Batagor


by Selfy Parkit

Batagor-Bandung

Apakah anda tahu nama makanan yang satu ini? Namanya Batagor alias Bakso Tahu Goreng. Makannya dengan disiram bumbu saus kacang di atasnya, rasanya hmmm… Kriuk-kriuk renyah. Bagi masyarakat Sunda makanan tersebut tentunya sudah tidak asing lagi. Ya Batagor aslinya berasal dari masyarakat Sunda, tepatnya ditemukan pada tahun 1980an di kota Bandung. Banyak sekali jenis Batagor yang terkenal di kota Bandung, namun saat ini sudah banyak disesuaikan ke dalam resep cita rasa masyarakat sunda. Tetapi kita tidak akan berbicara lebih jauh lagi mengenai Batagor, apalagi mengupasnya secara detail dan mendalam. Melainkan ada satu kisah kehidupan yang berhubungan dengan Batagor yang mungkin saja dapat membuat anda menyadari bahwa betapa anda terkadang terlalu sibuk terhadap diri sendiri dan tidak memperdulikan orang lain? Seberapa besarkah anda memperdulikan diri anda dibanding anda memperdulikan orang lain? Terlebih lagi orang tua anda? Semoga cerita di bawah ini mampu membuka pintu hati anda saat ini. Continue reading

Bahagia dari Hal yang Kecil


By Selfy Parkit

Saat merasa tak bahagia terkadang sering sekali terlintas di benak saya ingatan masa kecil di mana saya merasa bahagia dengan hal-hal yang sekarang saya anggap sepele. Timbul pertanyaan nyaring di dalam diri saya mengapa hal itu bisa terjadi? Lalu mengapa kebahagiaan semacam itu mudah dirasakan dari hal-hal yang mungkin sekarang membosankan bagi saya. Dahulu sewaktu kecil, main tanah pun terasa amat membahagiakan bagi saya, duduk di tengah lapangan yang terdapat banyak kubangan air hujan yang baru saja turun, dengan sebatang kayu kering di tangan dan berjalan di atas tanah lapang yang berwarna merah kecoklatan, mengaduk-aduk air di dalam kubangan hingga kelihatan mirip susu coklat. Saya aduk-aduk kubangan air itu tanpa pernah merasa bosan, dan hayalan di pikiran kecil itu pun sudah dapat mengakibatkan kebahagiaan yang terus menerus menemani saya. Namun itu dulu, lalu bagaimana dengan sekarang?

Continue reading

Puding Kasih


“Tik.. tok… tik… tok…” bunyi detik jam di ruangan yang lumayan besar dan bersih itu seakan memperingatkan Nisa untuk segera bangkit dari tempatnya dan berpamitan. Namun Adit kecil sungguh tidak mudah diajak bekerjasama olehnya. “Ayolah Adit cepat tulis, kan tinggal satu jawaban lagi nih!” seru Nisa sambil menunjukkan kolom pertanyaan yang harus Adit isi. Seruannya menandakan bahwa betapa ia dikejar waktu untuk bergegas pulang. Tetapi Adit si murid les-annya itu hanya menggoyang-goyangkan pensilnya sambil tak berhenti cengar-cengir. “Adit…! Kalau tidak cepat ditulis, Miss bakal tambahin waktu belajarnya!” sahut Nisa tegas. Rasanya habis sudah kesabaran Nisa untuk membujuk Adit dengan metode rayuannya yang sering sekali dia pakai, sudah begitu mau tidak mau metode mengancam dengan konsekuensi akhirnya keluar dari mulut Nisa. Karena tak ingin waktu belajarnya berlanjut dengan Nisa, Anak laki-laki berumur delapan tahun itu pun mulai menggerakan tangan kanannya. Pensil itu bergerak sangat lambat, dari atas ke bawah, dari kanan ke kiri… Akhirnya selesailah sudah tugas Nisa yang penuh pergulatan itu selama satu jam lamanya.

Continue reading

Penjual Bambu dan Motor Butut


 

By. Selfy Parkit, Ide cerita Linda

Hujan yang bergemericik hampir saja membasahi seluruh tubuh kami. Tapi Linda tak peduli, dikebutnya sepeda motor bebek yang sudah butut tersebut. Motor miliknya ini bukan saja berpenampilan kumal, tapi juga sudah tidak layak pakai. Coba bayangkan, bodi si roda dua itu sudah banyak yang retak-retak, belum lagi mesinnya kadang-kadang mogok di tengah jalan, ditambah lagi bunyinya sudah hampir memengkakkan telinga. Namun walaupun begitu, herannya sepeda motor ini tetap saja setia menemani kami berdua dari pagi bahkan sampai larut malam, dan berkat jasanyalah kami berdua bisa sampai di tempat kerja dengan selamat setiap harinya. Si pemiliknya, Linda teman sekantor sekaligus ojek pribadiku memang sangat sayang dengan sepeda motor bututnya ini, maklum saja motor itu adalah hasil  jerih payahnya selama bekerja. Tetapi karena kemiskinan mengilasnya hingga babak belur, sampai sekarang Linda masih belum sempat membawa sepeda motornya itu ke bengkel. Sebenarnya aku sudah berkali-kali mencoba menawarkan bantuan dana kepada Linda untuk segera membawa si bebek tua itu ke bengkel. Tetapi perempuan kurus keras kepala berpenampilan sederhana itu bersikukuh ingin menggunakan uang yang ada di celengannya saja. ‘Walau setiap hari rajin menabung, tapi mau sampai kapan!’, seruku kadang gemas melihat kesabaran dan ketekunannya. Maklum saja, sebagai kepala keluarga di rumah, Linda memang sudah terlalu mandiri dalam berbagai hal. Kematian kedua orang tuanya tidak hanya membentuknya menjadi tegar, tetapi juga membuat ia mampu membiayai hidup kedua orang adiknya yang masih kecil-kecil.

Continue reading