya pada satu tempat yang ada di Bandung yang bernama ‘Blind Café’. Tempat inilah yang mengajarkan saya bagaimana rasanya menjadi buta dan menghargai mereka yang buta.

“Blind Cafe” Counter pemesanan makanan

Blind Café (rumah makan buta) bukan hanya sekedar nama saja, tetapi tempat makan ini memang dirancang khusus agar Anda tidak bisa melihat di kegelapan dan benar-benar seperti orang buta – tidak bisa melihat ketika Anda sedang makan. Tempatnya tidak terlalu besar dan gedungnya bernuansa cat hitam putih. Jika Anda sampai di depannya Anda akan melihat pintu kaca tembus pandang yang telah dipenuhi oleh coretan-coretan testimoni dari para pelanggannya yang pernah berkunjung ke tempat ini.

Continue reading

Puding Kasih


“Tik.. tok… tik… tok…” bunyi detik jam di ruangan yang lumayan besar dan bersih itu seakan memperingatkan Nisa untuk segera bangkit dari tempatnya dan berpamitan. Namun Adit kecil sungguh tidak mudah diajak bekerjasama olehnya. “Ayolah Adit cepat tulis, kan tinggal satu jawaban lagi nih!” seru Nisa sambil menunjukkan kolom pertanyaan yang harus Adit isi. Seruannya menandakan bahwa betapa ia dikejar waktu untuk bergegas pulang. Tetapi Adit si murid les-annya itu hanya menggoyang-goyangkan pensilnya sambil tak berhenti cengar-cengir. “Adit…! Kalau tidak cepat ditulis, Miss bakal tambahin waktu belajarnya!” sahut Nisa tegas. Rasanya habis sudah kesabaran Nisa untuk membujuk Adit dengan metode rayuannya yang sering sekali dia pakai, sudah begitu mau tidak mau metode mengancam dengan konsekuensi akhirnya keluar dari mulut Nisa. Karena tak ingin waktu belajarnya berlanjut dengan Nisa, Anak laki-laki berumur delapan tahun itu pun mulai menggerakan tangan kanannya. Pensil itu bergerak sangat lambat, dari atas ke bawah, dari kanan ke kiri… Akhirnya selesailah sudah tugas Nisa yang penuh pergulatan itu selama satu jam lamanya.

Continue reading

Ayahku


Pada suatu pagi, seperti biasa aku menuju kamar mandi dan bergegas mandi. Setelah menutup pintu kamar mandi, tak disangka ada seekor anak kodok melompat-lompat di dalam. “Ah…” aku menjerit seketika. Ayahku yang saat itu berada di ruang tamu dengan secepat kilat menghampiriku dan menanyakan apakah gerangan yang terjadi. Dengan tergesah-gesah Aku berseru, “Ada kodok, ada kodok…  di kamar mandi!” Lalu Ayahku dengan gagah berani masuk ke dalam kamar mandi, dan ditangkapnya anak kodok itu dengan tangannya.

Kodok itu pun berhasil diamankan dan dijauhkan dari pandanganku. Aku yang saat itu masih merasa kegelian akhirnya melanjutkan niatku untuk segera mandi dan berpikir bahwa tak ada satu pun pahlawan tampan dan gagah berani yang mau menyelamatkanku dari seekor kodok, kecuali ayahku tercinta. Walau kadang galak dan menjengkelkan, tetapi hanya dialah satu-satunya orang yang peduli akan kebahagiaanku.

Pelajaran: Bersyukurlah atas orangtua yang kita miliki di kehidupan kita saat ini. #

SAKIT


Oleh Selfy Parkit

Ketika sedang sakit, umumnya setiap orang merasakan hari yang dilaluinya terasa lebih sepi, suram, dan membosankan. Ada pula bagi sebagian mereka yang merasa sulit berpikir dengan jernih jika dirinya mengalami sakit. Begitu juga dengan hari-hari yang kulalui saat Aku sakit beberapa waktu yang lalu. Aku cenderung merasa kesepian dan sedikit bosan, karena hanya bisa melakukan hal yang itu-itu saja. Tak banyak yang dapat kuperbuat, dan kerjaku seharian hanya menjadi penghuni tetap tempat tidur saja. Keinginan bertemu dengan teman-teman dan berbincang-bincang dengan mereka membuatku merasa bertambah kesepian. Syukurnya, Aku memiliki ponsel dengan serentetan nomor teman-temanku yang dapat kuhubungi saat itu. Walaupun banyak dari mereka yang tak mengetahui keadaanku yang sedang sakit, namun Aku merasa terhibur oleh gurauan-gurauan dari mereka.

