IKAN YANG BERUNTUNG (NAFSU KEINGINAN)


 

Pada suatu ketika, Raja Brahmadatta memiliki seorang penasihat yang sangat bijaksana yang memiliki kemampuan berbicara dengan para binatang. Ia mengerti apa yang mereka ucapkan dan ia dapat berbicara kepada mereka dengan menggunakan bahasa mereka.

Suatu hari si penasihat sedang berjalan-jalan di sepanjang pinggir sungai dengan para pengikutnya. Mereka menghampiri beberapa nelayan yang melemparkan jaring besar ke dalam sungai. Ketika mengamati dengan seksama ke dalam air, mereka memperhatikan seekor ikan tampan besar sedang mengikuti istrinya yang cantik.

Seraya para nelayan mengirimkannya peluncur ke dalam air, sisiknya yang berkilauan memantulkan cahaya matahari pagi dalam semua warna pelangi. Siripnya mengipas-ngipas seperti sayap-sayap lembut sang peri. Jelas bahwa suaminya begitu terpesona oleh paras dan caranya bergerak, hal itu membuat ia tidak memperhatikan hal lainnya!

Continue reading

Raja Burung Puyuh dan Pemburu (PERSATUAN)


 

Pada suatu ketika, ada seekor Raja burung Puyuh yang memerintah lebih dari seribu ekor kawanan burung Puyuh.

Terdapat pula seorang pemburu burung Puyuh yang sangat pintar. Ia mengetahui bagaimana cara membuat panggilan seekor burung Puyuh. Karena suara tersebut menyerupai suara burung Puyuh yang sedang meminta pertolongan, maka tidak pernah gagal untuk memikat burung Puyuh lainnya. Kemudian si pemburu menangkap mereka dengan sebuah jaring, memasukkan mereka ke dalam keranjang-keranjang dan menjualnya sebagai usaha untuk bertahan hidup.

Karena ia selalu mengutamakan keselamatan kawanan burung Puyuhnya, Raja burung Puyuh sangat dihormati oleh semuanya. Sementara itu, dalam pengintaian yang membahayakan, suatu hari ia datang melewati si pemburu dan melihat apa yang ia lakukannya. Ia berpikir, “Pemburu burung Puyuh ini memiliki sebuah rencana yang bagus untuk membinasakan keluarga kami. Aku harus menyusun rencana yang lebih baik guna menyelamatkan hidup kami.”

Continue reading

SURGA 33 (BAGIAN 1. KERJASAMA)


 

Pada suatu ketika, saat Raja Magadha memerintah, ada seorang suci muda yang disebut, “Magha yang Baik”. Ia tinggal di desa terpencil yang hanya terdiri dari tiga puluh keluarga. Ketika ia masih muda, orang tuanya menikahkannya dengan seorang gadis yang memiliki kualitas karakter yang serupa dengan dirinya. Mereka sangat bahagia bersama, dan istrinya memberikannya beberapa orang anak.

Para penduduk desa menghormati Magha yang baik karena ia selalu mencoba untuk membantu dalam mengembangkan desa, untuk kebaikan semuanya. Karena mereka menghormatinya, ia mampu untuk mengajarkan Lima Latihan, untuk menyucikan pikiran, ucapan dan perbuatan mereka.

Cara Magha dalam mengajarkan adalah dengan praktik. Salah satu contoh hal ini terjadi ketika suatu hari para penduduk desa berkumpul untuk mengerjakan kerajinan tangan. Magha yang Baik membersihkan sebuah tempat untuk dia duduk. Sebelum dia duduk, seseorang yang lain telah mendudukinya. Jadi ia dengan sabar membersihkan tempat yang lain. Seorang tetangga duduk di tempatnya lagi. Hal ini terulang dan terulang lagi, sampai ia sudah dengan sabar membersihkan tempat duduk untuk semua yang hadir. Hanya dengan demikian ia dapat duduk di tempat yang terakhir.

Continue reading

Burung Merak yang Menari (Kebanggaan dan Kerendahan Hati)


Suatu ketika zaman dahulu kala, binatang berkaki empat menjadikan seekor singa sebagai raja mereka. Ada seekor ikan raksasa yang mengembara di lautan dan ikan-ikan menjadikannya sebagai raja mereka. Para burung tertarik pada keindahan, demikianlah mereka memilih Angsa Emas sebagai raja mereka.

