Pangeran Kodok dan Burung Parkit


Oleh Selfy Parkit

“Mom, it’s story time, read me one story before I go to sleep please!” pinta Henry kepada ibunya. “Alright then…” Dengan lembut ibunya membelai rambut anaknya dan mulai meraih buku yang ada di rak buku.

“… today I’m going to tell you a story about a frog prince”, kata si ibu sambil mengiringi putra satu-satunya itu menuju tempat tidurnya. “Frog prince? Did you tell me that story before, didn’t you?” tanya Henry. “Hmm… yes, but I bet you might haven’t heard this one.” Sahut ibunya. “What would make different? Tell me more please!” kata Henry sambil masuk ke dalam selimutnya. “Okay, this story will be in Bahasa Indonesia, and it will be good for your listening practice.” Kata ibunya. “Okay” Henry pun merebahkan kepalanya di atas bantal dan mulai mendengarkan ibunya dengan penuh perhatian.

This story is about Pangeran Kodok dan Burung Parkit.”

***

Suatu ketika ada seorang pangeran tampan yang dikutuk menjadi seekor kodok dikarenakan perangainya yang buruk dan sombong. Si pangeran akan kembali menjadi manusia jika ada seorang putri bangsawan yang memperbolehkan ia duduk dan makan bersama di piring emasnya serta tidur di atas bantal bersama sang putri selama 3 hari berturut-turut. Karena sebab itu lah pangeran kodok hidup di dalam kolam di dekat perkarangan rumah seorang putri bangsawan, berharap suatu hari nanti ia bisa menemui sang putri.

Sebelum pangeran kodok bertemu dengan putri tersebut, pangeran kodok menghabiskan hari-harinya bermain di pinggiran sungai layaknya seekor kodok biasa. Di sungai itu ia ditemani oleh seekor burung parkit yang senang bernyanyi merdu di pagi hari. Burung itu adalah satu-satunya teman yang diajaknya bicara dan berbagi cerita.

Continue reading

PANGERAN KESERATUS (Patuh Kepada Seorang Guru yang Bijaksana)


Suatu ketika, ada seorang raja yang mempunyai seratus anak laki-laki. Anaknya yang termuda, yang keseratus bernama Pangeran Gamani. Dia sangat penuh semangat, sabar dan baik hati.

Semua para pangeran akan dikirim untuk belajar pada para guru. Pangeran Gamani, walaupun ia berada diurutan ke seratus dalam tahta, ia cukup beruntung mendapatkan guru yang terbaik. Ia mendapatkan seorang guru yang paling banyak belajar dan paling bijaksana dari guru-guru lainnya. Guru itu bagaikan seorang ayah bagi Pangeran Gamani, yang disukai, hormati dan dipatuhinya.

Pada saat itu, sudah menjadi kebiasaan untuk mengirimkan setiap pangeran-pangeran terpelajar ke daerah yang berlainan. Di sana dia akan mengembangkan negeri itu dan orang-orangnya. Ketika Pangeran Gamani sudah cukup dewasa untuk tugas ini. Ia pergi menemui gurunya dan bertanya daerah mana yang harus dia minta. Gurunya berkata, “Jangan memilih daerah mana pun. Akan tetapi, katakan kepada Raja, ayahmu, bahwa jika ia mengirimmu, anaknya yang ke seratus keluar ke suatu daerah, tidak akan ada anak laki-laki yang tersisa untuk melayaninya di dalam kota tempat tinggalnya sendiri.” Pangeran Gamani mematuhi gurunya dan membantu ayahnya dengan kebaikan dan kesetiaannya.

Kemudian pangeran itu menemui kembali gurunya dan bertanya, “Pelayanan bagaimana yang paling baik yang dapat aku berikan kepada ayahku dan rakyat di dalam ibu kota ini?” Guru yang bijaksana itu menjawab, “Mintalah kepada Raja untuk membiarkanmu menjadi salah satu orang yang mengumpulkan bayaran dan pajak-pajak dan bagikan keuntungannya kepada rakyat. Jika Raja menyetujuinya, maka embanlah tugasmu itu secara jujur dan adil, dengan kekuatan dan kebaikan.”

Sekali lagi pangeran mengikuti nasihat dari gurunya. Karena percaya kepada anak laki-lakinya yang ke seratus, raja senang menugaskan pekerjaan-pekerjaan ini kepadanya. Ketika pangeran pergi keluar untuk melakukan tugas yang sulit yaitu mengumpulkan tagihan dan pajak-pajak, pangeran muda itu selalu ramah, adil dan taat aturan. Ketika ia membagikan makanan kepada yang lapar dan barang-barang kebutuhan lainnya kepada yang membutuhkan, ia sangat murah hati, baik dan simpatik. Tak lama kemudian, Pangeran keseratus dihormati dan disayangi oleh rakyat.