Sesungguhnya banyak dari kita yang terkadang sering berpikir untuk tidak menjenguk teman kita yang sedang sakit dengan salah satu alasan yaitu takut mengganggu teman kita yang perlu beristirahat. Padahal kebanyakan dari mereka yang sedang sakit sungguh sangat mengharapkan teman, keluarga, saudara dan orang-orang yang disayangi, bisa datang dan menghibur mereka. Walaupun, ada beberapa diantara mereka yang memang tidak suka dijenguk ketika mereka sedang sakit. Lain halnya dengan keadaanku saat itu, kesepian dan kebosanan yang Aku rasakan membuatku berpikir ‘senang rasanya jika ada satu atau dua orang temanku yang datang untuk menjengukku’. Namun, tidak dipungkiri pula bahwa ada kalanya bagi mereka yang sakit memang membutuhkan waktu untuk beristirahat. Untuk itu, jika saja setiap teman-temanku berdatangan dari jam ke jam hanya untuk memberikan makanan atau buah-buahan dan mengucapkan semoga lekas sembuh, Aku rasa Aku akan lelah juga, pikirku. Sebenarnya bukan ucapan semoga lekas sembuh yang Aku harapkan saat itu, apalagi mengharapkan makanan dan buah-buahan tentunya. Tetapi, perhatian dan hiburan merekalah yang benar-benar membuatku seakan-akan sehat kembali seperti sediakala. (Dalam hal ini bukan berarti makanan dan buah-buahan itu tidaklah penting, malah sangat dianjurkan. Ha..ha… ).

Ini bukti nyata bahwa orang yang sedang sakit amatlah membutuhkan hiburan yang mampu membuat mereka tertawa, bukan kata-kata turut prihatin saja atau perasaan sedih dan menyesal karena melihat mereka yang sedang sakit. Namun dari itu semua, menjenguk orang yang sedang sakit adalah baik. Terlebih lagi jika kita bisa merawat si sakit, itu merupakan hal yang dipuji oleh Buddha. Dulu pada zaman Buddha Gotama ada seorang bhikkhu yang menderita disentri dan berbaring lemah di tempat yang telah dihamburi tinjanya sendiri. Buddha dan Ananda yang sedang mengunjungi tempat itu menjenguk bhikkhu tersebut, seraya berkata :

“Bhikkhu, apa yang terjadi padamu?”

“Saya menderita disentri.”

“Apa tidak ada yang merawatmu?”

“Tidak ada, Bhante.” jawab si bhikkhu yang sedang sakit.

“Kenapa para bhikkhu tidak merawatmu?”

“Karena saya tak berguna lagi bagi mereka, Bhante.”

Lalu, Buddha berseru pada Ananda, “Pergi dan ambillah air, kita akan memandikan bhikkhu ini.”

Dengan demikian, Ananda mengambil air ; sementara Buddha menuang air, Ananda mencuci seluruh badan bhikkhu itu. Dengan mengangkatnya pada kepala dan kakinya, Buddha dan Ananda membaringkannya kembali ke pembaringannya. Kemudian, Buddha memanggil seluruh bhikkhu dan bertanya kepada mereka :

“Wahai para bhikkhu, kenapa engkau tidak merawat bhikkhu yang sedang sakit itu?”

“Sebab sudah tidak berguna bagi kita, yang mulia.”

“Kamu sekalian tidak mempunyai ayah dan ibu lagi yang akan merawatmu. Bila kamu sekalian tidak saling merawat siapa yang akan melakukannya? Siapa yang merawat Daku (Buddha) hendaknya merawat pula mereka yang sakit.”

Begitulah Buddha berkata, bahwa merawat orang yang sakit itu sama halnya dengan merawat Buddha. Lalu, Buddha pun menunjukkan nilai-nilai yang hendaknya dimiliki seseorang yang berkeinginan merawat orang sakit, sebagai berikut :

Dengan 5 (lima) cara seseorang dikatakan tepat dalam merawat orang sakit, apakah lima cara itu?

  1. Dia menyiapkan obat;
  2. Dia mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak baik, yang baik ditawarkannya dan yang tidak baik tidak ditawarkannya;
  3. Dia merawat si sakit dengan cinta-kasih dan tanpa pamrih;
  4. Dia tak tergoyahkan oleh tinja, kencing, muntah dan ludah;
  5. Dari waktu ke waktu dia mengajarkan, memberi wawasan, menghibur serta memberinya kepuasan batin dengan membicarakan Dhamma.

Sakit yang positif

Setelah beberapa hari, Aku pun sembuh dari sakit. Aku sudah bisa jalan-jalan, makan dengan menu normal dan yang terpenting Aku sudah bisa mandi. Maklum disaat Aku sakit, mandi bukanlah lagi suatu kebutuhan tapi keperluan. Rasanya bahagia bisa melakukan rutinitas seperti sediakala. Rutinitas yang sebelumnya mungkin membosankan akan menjadi lebih menyenangkan ketika kita sembuh dari sakit. Dengan begitu, pada saat kita sehat dan mulai bosan pada kehidupan rutinitas kita sehari-hari, seharusnya kita mulai berpikir, bagaimana nanti jika kita sakit!?