Raja Angsa Emas memiliki anak yang cantik. Ketika anaknya masih kecil, ia mengabulkan satu buah permintaan untuknya. Anaknya berkeinginan, ketika ia cukup besar, ia dapat memilih suaminya sendiri.

Ketika anaknya beranjak dewasa, Raja Angsa Emas mengundang semua burung yang berada di Gunung Himalaya yang maha besar di Asia Tengah untuk berkumpul. Maksudnya adalah untuk menemukan suami yang pantas bagi anak gadisnya. Burung-burung datang dari berbagai jarak yang jauh, bahkan dari Tibet yang tinggi. Mereka adalah para soang (angsa peliharaan), angsa, elang, burung pipit, burung kolibri, burung tekukur, burung hantu dan banyak burung-burung jenis lainnya.

Pertemuan tersebut diadakan di atas lempengan bebatuan yang tinggi, di lahan hijau yang indah di Nepal. Raja Angsa Emas mengatakan kepada anak gadis kesayangannya untuk memilih suami mana saja yang ia inginkan.

Ia menyaksikan banyak jenis burung. Matanya tertuju pada burung merak yang berleher hijau dengan kilauan cahaya dan bulu ekor yang berjuntai sangat indah. Ia mengatakan kepada ayahnya, “Burung ini, si merak, akan menjadi suamiku.”

Mendengar bahwa si merak sebagai yang beruntung, semua burung lainnya mengerumuni si merak untuk mengucapkan selamat padanya. Mereka berkata, “Meskipun di antara begitu banyak jenis burung yang indah, putri Angsa Emas telah memilihmu. Kami mengucapkan selamat atas keberuntunganmu.”

Si burung merak menjadi sangat dipenuhi keangkuhan, ia mulai memamerkan bulu-bulunya yang penuh warna dalam sebuah tarian mengigal yang luar biasa. Ia mengibaskan bulu ekornya yang mengagumkan dan menari berputar untuk memamerkan ekornya yang indah. Menjadi begitu sombong, ia mengadahkan kepalanya ke angkasa dan melupakan segala kerendahan hati, dengan begitu ia juga mempertunjukkan bagian-bagiannya yang sangat pribadi agar semua melihat!

Para burung lainnya, khususnya yang muda, tertawa terkikih-kikih. Tetapi Raja Angsa Emas tidak merasa senang. Ia merasa malu menyaksikan pilihan putrinya berlaku semacam itu. Ia berpikir, “Merak ini tidak mempunyai naluri kemaluan untuk memberinya sopan santun yang pantas. Tidak juga ia memiliki ketakutan luar untuk mencegah prilakunya yang tidak senonoh. Lalu mengapa putriku harus dipermalukan oleh pasangan yang berpikir tanpa pertimbangan seperti itu?

Berdiri di tengah-tengah kumpulan besar pada burung, raja burung berkata, “Tuan merak, suaramu merdu, bulu-bulumu indah, lehermu bercahaya seperti sebuah batu permata, dan ekormu seperti kipas yang begitu indah. Tetapi kamu telah berdansa di sini layaknya seseorang yang tidak memiliki rasa malu ataupun takut sebagaimana mestinya. Aku tidak akan mengijinkan putriku yang tak berdosa ini untuk menikah dengan merak dungu seperti kamu!”

Kemudian Raja Angsa Emas menikahkan putrinya dengan keponakan raja. Burung merak yang dungu terbang jauh, kehilangan seorang calon istri yang cantik.

Pesan Moral : Jika membiarkan rasa bangga bersemayam di pikiranmu, kamu akan mulai bertindak layaknya seorang yang dungu.

Diterjemahkan oleh Ika Pritami, Editor Selfy Parkit.

Sumber: Prince Goodspeaker – Buddhist Tales for Young and Old Volume 1, Stories 1-50

Many thanks to Mr. Tasfan and Willy Yanto Wijaya.

SAHABAT BAIK (Kekuatan Persahabatan)


Jauh sebelum ada cerita ini, orang-orang di Asia terbiasa mengatakan bahwa tidak akan pernah ada waktu dimana seekor gajah dan seekor anjing menjadi sahabat. Gajah sama sekali tidak menyukai anjing dan anjing takut kepada gajah.