Akhirnya, sebelum raja meninggal, menteri kerajaannya menanyakan siapa yang harus menjadi raja selanjutnya. Saat itu raja berkata bahwa keseratus anaknya punya hak untuk menjadi raja. Keputusan ini harus diserahkan kepada rakyat.

Setelah raja meninggal, seluruh rakyat setuju untuk menjadikan pangeran keseratus menjadi raja selanjutnya. Karena kebaikannya, rakyat menobatkan dia sebagai Raja Gamani yang berbudi.

Ketika kesembilan puluh sembilan saudara laki-lakinya mendengar kejadian ini. Mereka berpikir kalau mereka sudah dihina. Dipenuhi oleh kemarahan dan kecemburuan, saudara-saudaranya itu menyiapkan peperangan. Mereka mengirim pesan kepada Raja Gamani dengan berkata, “Kami semua adalah saudara tuamu. Negara tetangga akan menertawakan kami, jika kami diperintah oleh pangeran keseratus. Serahkan kerajaan atau kami ambil alih dengan peperangan!”

Setelah Raja Gamani menerima pesan ini. Raja Gamani menyampaikan hal ini ke gurunya yang bijaksana dan memintanya nasehat.

Guru yang lembut dan terhormat ini adalah tumimbal lahir Bodhisattwa. Dia berkata, “Katakan kepada mereka kalau kau menolak untuk berperang melawan saudara-saudaramu. Katakan kepada mereka kau tak akan membantu mereka membunuh orang-orang tak bersalah yang sudah kau kenal dan cintai. Katakan kepada mereka, sebaliknya kau sedang membagi kekayaan raja di antara seratus pangeran-pangeran. Kemudian kirimkan masing-masing dari porsi mereka.” Sekali lagi Raja menghormati dan menuruti nasihat gurunya.

Sementara itu, sembilan puluh sembilan pangeran-pangeran yang lebih tua sudah membawa sembilan puluh sembilan pasukan-pasukan kecil mereka untuk mengepung ibu kota istana. Ketika mereka menerima pesan raja dan porsi-porsi kecil dari harta kekayaan istana, mereka mengadakan pertemuan. Mereka memutuskan bahwa setiap porsi itu terlalu kecil bahkan hampir tidak berarti. Oleh sebab itu, mereka tidak menerimanya.

Tetapi kemudian mereka menyadari bahwa sama halnya jika mereka memerangi Raja Gamani dan kemudian dengan satu sama lainnya, kerajaan itu sendiri akan dibagi menjadi bagian kecil porsi yang tak berharga. Setiap bagian kecil dari satu kerajaan yang sangat besar akan menjadi lemah dihadapan negara yang tidak bersahabat mana pun. Jadi mereka mengirim kembali porsi-porsi mereka dari harta kekayaan istana sebagai tawaran perdamaian, dan menerima pemerintahan dari Raja Gamani.

Raja merasa senang dan mengundang saudara-saudara laki-lakinya ke istana untuk merayakan perdamaian dan persatuan kerajaan. Dia menjamu mereka dengan cara yang paling sempurna, dengan kemurahan hati, komunikasi yang menyenangkan, menetapkan intruksi demi kebaikan mereka dan memperlakukan semua dengan kebaikan yang sama.

Dengan begitu Raja dan 99 pangeran menjadi lebih dekat sebagai sahabat daripada sebelumnya ketika mereka sebagai saudara. Mereka kuat dengan dukungan satu sama lain. Hal ini diketahui oleh seluruh negara-negara sekitarnya, jadi tak ada satu pun negara yang mengancam kerajaan dan rakyatnya. Setelah beberapa bulan, 99 saudara-saudara itu kembali ke daerahnya masing-masing.

Raja Gamani yang berbudi mengundang gurunya yang bijaksana untuk tinggal di istana. Ia menghadiahkan dengan kekayaan yang berlimpah dan banyak hadiah-hadiah. Ia mengadakan perayaan untuk guru yang dihormatinya, dengan mengatakan kepada seluruh orang yang hadir di istana, “Aku, yang dulu adalah pangeran keseratus, di antara seratus pangeran yang berkompeten. Berhutang seluruh kesuksesanku, kepada nasihat bijaksana dari guruku yang murah hati dan pengertian. Demikian juga, semua yang mengikuti nasihat guru mereka yang bijaksana akan memperoleh kemakmuran dan kebahagiaan bahkan kesatuan dan kekuatan dari kerajaan, kami berhutang kepada guruku yang tercinta.”

Kerajaan menjadi makmur di bawah kemurahan hati dan pemerintahan dari Raja Gamani yang berbudi.

Pesan moral : Seseorang dihadiahi seratus kali lipat selama mengikuti nasehat dari seorang guru yang bijaksana.

Diterjemahkan oleh Selfy Parkit.