Karena sudah mampu berjalan-jalan, kaki ini pun tak sabar menanti untuk digunakan sebagaimana fungsinya yaitu menapak dan melangkah keluar rumah. Hidung ini juga tak sabar ingin menghirup udara kota, yang walaupun penuh debu, namun menampakan bentuk dunia di pelupuk mata. Keinginan-keinginan tersebut membawaku beranjak pergi ke sebuah toko demi membelikan ibuku sesuatu untuk masakannya yang kurang bumbu. Toko ini memang lumayan jauh dari rumahku, untuk itu awalnya Aku bermaksud untuk mengayuh sepedaku menuju ke toko itu. Namun, setelah ku pikir-pikir akan lebih capailah Aku yang baru saja sembuh dari sakit ini, mengendarai sepeda yang kayuhannya lumayan berat. Oleh karena itu, Aku putuskan untuk naik sepeda motor bersama ayahku yang kebetulan satu arah, lalu pulang dengan berjalan kaki.

Sesampainya di toko dan sesudah membeli barang yang dibutuhkan, Aku pun menjalankan niatku untuk berjalan kaki. Selangkah demi selangkah awalnya terasa mengembirakan, namun di tengah perjalanan kaki ini pun terasa berat. Badan ini terasa lelah dan capai, lalu semangatku pun mulai mengendur. ‘Wah Aku capai, mungkin ini karena aku baru saja sembuh dari sakit dan belum pulih benar’, pikirku. Sekejap saja rasa capai dan lelah yang begitu sedikit ini membuatku berpikir untuk segera memanjakan tubuhku. Aku pun mulai mengasihani diriku yang saat itu baru saja pulih dari sakit tetapi sudah berjalan kaki lumayan jauh dari rumah. Sejenak pemikiran-pemikiran itu membatasi semangatku yang awalnya begitu menggebu ingin berjalan kaki. Sampai akhirnya, Aku menyaksikan pemandangan di luar diriku yang menyadarkanku dan membuatku merasa malu. Pemandangan ini datang dari sosok laki-laki tua yang berjalan gontai dengan tongkat kayunya. Kulitnya hitam keriput dibungkus oleh pakaian hitamnya yang agak kumal dan ditutupi topi di kepalanya. Si orang tua ini pun dengan sangat pelan dan dibantu oleh sebatang tongkatnya berjalan dari toko ke toko meminta-minta belas kasihan, berharap orang yang dihampirinya bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Dia rela melangkahkan kakinya yang begitu berat dari satu toko ke toko lainnya yang belum tentu mau memberikannya uang, bahkan selogam uang receh pun. Dia juga rela mengumpulkan receh demi receh dengan keadaannya yang seperti itu, hanya untuk sesuap nasi sehari-harinya.

Dunia ini memang terlihat begitu kejam. Bayangkan saja seorang tua seperti itu, yang mungkin sedang sakit-sakitan masih dibiarkan berkeliaran di jalan raya oleh keluarganya ataupun saudaranya, hanya untuk sesuap nasi. Mungkin saja orang tua ini memang sudah tidak punya lagi sanak keluarga yang merawatnya. Namun, pemandangan di depan mataku ini memberikanku sebuah pelajaran hidup bahwa Aku seharusnya malu melihat si orang tua yang keadaan fisiknya jauh lebih buruk dari padaku, mampu dan mau berjalan tanpa mengeluhkan capai, lelah, berat serta kesakitan yang mungkin ada pada tubuhnya. Tidak seperti Aku yang masih mampu berjalan normal tanpa dibantu oleh sebatang tongkat penyangga pun, sudah berpikir dan mengasihani diriku sendiri hanya karena lelah berjalan sehabis sembuh dari sakit. Namun, ditengah-tengah rasa malu itu, Aku mulai menyadari bahwa betapa beruntung dan bersyukurnya Aku yang walaupun makan bubur, tetapi masih bisa makan tanpa harus meminta-minta di kala ku sedang sakit. Bukan hanya itu saja, Aku pun merasa sangat bersyukur karena ketika Aku sakit masih ada ibu, ayah serta saudara-saudaraku yang masih mau merawatku, tidak seperti si kakek itu.

Lalu kemanakah lenyapnya rasa syukur itu ketika kita sedang sakit? Rasa syukur itu seakan menghilang, seakan pudar oleh derita yang menurut kita teramat berat dan sulit, derita yang sesungguhnya teramat kecil di mata dunia. Terkadang kita lupa untuk mensyukuri hidup dan kehidupan kita di kala kita sedang menderita. Kita juga lupa kalau bersyukur itu artinya merasa bahagia atas apa pun kondisi yang datang dalam hidup kita, merasa bahagia atas apa yang dimiliki dan menghargai atas apa yang sudah kita dapatkan. Apakah hanya karena sakit rasa syukur itu menghilang? Apakah hanya karena penderitaan fisik rasa syukur itu pudar? Dunia begitu luas, penderitaan kita begitu kecil. Rasa syukur ini pun kembali membangkitkan semangatku untuk berjalan pulang menuju rumah. Ingin rasanya membantu si orang tua itu, namun apa daya Aku pulang tak berbekal satu sen pun.