Saat anjing ketakutan terhadap sesuatu yang lebih besar darinya, mereka sering mengonggong sangat keras untuk menutupi rasa takut. Anjing terbiasa melakukannya saat mereka melihat gajah, gajah akan merasa terganggu dan mengejar mereka. Gajah menjadi tidak sabar sama sekali jika anjing datang. Bahkan jika seekor anjing diam dan tidak bergerak, gajah di dekat mana pun akan otomatis menyerangnya. Inilah sebabnya mengapa setiap orang setuju bahwa gajah dan anjing adalah musuh alami, sama seperti singa dan macan atau kucing dan tikus.

Suatu hari, ada seekor gajah jantan kerajaan yang sangat sehat dan terawat. Di lingkungan kandang gajah terdapat seekor anjing kurus kering, kelaparan dan liar. Ia tertarik dengan wangi nasi yang lezat dari makanan gajah kerajaan. Jadi ia mulai menyelinap masuk ke kandang dan memakan nasi lezat yang jatuh dari mulut gajah. Ia sangat menyukainya, sehingga mulai saat itu anjing tidak akan makan di tempat lain. Saat menikmati makanannya, gajah yang besar dan kuat tidak mengetahui kehadiran anjing kecil, liar dan pemalu.

Setelah memakan banyak makanan, anjing yang makan dari sisa makanan menjadi besar dan kuat juga sangat tampan. Gajah yang baik mulai memperhatikannya. Karena anjing itu sudah terbiasa berada di sekitar gajah, ia kehilangan rasa takutnya. Sehingga ia tidak mengonggong. Karena gajah tidak terganggu dengan anjing yang bersahabat itu, gajah perlahan-lahan menjadi terbiasa dengannya.

Lambat laun mereka menjadi lebih ramah dan lebih ramah satu sama lain. Tak lama kemudian, tak satu pun akan makan tanpa yang lainnya, dan mereka menikmati kebersamaan mereka. Ketika mereka bermain, si anjing akan menangkap belalai gajah, dan gajah akan mengayunkannya ke depan dan ke belakang, dari samping ke samping, ke atas dan ke bawah, dan bahkan memutar. Sehingga mereka menjadi “sahabat baik”, dan tidak pernah mau dipisahkan.

Kemudian suatu hari, seorang laki-laki dari desa terpencil yang mengunjungi kota, melewati kandang gajah. Dia melihat anjing lincah, yang menjadi kuat dan tampan. Dia membeli anjing dari penjaga (mahout), walaupun si penjaga sesungguhnya bukan si pemilik anjing. Dia membawa anjing itu ke rumahnya di desa, tanpa seorang pun tahu keberadaannya.

Tentu saja, gajah jantan kerajaan menjadi sangat sedih ketika dia kehilangan teman baiknya, anjing. Dia menjadi sangat sedih sampai dia tidak mau melakukan apa pun, tidak juga makan, minum atau mandi. Jadi penjaga melaporkannya ke raja, walaupun dia tidak mengatakan apa pun tentang penjualan anjing.

Hal ini terjadi saat raja mempunyai menteri yang pandai dan mengerti binatang. Untuk itu Raja memerintahkan menteri untuk pergi dan mencari tahu penyebab dari kondisi si gajah.

Menteri  yang bijaksana pergi ke kandang gajah. Dia melihat sesekali gajah jantan kerajaan sangat sedih. Dia berpikir, “Gajah ini sepertinya tidak sakit. Tetapi aku pernah melihat kondisi ini sebelumnya, sama seperti pada manusia dan binatang. Kesedihan gajah ini mungkin disebabkan oleh kehilangan sahabat dekatnya.”

Kemudian menteri berkata kepada pengawal dan pengunjung, “Aku tidak menemukan penyakit. Ia terlihat amat sedih karena kehilangan seorang sahabat. Apakah kamu tahu jika gajah ini mempunyai persahabatan yang sangat dekat dengan sesuatu?”

Mereka memberi tahu menteri betapa gajah kerajaan dan anjing liar adalah teman baik. “Apa yang terjadi dengan anjing liar ini?” tanya menteri. “Ia telah dibawa pergi oleh seseorang yang tidak dikenal,” jawab mereka, “dan kami tidak mengetahui di mana dia sekarang.”

Kemudian menteri kembali menemui raja dan berkata “Raja, aku sangat senang mengatakan bahwa gajah Anda tidak sakit. Mungkin terdengarnya aneh, gajah itu menjadi sahabat baik anjing liar! Sejak anjing itu telah dibawa pergi, gajah Anda sangat sedih dan tidak merasa ingin makan, minum atau mandi. Ini adalah pendapatku.”