Sumber: Prince Goodspeaker – Buddhist Tales for Young and Old Volume 1, Stories 1-50

PANGERAN KECIL TANPA AYAH (Kekuatan Kejujuran)


Suatu ketika, Raja Benares pergi piknik di dalam hutan. Keindahan bunga-bunga, pohon-pohon dan buah-buahan membuatnya sangat bahagia. Sambil menikmati keindahan itu, ia perlahan-lahan masuk lebih dalam dan lebih dalam ke dalam hutan. Tidak lama kemudian, ia menjadi terpisah dari rombongannya dan menyadari bahwa dia seorang diri saja.

Lalu Raja mendengar suara merdu dari seorang wanita muda. Wanita muda itu sedang bernyanyi sambil mengumpulkan kayu bakar. Agar tidak merasa takut karena seorang diri di dalam hutan, Raja mengikuti bunyi dari suara yang merdu itu. Ketika Raja tiba-tiba muncul di hadapan si pelantun lagu, Raja melihat seorang wanita cantik yang cukup muda, dan segera jatuh cinta kepadanya. Mereka menjadi sangat bersahabat, dan Raja menjadi ayah dari anak wanita pengumpul kayu bakar.

Kemudian, Raja menjelaskan kenapa ia bisa tersesat di dalam hutan dan meyakinkan wanita itu kalau dia memang benar-benar Raja Benares. Wanita itu memberitahukan arah kepada Raja untuk dapat kembali ke istana. Raja memberikan cincin capnya yang berharga kepada si wanita muda itu dan berkata, “Jika kau melahirkan bayi perempuan, jual cincin ini dan gunakan uangnya untuk membesarkan anak itu dengan baik. Jika anak kita seorang laki-laki, bawa ia menghadapku bersama dengan cincin ini sebagai tanda pengenal.” Setelah berkata, Raja berangkat menuju Benares.

Ketika waktunya tiba, wanita pengumpul kayu bakar melahirkan seorang bayi laki-laki. Sebagai wanita sederhana yang pemalu, ia takut membawa anaknya ke istana yang megah di Benares, jadi ia menyimpan cincin cap raja.

Dalam beberapa tahun, anaknya tumbuh menjadi seorang anak laki-laki. Ketika ia bermain dengan anak-anak lainnya di desa, mereka mengejek dan menganiayanya, bahkan memulai perkelahian dengannya. Itu karena ibunya tidak menikah maka anak-anak lain mengganggunya. Mereka berteriak kepadanya “Tanpa ayah! Tanpa ayah! Tanpa Ayah! Namamu seharusnya Tanpa ayah!”

Hal ini tentu membuat si anak merasa malu, terluka dan sedih. Kadang-kadang ia berlari pulang menemui ibunya sambil menangis. Suatu hari ia memberitahukan ibunya bagaimana anak-anak lain memanggilnya dengan sebutan “Tanpa ayah! Tanpa ayah! Namamu seharusnya Tanpa ayah!” Lalu ibunya berkata, “Jangan malu anakku. Kau bukan hanya seorang anak biasa. Ayahmu adalah Raja Benares.”

Anak laki-laki itu sangat terkejut. Ia bertanya kepada ibunya, “Apakah ibu punya buktinya?” Jadi ibunya memberitahukan kepadanya mengenai cincin cap yang diberikan ayahnya, dan jika bayi ibu seorang laki-laki, dia harus membawanya ke Benares bersamaan dengan cincin itu sebagai bukti. Anak laki-laki itu berkata, “Kalau begitu, ayo pergi!” Karena kejadian itu, ibunya menyetujui permintaan anaknya dan hari berikutnya mereka berangkat ke Benares.

Ketika mereka sampai di istana raja, penjaga gerbang memberitahu raja bahwa wanita pengumpul kayu bakar anak laki-lakinya ingin bertemu dengan raja. Mereka menuju ruang pertemuan istana, dimana di sana dipenuhi oleh menteri-menteri dan penasihat-penasihat raja. Perempuan itu mengingatkan raja tentang hari-hari bersama mereka di hutan. Akhirnya si Perempuan berkata, “Yang Mulia Baginda, ini adalah anak laki-lakimu.”

Raja malu di depan semua ibu-ibu dan bapak-bapak yang hadir di istananya. Jadi, walaupun ia tahu bahwa perempuan itu berbicara yang sebenarnya. Raja berkata, “Dia bukan anakku!” Kemudian ibu muda yang penuh kasih itu menunjukan cincin cap sebagai bukti. Sekali lagi raja merasa malu dan memungkiri kebenaran, berkata “Ini bukan cincinku!”

Lalu wanita yang malang itu berpikir kepada dirinya sendiri, “Aku tidak punya saksi ataupun bukti untuk membuktikan perkataanku. Aku hanya punya keyakinanku di dalam kekuatan kejujuran.” Jadi ia berkata kepada Raja, “Jika aku lemparkan anak laki-laki ini ke udara, jika ia benar adalah anakmu, ia akan tetap berada di atas udara tanpa jatuh. Jika ia bukan anakmu, ia akan jatuh ke lantai dan mati.”