Selfy Parkit’08,

Pernah diterbitkan oleh Majalah Sinar Padumutara edisi 6

Thanks to My Parents and all My Friends

Daftar pustaka :

Dhammika, Shravasti. Dasar Pandangan Agama Buddha. Cetakan kedua. Yayasan Dhammadipa Arama, Surabaya,

Words Change Your Life


Dalam hidup ini sebuah kata bahkan sangat berarti..
Dunia ini hidup melalui kata-kata. Kedamaian tercipta juga berkat kata-kata.
Perang pun dimulai karena kata-kata..
Tahukah, bahwa Sepenggal kata-kata mampu memberikan inspirasi dan motivasi di dalam hidup kita?
Mengingat bahwa kata-kata sangat memengaruhi kehidupan kita, ada baiknya kita merangkai sendiri kata-kata indah yg mampu memotivasi hidup kita.. Memberikan inspirasi dan semangat hidup untuk terus maju dan berkembang..
Here are My Motivation Words This Month…
Mengembangkan sifat kedermawan..
Memiliki moralitas yg baik..
Mulai berlatih untuk melepaskan hal-hal yg tidak bermanfaat..
Mengembangkan kebijaksanaan..
Memiliki Daya upaya yg baik dalam melakukan hal yg bermanfaat bagi diri sendiri dan makhluk lain..
Mengembangkan dan memupuk Kesabaran..
Berlatih untuk selalu Jujur..
Memiliki Tekad yg kuat untuk mewujudkan apa yg sdh dicita2kan bagi kesejahteraan dan kebahagiaan banyak orang.
Menebarkan Cinta kasih dan Kasih sayang tanpa batas ke seluruh Dunia, alam semesta dan semua makhluk yg hidup di dalamnya..
Melatih dan mengembangkan keseimbangan di dalam Batin..
Sebagai kata2 tambahan dan penghias kehidupan..
SELALU.. Cantik, Rendah Hati, Lemah Lembut, Baik Hati, Baik Budi..
Perhatian terhadap orang lain..
Mengambil keputusan dgn jelas, tepat dan pintar..
SOPAN, berbudi pekerti halus, dan berbakti kepada orangtua..
MEMILIKI kemauan untuk selalu belajar, ketenangan, Kebulatan tekad, semangat, kesabaran, dan belas kasih..
CATATAN..
Jangan pernah sekali pun anda merendahkan diri sendiri dan makhluk lain..
Menghargai kehidupan…
MULAILAH Pagi hari dengan perenungan..
SELALU Bersyukur..
Apa yg harus saya lakukan semoga saya lakukan dengan baik untuk diri sendiri dan orang di sekeliling saya. Begitu juga dengan pikiran dan ucapan saya semoga selalu didasari oleh Cinta dan Kasih Sayang…

Semoga Anda pun dapat menemukan kata-kata inspirasi motivasi bagi Hidup Anda..

Seorang Bodhisattwa pada Masa Kita


By.  Shravasti Dhammika, Terjemahan by Selfy Parkit

Beberapa minggu yang lalu saya memberikan ceramah tentang Dr. Bhimrao Ambedkar, seseorang yang tanpa berlebihan, bisa disebut murni, darah dan daging seorang bodhisattwa. Gandhi, Mother Teresa, Maximillian Kolbe dan beberapa orang lainnya juga bisa dianggap sebagai bodhisattwa, meskipun yang pertama adalah seorang Hindu dan dua lainnya Kristen. Anda tidak perlu menjadi seorang Buddhis untuk menjadi seorang bodhisattwa. Cinta kasih melampaui batas aliran/sekte. tetapi orang-orang ini terkenal di dunia, sementara Ambedkar tidak banyak dikenal di luar India. Pada saat ceramah saya sudah delapan orang bertanya kepada saya, di mana mereka dapat memperoleh informasi lebih mengenai orang hebat itu dan saya sudah memberikan mereka tiga atau empat reputasi pembelajaran baik tentang dia. Sementara melakukan hal tersebut saya teringat Jabbat Patel film pemenang penghargaan tahun 1991— Dr. Bhimrao Ambedkar, yang sayangnya saya tidak pernah dapat menemukan versi pengisi suara (dubbed) dalam bahasa Inggris.

Berikut ini adalah adegan dari film itu, yaitu ketika Ambedkar dan seratus ribu pengikutnya berubah keyakinan menjadi penganut Buddhis di tahun 1956. Ini adalah gambaran bergerak yang cukup realistik dari peristiwa yang sangat penting dalam sejarah Buddhis modern. http://www.youtube.com/watch?v=PpAjQ-pdgNU&feature=related (Berikut penerjemah juga melampirkan biografi dari Dr. Ambedkar http://www.culturalindia.net/reformers/br-ambedkar.html)

Question and Answer

Question:

Teck

Yang mulia Bhante,

Saya tidak yakin apakah reputasi suci Mother Teresa adalah media hype (untuk mempromosikan seseorang atau sesuatu dengan publisitas yang intens) atau dibuktikan oleh kenyataan. Lihatlah rangkaian videonya dimulai dari yang satu ini: http://www.youtube.com/watch?v=FwTfZK0Sv9s

Kemudian, saya membaca bahwa Gandhi memiliki kebiasaan seksual yang aneh. Dia menuntut pengikutnya untuk pantang (menahan nafsu) tetapi akan meminta agar istri-istri dari para pengikutnya tidur dengannya. Bagaimana kebenarannya, saya tidak tahu.