Raja berkata, “Persahabatan adalah satu hal yang paling indah dalam kehidupan. Menteriku, bagaimana kita bisa membawa kembali sahabat gajahku dan membuatnya bahagia lagi?”

“Raja,” jawab menteri “Aku menyarankan Anda membuat pengumuman resmi, barang siapa mempunyai anjing yang pernah tinggal di kandang gajah kerajaan, akan diampuni.”

Hal ini dilakukan raja, dan ketika warga desa itu mendengarnya, dia melepaskan anjing itu dari rumahnya. Anjing sangat bahagia dan lari secepat mungkin, kembali ke sahabat baiknya, gajah jantan kerajaan.

Gajah sangat senang, dia mengangkat sahabatnya dengan belalainya dan mendudukannya di atas kepalanya. Anjing yang bahagia itu mengibas-ibaskan ekornya, sedangkan mata gajah berbinar-binar gembira. Mereka berdua hidup bahagia selamanya.

Sementara itu, Raja sangat senang gajahnya telah kembali baik. Raja kagum dengan menterinya yang nampaknya mampu membaca pikiran seekor gajah. Jadi dia memberikan hadiah yang sesuai.

Pesan moral: Bahkan ‘Musuh alami’ pun dapat menjadi sahabat baik.

Diterjemahkan oleh Novita Hianto, editor Selfy Parkit.

Sumber: Prince Goodspeaker – Buddhist Tales for Young and Old Volume 1, Stories 1-50

LADYFACE (Pergaulan)


Pada suatu ketika, Raja Benares mempunyai seekor gajah jantan kerajaan yang baik, sabar dan jinak. Bersamaan dengan wataknya yang baik, dia juga memiliki wajah yang lemah-lembut. Sehingga dikenal dengan nama ‘Ladyface’.

Pada suatu malam, segerombolan pencuri mengadakan pertemuan tepat di depan kandang gajah. Di dalam kegelapan, mereka membicarakan tentang rencana mereka untuk merampok warga. Mereka membicarakan tentang pemukulan dan pembunuhan, serta menyombong bahwa mereka sudah tidak memiliki kebaikan jadi mereka tidak punya rasa kasihan terhadap korban mereka. Mereka menggunakan bahasa pasaran yang kasar untuk menakuti orang-orang dan untuk membuktikan betapa kuatnya mereka.

Karena malam itu sangat sunyi, Ladyface tidak melakukan apa pun tetapi hanya mendengarkan semua rencana jahat dan perkataan kejam yang kasar. ia mendengarkan dengan seksama dan, seperti yang dilakukan gajah-gajah, ia menggingat semuanya. Karena dilatih untuk patuh dan menghormati manusia, ia berpikir bahwa orang-orang ini juga harus dipatuhi dan dihormati, seperti guru-guru.

Setelah hal ini berlangsung dalam beberapa malam, Ladyface memutuskan bahwa hal yang benar untuk dilakukan adalah menjadi kasar dan kejam. Hal ini biasanya terjadi pada seseorang yang bergaul dengan mereka yang sifat dasar pemikirannya rendah dan kasar. Tetapi hal ini dapat terjadi khususnya pada seorang lemah lembut yang berharap untuk menyenangkan orang lain.

‘Mahout’ adalah pangilan orang India terhadap pelatih spesial dan perawat terutama sekali seekor gajah. Mereka biasanya sangat dekat. Pada pagi dini hari, Mahout Ladyface datang untuk mengunjunginya seperti biasa. Gajah itu, Pikirannya dipenuhi dengan pembicaraan perampok semalam, tiba-tiba menyerang pelatihnya. ia mengangkatnya dengan belalai, meremasnya, dan menghempaskannya ke lantai, membunuhnya dalam waktu singkat. Kemudian, ia mengangkat dua orang pengunjung, bergantian, dan membunuhnya juga dengan ganas.

Kabar ini cepat menyebar ke seluruh kota bahwa Ladyface yang dikagumi telah berubah mendadak menjadi gila dan menjadi pembunuh manusia yang ditakuti. Orang-orang datang kepada raja untuk meminta bantuan.

Hal ini terjadi ketika raja mempunyai seorang menteri pintar yang dikenal dapat memahami binatang. Jadi raja memanggilnya dan memerintahkannya untuk pergi dan mencari tahu penyakit atau kondisi lain apa yang menyebabkan gajah kesukaannya berubah menjadi sangat gila.