Tiba-tiba, perempuan itu mengambil kaki anak laki-lakinya dan meleparnya ke udara. Seketika itu juga, anak laki-laki itu duduk dengan kaki bersila, menggantung di tengah-tengah udara tanpa jatuh. Setiap orang heran, tidak dapat berkata apa-apa. Dengan tetap berada di udara, anak laki-laki itu berkata kepada Raja, “Tuanku, aku benar-benar seorang anak laki-laki yang dilahirkan untukmu. Kau merawat banyak orang yang tidak punya hubungan darah denganmu. Kau bahkan memelihara gajah-gajah, kuda-kuda dan binatang lainnya yang tidak terhitung banyaknya. Tetapi kau tidak berpikir untuk memelihara dan membesarkanku, anakmu sendiri. Tolong rawat aku dan ibuku.”

Mendengar ini, harga diri raja kembali. Ia merasa rendah hati oleh kebenaran dari kata-kata yang luar biasa anak laki-laki tersebut. Ia mengulurkan tangannya dan berkata, “Datanglah padaku anak laki-lakiku dan aku akan merawat mu dengan baik.”

Kagum dengan keajaiban itu, semua orang di dalam istana menjulurkan tangannya dan meminta anak laki-laki yang melayang di udara itu untuk turun kepadanya. Tetapi anak itu langsung turun dari tengah-tengah udara menuju lengan ayahnya. Dengan anaknya yang duduk di pangkuan, raja mengumumkan bahwa ia akan menjadi putra mahkota dan ibunya akan menjadi ratu nomor satu.

Dengan demikian, raja dan seluruh isi istananya belajar tentang kekuatan dari kejujuran. Benares dikenal sebagai tempat keadilan yang jujur. Ketika raja meninggal. Putra mahkota yang telah tumbuh besar ingin menunjukkan kepada semua orang bahwa kelahiran yang bagaimanapun juga semuanya berhak dihormati. Jadi ia menobatkan dirinya sendiri dengan nama  “Raja Tanpa ayah”. Ia melanjutkan memerintah kerajaan dengan cara yang murah hati dan berbudi.

Pesan moral : Kebenaran selalu lebih kuat dari pada kebohongan.

Diterjemahkan oleh Selfy Parkit.

Sumber: Prince Goodspeaker – Buddhist Tales for Young and Old Volume 1, Stories 1-50

PANGERAN GOODSPEAKER (PEMBICARA YANG BAIK) DAN SILUMAN AIR


(Bagian 1. Tumimbal Lahir Seorang Bodhisatwa)

Pada suatu waktu, ada seorang raja yang sangat berbudi. Ia memiliki seorang ratu yang cantik yang telah melahirkan seorang bayi yang mungil. Hal ini membuat raja sangat bahagia. Raja memutuskan untuk memberikan anak laki-lakinya ini sebuah nama yang mungkin dapat membantunya di kehidupan nanti. Untuk itu raja memanggilnya Pangeran Goodspeaker (pembicara yang baik).

Pangeran itu bukanlah bayi biasa pada umumnya. Ini bukanlah kehidupan ataupun kelahirannya yang pertama. Jutaan tahun sebelumnya, ia sudah menjadi seorang pengikut dari ajaran ‘Buddha’, seseorang yang tercerahkan yang sudah lama dilupakan. Ia sudah bertekad dengan sepenuh hatinya untuk menjadi seorang Buddha seperti guru tercintanya.

Ia dilahirkan kembali di banyak kehidupan, terkadang dilahirkan sebagai binatang-binatang yang malang, kadang terlahir sebagai dewa-dewa yang berumur panjang dan terkadang sebagai seorang manusia. Ia selalu berusaha belajar dari kesalahan-kesalahannya dan mengembangkan 10 paramita. Dengan begitu dapat menyucikan pikirannya dan membersihkan tiga akar sebab-sebab dari kejahatan—kemelekatan, kemarahan dan pandangan salah (tentang adanya “aku”) (dari diri yang terpisah). Dengan menggunakan kesempurnaan itu, suatu hari ia akan dapat menggantikan kekotoran batin dengan tiga kemurnian—ketidakmelekatan, cinta kasih dan kebijaksanaan.

Makhluk hebat ini telah menjadi pengikut yang rendah hati dari seorang Buddha yang sudah dilupakan. Tujuannya adalah untuk mencapai penerangan yang sama dari seorang Buddha-penemu dari kebenaran yang sempurna. Jadi orang-orang menyebutnya “Bodhisattwa”, yang artinya “Makhluk yang tercerahkan.” Tak satu pun yang benar-benar tahu tentang milyaran kehidupan yang dialami oleh pahlawan yang hebat ini. Tetapi akhirnya kisah-kisah telah diceritakan—termasuk kisah yang satu ini yaitu tentang seorang pangeran yang dipanggil dengan sebutan Goodspeaker. Setelah banyak kelahiran kembali, dia menjadi seorang Buddha yang diingat dan dicintai di seluruh dunia saat ini.