Saya merasa bahwa kita tidak boleh benar-benar mempercayai orang atau berpegang kepada siapa pun untuk mengukur kemanusiaan belaka yang tidak mampu dijangkau. Karena itu, saya tertinggal jauh dari praktik saya.

Apakah Anda punya saran?

Banyak terima kasih.

Answer:

Shravasti Dhammika

Teck Yang terhormat, Mother Teresa memiliki kekurangan begitu juga dengan Gandhi (Dia memang ‘tidur’ dengan para wanita tetapi tidak pernah berhubungan seks dengan mereka. Dia selalu ‘menguji’ dirinya sendiri). Tetapi menurut perspektif/pandangan Buddhis setidaknya, seorang bodhistattwa tidaklah sempurna, kesempurnaan hanya datang pada ke-Buddha-an. Seorang bodhisattwa adalah seseorang yang mewujudkan keberanian, kejujuran, kesabaran, pengorbanan diri dan kasih sayang yang lebih dari biasanya, sampai tingkat yang luar biasa. Saya akan mengatakan kualitas boddhisattwa yang dimiliki Gandhi— seperti keberanian, tekad dan pengorbanan diri yang penuh kasih. Tampaknya kedua kesalahan mereka yang sangat manusiawi hanya menekan kebajikan manusia-luarbiasa mereka. Saya membaca tentang orang-orang seperti mereka dan berpikir, “Manusia, seperti saya. Tetapi menginspirasi juga dan mencapai kebajikan yang benar-benar besar dan heroik. Jika mereka bisa, kemungkinan saya juga bisa.” Saya merasa kekurangan-kekurangan/ kelemahan mereka bersifat menentramkan hati karena mereka berbicara mengenai kemanusiaan mereka. Hal ini menempatkan mereka tepat di bawah sini, di bumi di mana saya berada. Dan setidaknya dalam kasus Gandhi ia bisa saja mengejutkan dengan berkata jujur tentang kekurangan-kekurangannya, dan bahkan membuatnya sebagai lelucon. Saya menyukai hal itu. Ada insiden terkenal di mana seorang ibu membawa anak laki-lakinya kepada Gandhi untuk memintanya memberitahukan kepada si anak untuk berhenti memakan gula. Gandhi meminta si ibu untuk membawa anak itu kembali dalam seminggu. Si ibu melakukannya dan Gandhi berkata kepada si anak laki-laki ‘berhentilah memakan gula’. Sang ibu agak tidak puas dengan hal ini dan mencela Gandhi, ‘Anda bisa saja mengatakan hal itu kepadanya minggu lalu!’ ‘Ya, saya bisa’ dia menjawab, ‘Tetapi minggu kemarin saya juga makan gula’.

Teck, saya rasa masalahnya terletak pada diri Anda sendiri, Anda mengharapkan kesempurnaan dan berkecil hati bila Anda menemukan beberapa kekurangan, beberapa kebiasaan khusus, beberapa kegagalan dalam mengangkat mereka sebagai teladan. Kegagalan Gandhi tidaklah berarti jika disandingkan dengan kualitas-kualitas baiknya, dan sama halnya dengan Mother Teresa. Mengapa tidak membiarkan diri Anda terangkat oleh kekuatan mereka daripada terlempar oleh kekurangan/ kelemahan mereka?

Question:

Teck

Yang mulia bhante,

Terima kasih untuk balasan Anda

Pendapat Anda mengenai melihat pada kekuatan dari orang-orang ini dan menjadikannya inspirasi diterima dengan baik. Saya tidak setuju dengan pendapat Anda tentang kelemahan/ kekurangan mereka menjadi sifat yang menentramkan hati.

Saya membayangkan diri saya sebagai pengikut Gandhi. Jika dia meminta saya untuk mempraktikan selibat dan kemudian ingin memiliki istri saya tidur di ranjang yang sama dengannya sementara ia telanjang, “hanya untuk menguji dirinya”, apa yang harus saya lakukan dengan permintaan ini (atau perintah, mengingat saya adalah pengikutnya)?

Saya melihat ini sebagai penghinaan terhadap perempuan. Juga, apakah ini tidak menunjukkan bahwa ia perlu untuk membuktikan dirinya (ego?) adalah jauh lebih penting terhadap penghormatan yang seharusnya dia selaraskan dengan pengikut laki-laki dan perempuannya. Bagaimana mungkin saya bisa merasa tentram dengan kelemahannya?