Menteri itu adalah Bodhisatta – makhluk yang tercerahkan. Sesampainya di kandang gajah, dia berbicara lembut dengan kata yang menyejukan kepada Ladyface, dan membuatnya tenang. Dia memeriksa Ladyface dan mengetahui bahwa kesehatan fisik Ladyface dalam keadaan prima. Ketika dia berbicara ramah kepada Ladyface, dia memperhatikan bahwa gajah itu menggerakan telinganya dan memberi perhatian lebih. Hal ini hampir seperti ketika binatang malang telah kelaparan bunyi dari kata-kata yang lembut. Maka menteri mengetahui bahwa gajah ini pastinya telah mendengar kata-kata kasar atau melihat perbuatan kejam dari mereka yang ia salah nilai sebagai guru.

Dia bertanya kepada penjaga gajah, “Apakah kamu melihat siapa saja yang berkeliaran di kandang gajah, saat malam hari atau kapan pun?” “Ya, menteri,” jawab mereka, “Beberapa minggu terakhir sekelompok perampok mengadakan pertemuan di sini. Kami takut melakukan apa pun, karena mereka mempunyai karakter yang kejam. Ladyface dapat mendengar setiap perkataan mereka.”

Kemudian menteri kembali menemui raja. Dia berkata, “Raja, gajah kesayangan Anda, Ladyface, dalam keadaan sehat fisik. Aku menemukan bahwa karena mendengarkan perkataan kasar dan kejam dari para perampok selama bermalam-malam, ia sudah belajar menjadi kasar dan kejam. Pergaulan yang tidak baik sering mengarahkan kepada pikiran dan tindakan yang tidak baik.”

Raja bertanya, “Apa yang harus dilakukan?” Menteri berkata, “Baiklah Raja, sekarang kita harus membalik proses tersebut. Kita harus mengirim orang-orang bijak dan para bhikkhu, yang mempunyai pemikiran bijak, hanya untuk menghabiskan beberapa malam di luar kandang gajah. Di sana mereka harus berbicara tentang nilai-nilai kebajikan dan kesabaran, membangkitkan perasaan kasih sayang, cinta kasih, dan tidak menyakiti.”

Kemudian hal tersebut dilakukan. Selama beberapa malam, orang-orang bijaksana berbicara tentang nilai-nilai kebajikan. Mereka hanya menggunakan bahasa yang lembut baik dan sopan, untuk menciptakan kedamaian dan kenyamanan kepada setiap orang.

Setelah mendengar percakapan baik ini selama beberapa malam, Ladyface si gajah jantan bahkan menjadi lebih damai dan menyenangkan daripada sebelumnya!

Melihat perubahan total tersebut, menteri melaporkannya kepada raja, dengan berkata “Raja, Ladyface sekarang bahkan menjadi lebih tak berbahaya dan ramah daripada sebelumnya. Sekarang dia sama lembutnya seperti seekor domba!”

Raja berkata, “Hal yang sungguh menakjubkan bahwa seekor gajah gila yang kasar semacam itu dapat diubah dari bergaul dengan orang-orang bijaksana dan para bhikkhu.” Raja terkagum-kagum bahwa menterinya nampaknya mampu membaca pikiran seekor gajah. Sehingga ia memberikannya hadiah yang sesuai.

Pesan moral: Seperti halnya perkataan kasar memengaruhi dengan kekejaman, begitu juga kata-kata baik menyembuhkan dengan tanpa melukai

Diterjemahkan oleh Novita Hianto, editor Selfy Parkit.

Sumber: Prince Goodspeaker – Buddhist Tales for Young and Old Volume 1, Stories 1-50

AIR MANDI KOTOR (Kebersihan)


Pada suatu ketika, di sebuah kerajaan di India, seekor kuda yang paling bagus dibawa ke sungai untuk dimandikan. Tukang kuda membawanya ke kolam dangkal yang sama dimana mereka selalu memandikannya.

Tetapi sesaat sebelum mereka tiba, seekor kuda kotor telah mandi pada tempat yang sama. Kuda tersebut telah ditangkap dari luar kota dan belum pernah mandi dengan bersih sepanjang hidupnya.

Ketika kuda kerajaan menghirup udara, seketika dia mengetahui bahwa kuda liar yang kotor telah dimandikan di sini dan mengotori airnya. Sehingga dia menjadi jijik dan menolak untuk dimandikan di tempat itu.

Tukang kuda berusaha sekuat tenaga agar kuda kerajaan masuk ke air, tetapi tidak berhasil. Jadi mereka pergi kepada raja dan mengeluh bahwa kuda jantan kerajaan yang terlatih baik tiba-tiba menjadi keras kepala dan tidak dapat diatur.