(Bagian 2. Ajaran Dari Para Dewa)

Pada suatu waktu, Ratu melahirkan anak laki-laki lainnya yang diberi nama Pangeran Bulan. Singkat cerita, ketika kedua anak laki-laki tersebut mulai berjalan, ibu mereka tiba-tiba sakit keras dan meninggal.

Untuk membantu menjaga anak-anaknya yang senang bermain, raja mencari seorang putri untuk dijadikan ratu barunya. Dalam beberapa tahun, ratu ini melahirkan seorang bayi laki-laki yang tampan, dia diberi nama Pangeran Matahari. Sejak itu, raja sangat bahagia, ia ingin menyenangkan ratu dan memberikan hadiah karena telah membesarkan ketiga orang anaknya. Untuk itu raja berjanji untuk mengabulkan satu permintaannya. Ratu berterima kasih dan berkata “Terima kasih Rajaku, saya akan menggunakan permintaan saya di masa depan.”

Seiring dengan berjalannya waktu, ketiga pangeran tumbuh menjadi pemuda yang hebat. Ratu melihat bahwa Pangeran Goodspeaker adalah pangeran yang cerdas dan pengertian. Ratu berpikir, “Jika kedua pangeran tertua ini masih berada di istana, putraku Pangeran Matahari tidak akan punya kesempatan untuk menjadi seorang raja. Oleh karena itu, aku harus melakukan sesuatu untuk menjadikan putraku raja selanjutnya.”

Suatu hari, ketika raja dalam suasana hati yang baik, ratu mendekatinya dengan penuh rasa hormat dan mengingatkan raja tentang janjinya akan sebuah permintaan. Sang Raja sangat gembira dan berkata, “Mintalah apa pun yang kau inginkan!”, Sang Ratu berkata, “Oh suamiku dan Rajaku, kabulkanlah setelah masa hidupmu berakhir, jadikan anakku Pangeran Matahari raja selanjutnya.”

Raja terkejut dengan permintaan ratu. Dia menjadi marah dan berkata, “Kedua anakku yang lebih tua sama cermelangnya seperti bintang-bintang. Bagaimana bisa aku memberikan kerajaan ini kepada anak laki-lakiku yang ketiga? Semua orang akan menyalahkanku. Hal itu tidak dapat dilakukan!” Ratu tetap diam.

Sebahagia-bahagianya Raja, sekarang ia menjadi seperti tidak bahagia. Ia takut dan dipenuhi oleh keraguan. Ia curiga ratu mungkin akan membunuh anak pertama dan anak keduanya dengan beberapa cara jahat. Ia memutuskan bahwa ia harus memastikan keselamatan anak-anaknya.

Diam-diam, raja memanggil Pangeran Goodspeaker dan Pangerang Bulan untuk menghadap. Raja mengatakan kepada mereka tentang keinginan ratu yang membahayakan. Dengan perasaan sedih, raja mengatakan bahwa satu-satunya hal aman yang harus mereka lakukan adalah meninggalkan kerajaan. Mereka harus kembali hanya setelah ayah mereka meninggal dan mengambil tempat yang menjadi hak mereka memerintah kerajaan. Kedua pangeran yang patuh itu mengikuti perintah ayahnya dan bersiap-siap untuk meninggalkan kerajaan.

Dalam beberapa hari, mereka sudah siap pergi. Mereka merasa sedih mengucapkan selamat tinggal kepada ayah dan teman-teman mereka, serta meninggalkan istana. Di perjalanan mereka menuju kebun kerajaan, mereka menemui Pangeran Matahari. Pangeran Matahari selalu sayang dan ramah kepada kedua kakak tirinya. Ia sedih ketika mendengar kedua kakak tirinya akan pergi untuk waktu yang sangat lama. Untuk itu, ia memutuskan akan pergi juga meninggalkan kerajaan. Ketiga pangeran yang bersahabat itu berangkat bersama-sama.

Beberapa bulan perjalanan, mereka sampai di sebuah hutan negeri Himalaya. Mereka sangat lelah dan duduk di bawah pohon. Kakak tertuanya Pangeran Goodspeaker berkata kepada saudaranya yang paling muda Pangeran Matahari, “Tolong turun ke danau terdekat di bawah sana dan isi beberapa daun teratai dengan air. Bawalah kesini,  jadi kita semua bisa minum.”

Mereka tidak tahu kalau danau biru tua yang indah itu dikuasai oleh siluman air! Ia diperbolehkan oleh raja siluman untuk memakan makhluk apapun yang ia bisa yakinkan masuk ke dalam air. Namun ada juga satu kondisi dimana ia tidak dapat memakan siapa pun yang tahu jawaban dari sebuah pertanyaan, “Apa ajaran dari para dewa?”

