Puding Kasih


“Tik.. tok… tik… tok…” bunyi detik jam di ruangan yang lumayan besar dan bersih itu seakan memperingatkan Nisa untuk segera bangkit dari tempatnya dan berpamitan. Namun Adit kecil sungguh tidak mudah diajak bekerjasama olehnya. “Ayolah Adit cepat tulis, kan tinggal satu jawaban lagi nih!” seru Nisa sambil menunjukkan kolom pertanyaan yang harus Adit isi. Seruannya menandakan bahwa betapa ia dikejar waktu untuk bergegas pulang. Tetapi Adit si murid les-annya itu hanya menggoyang-goyangkan pensilnya sambil tak berhenti cengar-cengir. “Adit…! Kalau tidak cepat ditulis, Miss bakal tambahin waktu belajarnya!” sahut Nisa tegas. Rasanya habis sudah kesabaran Nisa untuk membujuk Adit dengan metode rayuannya yang sering sekali dia pakai, sudah begitu mau tidak mau metode mengancam dengan konsekuensi akhirnya keluar dari mulut Nisa. Karena tak ingin waktu belajarnya berlanjut dengan Nisa, Anak laki-laki berumur delapan tahun itu pun mulai menggerakan tangan kanannya. Pensil itu bergerak sangat lambat, dari atas ke bawah, dari kanan ke kiri… Akhirnya selesailah sudah tugas Nisa yang penuh pergulatan itu selama satu jam lamanya.

Continue reading