Hal ini terjadi pada saat raja mempunyai seorang menteri yang pandai dan dapat mengerti binatang. Jadi Raja memanggilnya dan berkata, “Tolong pergi dan lihat apa yang telah terjadi pada kuda nomor satuku. Cari tahu apakah dia sakit atau alasan apa yang membuat dia menolak dimandikan. Dari semua kudaku, dia adalah satu-satunya kuda yang memiliki kualitas tinggi dan dia tidak akan membiarkan dirinya masuk ke tempat kotor. Pasti ada sesuatu yang salah.”

Kemudian menteri pergi menuju ke tepi sungai kolam permandian secepatnya. Dia menemukan bahwa kuda agung tidak sakit dan dalam keadaan sehat. Dia juga memperhatikan bahwa kuda agung berusaha menahan nafas. Kemudian dia menghirup udara dan mencium sedikit bau tidak sedap. Memeriksa lebih lanjut, dia menemukan bahwa bau tersebut berasal dari air kotor di kolam mandi. Jadi dia berpikir bahwa kuda lain yang sangat kotor pasti telah dimandikan di sana, dan kuda raja terlalu mencintai kebersihan untuk mandi di dalam air yang kotor.

Menteri bertanya kepada tukang kuda, “Apakah hari ini ada kuda lain yang telah dimandikan di tempat ini?” “Ada,” jawab mereka, “Sebelum kami sampai, seekor kuda liar telah mandi di sini.” Menteri berkata kepada mereka, “Tukang kuda, ini adalah kuda kerajaan yang menyukai kebersihan. Dia tidak mau mandi di air kotor. Jadi hal yang harus dilakukan adalah membawanya mandi ke hulu sungai tempat dimana airnya segar dan bersih, dan mandikan ia di sana”

Mereka mengikuti intruksi menteri dan kuda kerajaan mau mandi di tempat yang baru.

Menteri kembali ke kerajaan dan menceritakan hal yang telah terjadi. Dia berkata, “Anda benar yang mulia, kuda yang sangat bagus mempunyai kualitas tinggi sehingga dia tidak mau masuk ke dalam kotoran!”

Raja terpesona bahwa menterinya nampaknya mampu membaca pikiran seekor kuda. Sehingga Raja memberikannya hadiah yang sesuai.

Pesan moral: Binatang pun bahkan menghargai kebersihan.

Diterjemahkan oleh Heny, editor Selfy Parkit.

Sumber: Prince Goodspeaker – Buddhist Tales for Young and Old Volume 1, Stories 1-50

KUDA PERKASA SI MAHA TAHU (Keberanian)


Pada suatu ketika, Raja Brahmadatta memerintah di Benares, di India sebelah utara. Ia memiliki seekor kuda perkasa yang lahir di wilayah Sindh, lembah sungai Indus, sebelah barat India. Kuda ini adalah Makhluk yang Tercerahkan.

Selain berukuran besar dan kuat, ia sangat pandai dan bijaksana. Ketika ia masih muda, orang-orang menyadari bahwa ia kelihatannya selalu tahu apa keinginan penunggangnya sebelum diberi perintah. Maka ia disebut si Maha Tahu.

Ia dianggap sebagai kuda kerajaan yang paling perkasa, dan diberikan yang terbaik untuk semua kebutuhannya. Kandang kudanya dihias dan selalu bersih dan indah. Kuda-kuda biasanya setia kepada tuan mereka. Si Maha Tahu sangat setia dan tahu berterima kasih atas begitu baiknya raja merawatnya. Dari semua kuda-kuda istana, si Maha Tahu juga yang paling berani. Maka raja menghargai dan mempercayainya.

Kemudian, tujuh raja dari kerajaan tetangga bersatu untuk melawan Raja Brahmadatta. Setiap raja membawa empat pasukan hebat – pasukan gajah dan kuda, kereta perang dan barisan prajurit. Bersama-sama ketujuh raja dengan semua pasukan mereka, mengepung kota Benares.

Raja Brahmadatta menggumpulkan para menteri dan penasehatnya untuk membuat rencana-rencana untuk mempertahankan kerajaan. Mereka menasehatinya, “Jangan menyerah. Kita harus melawan untuk melindungi kekuasaan tertinggi kita. Tetapi, Anda seharusnya tidak mengorbankan orang-orang istana pada permulaannya. Tapi kirimlah pejuang dari semua ksatria untuk mewakili Anda di medan perang. Jika ia kalah, maka Andalah yang kemudian harus pergi.”