Ketika Pangeran Matahari sampai di tepi danau, karena merasa haus, kotor dan lelah, ia langsung masuk ke dalam air tanpa menyelidiki terlebih dahulu. Secara tiba-tiba, siluman air keluar dari dalam air dan menangkapnya. Lalu siluman air menanyainya, “Apa ajaran dari para dewa?” Pangeran Matahari menjawab, “Aku mengetahui jawabannya, matahari dan bulan adalah ajaran dari para dewa.” “Kau tidak tahu ajaran dari para dewa, untuk itu kau menjadi milikku!” kata siluman air. Kemudian ia menarik Pangeran Matahari kedalam air dan memenjarakannya di dalam gua.

Menyadari Pangeran Matahari telah pergi lama dan belum kembali, Pangeran Goodspeaker meminta saudara keduanya, Pangeran Bulan untuk pergi turun ke danau dan membawa air dengan danau teratai. Ketika Pangeran Bulan sampai di sana, ia juga langsung masuk ke dalam air tanpa memeriksa terlebih dahulu. Sekali lagi, siluman air muncul ke permukaan menangkapnya dan menanyainya, “Apa ajaran dari para dewa?” Pangeran Bulan berkata, “Aku tahu jawabannya, 4 arah – Utara, Timur, Selatan dan Barat – ini adalah ajaran dari para dewa.” “Kau tidak tahu ajaran dari para dewa, untuk itu kau menjadi milikku!” Sahut si Siluman air. Kemudian ia memenjarakan Pangeran Bulan di gua bawah air, tempat yang sama dengan Pangeran Matahari.

Ketika kedua saudara laki-lakinya tidak kembali, Pangeran Goodspeaker mulai merasa khawatir bahwa mereka mungkin dalam bahaya. Jadi ia pergi sendiri ke danau biru tua yang indah itu. Karena Pangeran Goodspeaker adalah seorang yang bijaksana dan hati-hati, ia tidak secara langsung masuk ke dalam air. Malahan, ia menyelidiki dan melihat bahwa ada 2 pasang jejak kaki menuju ke dalam danau, tetapi tidak ada jejak kaki yang menandakan keluar dari air! Untuk melindungi dirinya, ia mengeluarkan pedang, busur dan panahnya siap digunakan. Ia mulai berjalan mengelilingi danau.

Melihat bahwa pangeran ini tidak pergi menuju ke dalam danau. Si siluman menampakan dirinya dengan menyamar sebagai orang desa yang sederhana. Siluman yang sedang menyamar itu berkata kepadanya, “Temanku, kamu terlihat lelah dan kotor dari perjalanan yang panjang. Kenapa kamu tidak masuk ke dalam air dan mandi, minum, dan juga makan beberapa akar teratai?”

Mengingat jejak-jejak kaki yang satu arah, Pangeran Goodspeaker berkata, “Kamu pasti adalah salah satu jenis siluman yang menyamar sebagai manusia! Apa yang telah kamu lakukan terhadap saudara-saudara ku?” Merasa terkejut karena dikenali dengan sangat cepat, siluman air kembali ke wujud buas sebenarnya. Ia berkata kepada pangeran yang bijaksana itu, “Atas hakku, aku sudah menangkap kedua saudara laki-laki mu.

Pangeran bertanya, “Untuk alasan apa?” “Untuk segera memakan mereka!” Si siluman air menjawab, “Aku mendapatkan ijin dari Rajaku untuk memakan semua yang masuk ke dalam air dan tidak mengetahui ajaran dari para dewa. Jika siapa pun tahu ajaran dari para dewa, aku tidak diperbolehkan memakannya.”

Pangeran bertanya, “Kenapa kau ingin tahu hal ini? Apa keuntungannya bagi siluman seperti mu, mengetahui ajaran dari para dewa?” Siluman air menjawab, “Aku tahu bahwa pasti ada beberapa keuntungan untuk diriku.” “Kalau begitu aku akan memberitahu kau apa yang dewa ajarkan,” kata Pangeran Goodspeaker, “Tetapi aku punya masalah. Lihat diriku, aku dipenuhi oleh debu dan kotor karena melakukan perjalanan. Aku tidak dapat berbicara ajaran-ajaran bijaksana dalam keadaan seperti ini.”

Sejak saat itu, siluman air menyadari bahwa pangeran ini benar-benar bijaksana. Untuk itu dia memandikan dan menyegarkannya. Ia memberikannya air untuk diminum dari daun teratai dan akar teratai yang lembut untuk dimakan. Ia menyediakan tempat duduk yang nyaman untuknya, dihiasi dengan bunga-bunga liar yang indah. Setelah meletakkan pedang, busur dan panah disisinya, Yang Tercerahkan duduk diatas tempat duduk yang dihiasi itu. Siluman yang buas itu duduk di atas kakinya, seperti seorang murid yang sedang mendengarkan seorang guru yang dihormati.