Pada kasus Mother Teresa, jika Anda menonton ketiga video tadi, dia dan jemaahnya menerima banyak uang sumbangan. Akan tetapi bukannya mengobati yang sakit, menyediakan perawatan yang tepat bagi yang miskin, dia menempatkan mereka di banyak kamar, dengan tandu, untuk menunggu kematian mereka. Saya tidak berhasil melihat apa bagian dari motivasinya yang apakah itu seorang bodhisattwa? Bahwa apakah hanya melalui penderitaan seseorang bertemu dengan Tuhan, maka orang-orang miskin ini sangat kekurangan perawatan medis? Saya akan berpikir melalui upaya meringankan penderitaan orang lain barulah seseorang bertemu Tuhan. Saya pikir dia lebih berbahaya daripada baik.

Bagi saya, Saya rasa saya tidak mengharapkan kesempurnaan bagi setiap orang. Tetapi saya rasa hal ini mengecilkan hati melihat bahwa guru Dhamma memiliki kekurangan yang sama seperti saya. Maksud saya adalah bahwa saya tidak dapat melihat bagaimana guru  itu dapat membimbing saya seperti itu.

Answer:

Shravasti Dhammika

Yang terhormat Teck,

Beberapa tahun lalu saya tiba-tiba bertemu dengan seorang teman baik saya di pusat retret seorang guru meditasi terkenal di Burma. Dia bertindak sebagai penerjemah bagi guru. Dia sudah di sana selama lima tahun, belajar dari guru dan bertindak sebagai penerjemah ketika bhikkhu-bhikkhu Sri Lanka datang berkunjung. Dia mengatakan kepada saya bahwa baru-baru ini ia menerjemahkan untuk si guru sebuah surat yang ditulis dan ditujukan kepada si guru oleh laki-laki berkebangsaan Amerika pada hari di mana dia telah pergi. ‘Apa isi surat itu?’ Tanya saya. Ia menjawab, ‘Orang Amerika itu telah mengatakan guru itu sombong, kejam, dingin dan kurang cinta kasih. Dia menuduh si guru sebagai ‘seorang pembangun kerajaan’ dan mengatakan dia menciptakan kultus (penghormatan secara berlebih-lebihan) pribadi’ di sekitar dirinya sendiri. Hal ini sedikit kasar, bahkan bagi saya, dan saya diam untuk sementara waktu. Kemudian saya bertanya, ‘Berapa banyak kebenarannya?’ ‘sebagian besar’ kata teman saya. Jawabannya bahkan lebih mengejutkan saya, bukan pengakuan itu saja (saya sudah mendengar hal yang sama dari banyak orang) tetapi ia harus mengatakannya. ‘Lalu kenapa kau masih di sini?’ tanya saya. Dia berkata, ‘Karena dia (si guru) juga ada untuk menjadi seorang guru meditasi yang terampil dan saya telah belajar banyak dari dia, apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Dan Saya akan tinggal sampai saya tidak dapat belajar apa-apa lagi.’ Saya rasa ini adalah sikap yang sangat dewasa.

Terlalu sering kita mengidealkan para guru, pahlawan, dan sebagainya. Lalu ketika kita mendapati bahwa mereka tidak sempurna, baik kita menolak ketidaksempurnaan mereka kita juga bahkan membuang mereka sepenuhnya. Pendekatan pertama ini membawa Anda ke dalam khayalan yang mungkin berbahaya sedangkan yang kedua berarti Anda mungkin saja menjauhkan diri Anda dari sesuatu yang penting yang mungkin sebaliknya Anda pelajari. Ketika seorang guru cacat secara moral, itu adalah masalah lain. Ketika mereka mengaku tercerahkan itu pun masalah lain. Tetapi jika mereka tidak melakukan salah satu dari kedua-duanya dan kekurangan mereka hanyalah tipe kepribadiannya, dan mereka memiliki wawasan murni atau beberapa keterampilan nyata. Saya berkata ‘Belajarlah dari mereka apa yang Anda bisa, bersyukur untuk itu dan lanjutkanlah’

Satu hal terakhir. Salah satu dari sekian banyak alasan saya memilih Buddhisme awal atas tradisi Vajrayana adalah desakan/keteguhannya bahwa seseorang dapat dan harus mempertanyakan serta menyelidiki/mengkaji seorang guru (lihat sutta Vimsaka). Jika saran ini diterima (tidak selalu begitu) seharusnya ada kemungkinan belajar darinya, memanfaatkannya dan memiliki rasa terima kasih/ syukur terhadap seorang guru, bahkan jika ia (laki-laki atau perempuan) memiliki ketidaksempurnaan.

Teck

Terima kasih yang mulia, saya sangat menghargai komentar Anda.

Naskah asli dapat dilihat di: http://sdhammika.blogspot.com/

Thanks to Tasfan (for helping me during the translation)

Apa yang Membuat Anda Bahagia?