Maka raja memangil pejuang tersebut dan bertanya, “Dapatkah Anda menjadi pemenang melawan tujuh raja-raja tersebut?” Si Ksatria menjawab, “Jika Anda mengijinkan aku untuk mengendarai si Maha Tahu kuda perkasa yang paling berani dan paling bijaksana, hanya demikian aku dapat memenangkan pertarungan.” Raja setuju dan berkata, “Kemenanganku tergantung pada kau dan si Maha Tahu, untuk menyelamatkan negara ini dari mara bahaya. Bawalah apa pun yang engkau butuhkan.”

Ksatria pejuang pergi ke kandang kuda istana. Ia memerintahkan si Maha Tahu diberi makan yang baik dan diberi pakaian pelindung senjata dengan semua kondisi terbaik. Lalu ia membungkuk dengan hormat dan naik ke pelana kuda yang indah.

Si Maha Tahu mengetahui apa yang terjadi. Ia berpikir, “Ketujuh raja ini telah datang untuk menyerang negara dan rajaku yang telah memberi makan, merawat dan mempercayaiku. Tidak hanya tujuh raja, tapi juga pasukan mereka yang besar dan kuat mengancam rajaku dan semuanya di Benares. Aku tidak akan membiarkan mereka menang. Tapi aku juga tidak akan memperbolehkan ksatria pejuang membunuh para raja tersebut. Karena aku juga akan terlibat dalam perbuatan yang merugikan dari mengambil kehidupan pihak lain, dalam rangka memenangkan sebuah kemenangan biasa. Malahan, aku akan mengajarkan sebuah cara baru. Aku akan menangkap semua tujuh raja itu tanpa membunuh seorang pun. Itu akan menjadi kemenangkan besar sejati!”

Lalu si Maha Tahu berbicara ke penunggangnya, “Tuan ksatria, mari kita memenangkan pertempuran dengan sebuah cara baru, tanpa memusnahkan kehidupan. Anda hanya harus menangkap setiap raja satu per satu dan tetap berada di punggungku. Biarkan aku menemukan pelajaran sejati melalui banyak pasukan. Perhatikan aku ketika Anda menunggang dan aku akan memperlihatkan kepadamu keberanian yang melampaui cara lama, cara membunuh!”

Ketika ia berbicara tentang ‘sebuah cara baru’ dan ‘pelajaran sejati’ dan ‘keberanian yang melampaui apa pun’, ia seperti kuda agung yang lebih besar daripada kehidupan. Ia mengangkat dirinya dengan anggun dengan kaki belakangnya yang kuat dan melihat ke bawah ke semua pasukan yang mengepung kota. Semua mata terpana oleh kekuatan yang satu ini. Bumi bergetar ketika kaki depannya kembali ke tanah dan ia menyerang ke tengah-tengah empat pasukan dari raja pertama. Ia sepertinya memiliki kecepatan cahaya, kekuatan seratus gajah, dan keyakinan agung dari beberapa alam semesta.

Gajah-gajah dapat mengingat tidak ada satu kuda pun seperti ini, dan demikian pasukan gajah mundur ketakutan. Kuda-kuda tahu bahwa saudara mereka adalah jagoan paling ulung diantara mereka semua, dan demikian pasukan kuda dan pasukan kereta perang berdiri kaku dan membungkuk hormat ketika Makhluk hebat tersebut lewat dan barisan tentara berpencar seperti lalat sebelum datangnya angin kencang.

Raja pertama tidak tahu apa yang telah terjadi, sebelum ia dengan mudah ditangkap dan dibawa ke kota Benares. Dan juga dengan raja kedua, ketiga, keempat, dan kelima.

Dengan cara yang sama raja keenam tertangkap. Tetapi salah satu pengawal setianya melompat dari persembunyian dan menikam pedangnya dalam sekali di sebelah Maha Tahu yang berani. Dengan darah mengucur dari lukanya, ia membawa ksatria pejuang dan menangkap raja keenam kembali ke kota.

Ketika ksatria melihat luka parah tersebut, ia tiba-tiba menjadi takut untuk mengendarai si Maha Tahu yang telah lemah untuk melawan raja ketujuh. Maka ia mulai memakaikan baju baja ke kuda lain yang perkasa, yang juga sebesar si Maha Tahu.