Pangeran Goodspeaker berkata, “Ini adalah ajaran dari para dewa :

Kau seharusnya malu melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah

Kau seharusnya takut melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah

Kau seharusnya selalu melakukan perbuatan-perbuatan berfaedah yang membawa kebahagiaan bagi makhluk lain dan menolong umat manusia

Sehingga kau akan berkilauan oleh cahaya dari dalam ketenangan dan kedamaian.”

Siluman air gembira dengan jawaban ini dan berkata “Pangeran yang berfaedah, kau sudah secara lengkap memuaskan pertanyaanku. Kau telah membuat ku sangat bahagia, aku akan mengembalikan satu dari dua saudara lelakimu. Yang mana yang kamu pilih?”

Pangeran Goodspeaker berkata, “Lepaskan saudaraku yang termuda, Pangeran Matahari.” Mendegar ini siluman menjawab, “Tuanku, pangeran yang bijaksana, kau mengetahui ajaran dari para dewa tetapi kau tidak mempraktikkannya!” Pangeran menjawab, “Kenapa kau berkata demikian?” Siluman itu berkata, “Karena kau membiarkan saudaramu yang lebih tua mati dan menyelamatkan yang lebih muda. Kau tidak menghormati yang tua!”

Si Pangeran lalu berkata, “Oh siluman, aku tahu ajaran dari para dewa dan aku mempraktikannya. Kami tiga pangeran datang ke hutan ini karena saudara yang paling muda. Ibunya meminta kerajaan ayah kami untuknya. Karena itulah, ayah kami mengirim kami ke sini untuk melindungi kami. Pangeran yang termuda, Pangeran Matahari ikut serta dengan kami karena persahabatan. Tetapi jika kami kembali ke istana tanpa dirinya dan berkata dia dimakan oleh siluman air yang ingin tahu ajaran dari para dewa, siapa yang akan mempercayai kami? Mereka akan berpikir kami membunuhnya karena ia adalah sebab dari ancaman keselamatan kami. Ini akan membawa rasa malu bagi kami dan ketidakbahagiaan kerajaan. Takut akan hasil yang buruk, aku beritahukan lagi kepada mu untuk melepaskan Pangeran Matahari.”

Siluman air sangat senang dengan jawaban ini, lalu ia berkata, “Perbuatan yang sangat baik, sangat baik tuanku. Kau tahu ajaran para dewa yang sebenarnya dan kau benar-benar mempraktikan ajaran benar tersebut. Aku akan dengan sangat senang mengembalikan kedua suadara-saudaramu!” Setelah mengatakan hal itu, ia masuk ke dalam danau dan membawa kedua pangeran kembali ke pesisir. Keduanya basah kuyup, tetapi tidak terluka.

Kemudian, Bodhisatta memberikan lagi nasehat yang bermanfaat kepada siluman air. Ia berkata, “Oh siluman air, teman baruku, kau pasti telah melakukan banyak perbuatan tidak berfaedah di kehidupanmu yang sebelumnya, untuk itu kau terlahir sebagai siluman pemakan daging dan jika kau lanjutkan hal ini, kau akan terperangkap di dalam sebuah keadaan yang mengerikan bahkan di kehidupan mu yang akan datang. Karena perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah menghasilkan rasa malu, takut dan kelahiran kembali yang tidak menyenangkan. Tetapi, perbuatan yang berfaedah menghasilkan rasa harga diri, kedamaian dan kelahiran kembali yang menyenangkan. Oleh karena itu, mulai sekarang, akan lebih baik untuk mu melakukan perbuatan-perbuatan berfaedah, daripada perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah.” Hal ini mengubah si Siluman dari jalannya yang lama, dan para pangeran bersama-sama hidup bahagia di bawah perlindungan siluman air.

Suatu hari, datang kabar bahwa raja telah meninggal. Untuk itu, ketiga pangeran dan teman mereka si Siluman air kembali ke ibu kota. Pangeran Goodspeaker dinobatkan menjadi raja. Pangeran Bulan menjadi kepala menteri dan Pangeran Matahari menjadi komandan pasukan. Siluman air dihadiahkan tempat yang aman untuk tinggal dimana ia diberi makan dengan baik, dirawat dan dihibur selama sisa hidupnya. Dengan cara ini, mereka semua memperoleh pikiran yang berfaedah, yang menuntun mereka terlahir kembali di alam surga.

Pesan moral: Tindakan tidak berfaedah/bermanfaat membawa rasa malu dan takut. Tindakan berfaedah membawa rasa harga diri dan kedamaian.

Diterjemahkan oleh Selfy Parkit.

Sumber: Prince Goodspeaker – Buddhist Tales for Young and Old Volume 1, Stories 1-50

CATATAN : Nama Pangeran Goodspeaker dalam bahasa Pali adalah Pangeran Mahisāsa

Ngapain ngerayain Waisak???