Oleh Selfy Parkit

Apa yang membuat Anda bahagia? Setiap orang memilih jawaban tersendiri dalam meraih kebahagiaannya. Suatu hari pada saat rapat mingguan di sekolah tempat saya bekerja, kepala sekolah saya mengajukan sebuah pertanyaan kepada para guru dalam bahasa Inggris. Kurang lebih pertanyaan seperti ini “Hal apa yang membuat Anda bahagia?” Orang pertama yang menjawab pertanyaan ini dengan mantap menyebutkan bahwa pacarlah yang membuatnya bahagia. Maklum orang yang bersangkutan memang belum mempunyai pacar, sudah tentu jika saat ini dia sangat berharap agar dapat menemukan wanita yang mau jadi pacarnya, dan hal itulah yang akan membuatnya bahagia. Lalu sebagian besar dari para guru menjawab bahwa hal yang membuat mereka bahagia adalah bisa berkumpul dengan keluarga atau orang-orang yang dicintainya, seperti orang tua, anak, suami, dll. Tentunya jawaban ini memang umum diutarakan oleh setiap manusia, karena pada dasarnya manusia akan merasa nyaman jika dapat hidup dan berkumpul dengan orang yang mereka sukai dan cintai. Namun, jawaban tersebut tidaklah mutlak diutarakan oleh semua orang. Tidak selamanya keluarga sendiri menjadi prioritas dan membuat mereka bahagia. Ada kalanya berkumpul dengan orang lain membuat diri mereka merasa nyaman dan bahagia. Begitu juga dengan sebagian guru yang menjawab kalau temanlah yang membuatnya bahagia. Lalu hal apa yang membuat saya bahagia? Dari sekian banyak guru-guru yang ditanyakan, akhirnya tibalah giliran saya untuk menjawab pertanyaan tersebut. Awalnya saya tidak tahu hal apa yang benar-benar membuat saya bahagia, karena saya pikir semua jawaban dari guru-guru sebelumnya memanglah hal yang membuat saya juga bahagia. Akan tetapi, semua itu tidaklah selamanya benar, karena terkadang saya merasa tidak bahagia, walaupun saya sedang berkumpul dengan teman-teman atau keluarga saya. (Lagi pula kalau jawabannya sama nanti dikira ikut-ikutan :p).

Perlu beberapa detik bagi saya untuk menjawab pertanyaan tersebut. Sampai kemudian saya teringat akan sesuatu, dan serentak saya menjawab dalam bahasa Inggris, “I’ll be happy if I can sleep well” yang artinya “Saya akan bahagia, jika saya dapat tidur dengan nyenyak.” Memang jawabannya agak sembarang, sampai-sampai sebagian guru yang lain ada yang tertawa setelah mendengar hal tersebut. Si kepala sekolah pun mungkin sedikit bingung, dan menanyakan apakah saya pernah punya masalah susah tidur. Walaupun saya memang pernah punya masalah tidak bisa tidur nyenyak selama 3 bulan dan itu adalah saat-saat dimana saya tidak bahagia, namun semata-mata bukan itu alasan atas jawaban saya. Karena menurut saya orang yang pasti bahagia adalah orang yang bisa tidur dengan nyenyak. Entah dia punya atau belum punya pacar, miskin atau kaya, berjabatan tinggi atau rendah, berkeluarga atau tidak, jika dapat tidur nyenyak (tidak ada kegelisahan, ketakutan, dan kekhawatiran) saat itu pasti dia orang yang berbahagia. Karena orang yang tidak bahagia pasti tidak dapat tidur dengan nyenyak. Materi, keluarga, teman ataupun pacar tidak bisa menjamin seseorang untuk bahagia dan bisa tidur dengan nyenyak. Namun, perlu ditekankan bahwa bukan karena tidurlah kita akan bahagia (walaupun tidur memang salah satu kondisi dalam meraih kebahagiaan duniawi). Tetapi sebaliknya karena merasa bahagialah kita bisa tidur dengan nyenyak. Dengan kata lain, tidur nyenyak adalah efek dari kebahagiaan. Lalu sebenarnya apa yang dapat membuat kita bahagia dan dapat tidur dengan nyenyak? Ada satu cerita yang saya pernah dengar dari seorang penceramah. Cerita ini tentang orang kaya yang memiliki segalanya. Ia memiliki harta yang berlimpah. Bisnis dan perusahaannya pun tersebar di mana-mana. Ia juga memiliki keluarga, istri yang cantik dan setia beserta anak-anaknya yang lucu-lucu. Temannya ada di mana-mana, begitu juga dengan pembantu rumahnya yang siap melayaninya kapan pun. Namun, karena pekerjaannya yang luar biasa sibuk, membuat ia harus bekerja keras siang dan malam. Tak pelik pikirannya hampir setiap hari gelisah memikirkan untung dan rugi. Terlebih lagi rasa takutnya, baik itu takut tertipu dalam bisnisnya ataupun takut akan kehilangan harta, istri, anak dan semua yang dimilikinya. Ketakutan dan kegelisahan inilah yang membuatnya tidak pernah bisa tidur nyenyak, dan sudah pasti saat itu dia tidak bahagia. Kemudian suatu malam, karena tak bisa tidur ia berjalan-jalan dengan mobil terbarunya. Saat itu ketika mobilnya melintasi sekumpulan pangkalan becak di pinggir jalan, ia melihat seorang tukang becak yang sedang tidur dengan lelap di atas becaknya. Melihat wajah si tukang becak itu, si orang kaya tadi berkata di dalam hatinya, ‘Dia yang mungkin tidak punya segalanya dapat tidur dengan nyenyak di atas becaknya, sedangkan Aku yang punya segalanya, bahkan ranjang mewah dan empukku tidak dapat membuatku tertidur dengan nyenyak. Betapa bahagianya tukang becak tersebut.’ pikir si orang kaya.