Begitu cepat sang waktu berjalan, tak terasa setahun sudah berlalu lagi. Masih teringat di benak gw perayaan waisak di tempat yang sama setahun yang lalu. Hanya saja yang membuatnya sedikit berbeda adalah orang-orang yang menemani gw merayakannya (yuhuuii.. siapa tuh), yah siapa lagi kalo bukan sahabat gw Novita. Tapi kali ini kebersamaan kami disertai oleh adik kecil dan sepupu-sepupunya yang masih berumur belasan. Jealous juga rasanya melihat mereka yang begitu kompaknya dan mau diajak waisak bersama. Sedangkan gw, selain jomblo (ha..ha..) ga ada juga adik-adik gw yang mao diajak ke wihara untuk ngerayain waisakkan bersama. Memang sudah biasa rasanya melewati waisak bersama diri sendiri. Contohnya saja tahun lalu, karena Novi berhalangan hadir, ya mau ga mau sendirilah gw ke wihara. Namun walaupun begitu, selalu saja ada teman-teman gw yang akhirnya bertemu dan bertegur sapa seusai acara. Akan tetapi dari semuanya itu, ada satu hal yang membuat gw bahagia tahun ini, bahkan kebahagiaan ini melebihi gw punya atau dapat cowo misalnya (ha..ha… gila abis, emangnya gw begitu kesepian apa..hihi..hi..) Kebahagiaan ini sebenarnya hadir karena gw merasa turut berbahagia (apa sih gitu aja kok berbelit-belit) ya..ya.. akhirnya bokap, nyokap dan adik bungsu gw datang ke salah satu wihara di Tangerang dan merayakan waisak di sana untuk pertama kalinya (ini sih setahu gw.. ha..ha.. siapa tahu lagi mudanya mereka malah aktif he.he..) walaupun berbeda tempat dan kita tak bersama-sama, namun gw turut bahagia. Sesungguhnya bukanlah karena ikut perayaan waisaknya saja yang bikin gw ngerasa bahagia, tetapi lebih dari itu mereka semakin dekat dengan ajaran kebenaran dan gw berharap semoga mereka selalu memperoleh kebahagiaan.

Seperti halnya tahun lalu, waisak tahun ini juga diguyur oleh hujan, hanya saja bedanya tahun lalu hujan turun seusai acara. Sedangkan di tahun ini, hujan mengguyur orang-orang yang sedang melakukan pradaksina. (Wah.. apalagi neh gerangan yang akan terjadi???) Firasat apalagikah yang akan diciptakan oleh para umat yang berpikiran dan menganggap hal itu bukan sesuatu yang normal. Jangan.. jangan, jangan.. jangan.. (apa sih??? Normal kok, wong hujan mo turun begitu saja kok repot “Kata Gusdur” haha..) namun begitulah terkadang, setiap kejadian yang dianggap tidak seperti biasanya selalu dikait-kaitan dengan kejadian-kejadian lain yang ditakutkan akan terjadi. Padahal yang ditakutkan itu terkadang tidak masuk diakal. (Wah.. inilah salah satu kehebatan pikiran kita dalam membuat sesuatu yang tidak ada menjadi ada he..he…)

Waisak tahun ini cukup berkesan bagi gw, apalagi setelah nonton kilas balik perjuangan Pangeran Siddhàrtha menjadi Buddha, jujur hal ini memberikan semangat dan memperkuat tekad gw untuk terus berjuang seperti beliau. Rasa kagum gw terhadap guru gw yang satu ini sungguh amat tak ada duanya. Apalagi merenungkan betapa hebatnya perjuangan beliau yang tak pernah lelah menghadapi setiap pembelajaran di dalam hidupnya hingga akhirnya dapat merealisasikan apa yang telah dicita-citakannya demi kebahagiaan semua makhluk. Sungguh cinta kasih beliau amat sangat tak terbatas. Begitulah seharusnya kita sebagai muridnya meneladani serta mempraktikan apa yang telah diajarkannya, dan bukan mengulangi kesalahan yang pernah beliau lakukan selama pencahariaan pencerahannya, yaitu dengan tidak bersikap ekstrim. Sesungguhnya perenungan inilah yang seharusnya kita lakukan dan terapkan dalam merayakan hari Waisak, bukan hanya melakukan ritual saja yang memang setiap tahun sering dilakukan dan kurang lebih dengan cara yang sama (lama-lama juga bosen.. kalo udah bosen males ke wihara deh.. ho..ho..ho). Tetapi bagaimana kita melihat diri kita, batin kita, apakah sudah mengalami peningkatan dari tahun yang lalu, ataukah masih di situ-situ saja atau malahan lebih merosot dari sebelumnya. Dengan merenungi hal ini, tentunya kita menjadi semakin mengerti dan dapat mengambil langkah selanjutnya untuk terus berjuang dalam mengikis keserakahan, kebencian dan ketidaktahuan kita. So, Buddhisme dan semangat Buddhisme bukanlah sekedar ritual saja… Berjuanglah terus dalam mencari kebenaran, jangan Cuma percaya hanya sebatas ritual… Jia You!!!

Happy Waisak Day 2553 – Parkit