Apakah harta kekayaan, kedudukan, teman, keluarga, atau pacarkah yang dapat membuat kita bahagia? Rata-rata setiap orang menjawab bahwa mereka akan bahagia jika mereka seperti ini, mendapatkan ini, melakukan ini, menyelesaikan ini, mempunyai ini dan lain sebagainya. Tidak heran memang, terkadang kita senang mencari kebahagiaan di luar dari lingkungan dan diri kita sendiri. Kita lupa akan satu hal kalau kebahagiaan itu datangnya dari diri sendiri. Mau punya pacar atau tidak, mau berkumpul dengan keluarga, teman, atau orang yang dicintai, bahkan melakukan kegiatan yang biasanya kita senangi seperti berbelanja misalnya. Hal itu semua tidak menjamin kebahagiaan kita selama diri kita resah, gelisah, takut dan memang merasa tidak bahagia seperti si orang kaya tadi. Lalu apakah kebahagiaan itu hanya dapat kita raih jika keinginan kita sudah terlaksana atau terpenuhi? Apakah kita harus menunggu datangnya sesuatu atau mendapakan sesuatu, baru kita akan bahagia? Contohnya saja seorang guru yang menganggap hal yang membuatnya bahagia adalah mendapatkan seorang pacar. Mengapa harus menunggu mendapatkan pacar baru bisa bahagia? Lalu apakah ada jaminan jika ia mendapatkan pacar saat itu ia akan merasa bahagia? Bagaimana jika seandainya ia mendapatkan pacar, tetapi secara terpaksa karena dijodohkan oleh orang tuanya misalnya, dan ia tidak suka dengan pacarnya itu? Jika saat ini kita bisa bahagia, mengapa saat ini juga kita tidak menikmati kebahagiaan itu!? Sesungguhnya, berkumpul dengan orang yang kita cintai dan senangi pun bukan jaminan untuk bahagia, sama halnya dengan memiliki harta kekayaan dan lain sebagainya. Karena sekali lagi kebahagiaan ada di dalam diri kita sendiri saat ini, bukan yang lalu ataupun dari yang akan datang. Kebahagiaan hadir tidur pun menjadi nyenyak.

“Pavivekarasaŋ pitvā rasaŋ upasamassa ca niddaro hoti nippāpo Dhammapītirasaŋ pibaŋ” –Dhammapada BAB XV:205 (15:10)

“Ia yang menikmati hidup dalam kesendirian dan merasakan ketenangan karena tiada noda, terbebas dari kesedihan, terbebas dari kejahatan. Ia mereguk kebahagiaan hidup dalam Dhamma”

Pernah dimuat di Majalah Sinar Padumuttara edisi 5

Thanks to My MoM,Ce2k&Friends

Happy All the Time


Renungan singkat

Untuk Harian

Aku bersyukur karena hari ini aku masih dapat melewati kembali kehidupanku di dunia,

Masih dapat bernafas dengan sehat,

Masih dapat makan dengan layak,

Masih dapat bertemu keluarga dan orang-orang yang kusayangi,

Masih dapat berbuat baik dan hal yang bermanfaat serta berguna untuk orang lain,

Besok Aku akan lebih baik lagi berusaha dan berjuang dalam hidup ini,

Mengusahakan yang terbaik untuk diri sendiri dan makhluk lain,

Apapun yang terjadi akan Aku hadapi dengan kesabaran, penuh cinta dan kasih sayang

Semoga semua makhluk berbahagia.

Belajar bersyukur

Suara merdu yang kita lantunkan setiap hari ini, tidak dimiliki oleh mereka yang bisu.

Indahnya warna-warni dunia yang kita lihat dan nikmati ini,

tidak dapat dirasakan oleh mereka yang buta

Langkah dan larian kecil kaki-kaki kita ini, tak dapat ditiru oleh mereka yang lumpuh.

Perut ini kenyang, mereka di sana kelaparan…

Tubuh ini hangat, mereka kedinginan…

Masihkah kita mengeluhkan hidup kita saat ini?

Sementara yang lain tak dapat berbicara, buta, lumpuh, kelaparan dan kedinginan tanpa tempat tinggal.