Melihat hal ini, walaupun sangat menderita karena luka yang mematikan tersebut, si Maha Tahu berpikir, “Si ksatria pejuang ini telah kehilangan keberaniannya dengan sangat cepat. Ia tidak memahami sifat sejati dari kekuataanku – pengetahuan bahwa kedamaian sejati hanya dapat dicapai dengan cara-cara yang damai. Ia berusaha mengalahkan raja ketujuh dan pasukan-pasukannya dengan cara biasa, mengendarai seekor kuda biasa.

“Setelah mengambil langkah pertama untuk tidak membunuh makhluk hidup, aku tidak boleh berhenti setengah jalan. Usaha luhurku untuk mengajarkan sebuah cara baru akan lenyap seperti menggambar garis di air!”

Kuda perkasa yang Maha Tahu berkata kepada ksatria pejuang. “Tuan ksatria, raja ketujuh dan pasukannya adalah yang paling hebat dari semuanya. Mengendarai seekor kuda biasa, walaupun Anda membunuh seribu orang dan binatang, Anda akan kalah. Aku kuda perkasa suku Sindh, dikenal sebagai si Maha Tahu, hanya aku yang dapat mengalahkan mereka tanpa melukai siapa pun, dan menangkap raja ke tujuh hidup-hidup!”

Ksatria pejuang memperoleh kembali keberaniannya. Kuda perkasa berjuang menahan rasa sakitnya. Ketika darah terus mengalir, ia menyerbu dan menyerang empat pasukan dan ksatria menangkap raja terakhir dari ketujuh raja yang suka berperang. Lagi-lagi semua jalannya terbebas dari kekerasan. Melihat tujuh raja mereka dalam penangkapan, para pasukan meletakan senjata mereka dan meminta untuk berdamai.

Menyadari Maha Tahu kuda perkasa tidak dapat bertahan hidup sampai malam, Raja Brahmadatta pergi menemuinya. Ia telah memeliharanya sejak dari kecil, sehingga ia menyayanginya. Ketika raja melihat bahwa ia sekarat, matanya penuh dengan air mata.

Maha Tahu berkata, “Rajaku, aku telah mengabdi dengan setia kepadamu. Dan aku telah melampaui dan menunjukkan sebuah cara baru. Sekarang Anda harus mengabulkan permintaan terakhirku. Anda harus tidak membunuh ketujuh raja ini, walaupun mereka telah berbuat salah kepadamu. Karena, sebuah kemenangan yang menumpakan darah menaburkan benih-benih dari perang berikutnya. Maafkan penyerbuan mereka kepadamu, biarkan mereka kembali ke kerajaan mereka dan semoga Anda semua hidup damai mulai dari sekarang.

“Hadiah apa pun yang Anda ingin berikan kepada hamba, berikanlah kepada ksatria pejuang. Lakukan hanya perbuatan baik, bermurah hatilah, jungjung tinggi kebenaran dan tidak membunuh makhluk hidup. Memerintah dengan adil dan penuh belas kasih.”

Kemudian ia menutup mata dan menghembus nafas terakhir. Raja menangis dan semua berduka atas kepergiannya. Dengan rasa hormat yang tinggi, mereka membakar tubuh si Maha Tahu kuda perkasa – Makhluk yang Tercerahkan.

Raja Brahmadatta membawa tujuh raja kepadanya. Mereka juga menghormati kuda perkasa tersebut, yang telah mengalahkan para pasukan mereka tanpa menumpahkan satu darah pun, kecuali darahnya sendiri. Dalam memorinya mereka berdamai dan tidak pernah lagi tujuh raja dan Brahmadatta berperang satu sama lain.

Pesan moral : Kedamaian sejati hanya dapat dimenangkan oleh cara-cara yang damai.

Diterjemahkan oleh Heny, editor Selfy Parkit.

Sumber: Prince Goodspeaker – Buddhist Tales for Young and Old Volume 1, Stories 1-50

RAJA ANJING PERAK (Keadilan)


Pada suatu ketika, Raja Benares pergi ke tamannya yang indah dengan kereta tempur yang dihias dengan sangat indah. Ia sangat menyayangi kereta tempur ini, terutama karena tali kulit pegangan dan pengikatnya yang dibuat dari kerajinan tangan.

Dalam kesempatan ini, ia tinggal di dalam tamannya yang indah sepanjang hari sampai malam. Malam itu telah larut ketika ia akhirnya pulang ke istana. Sehingga kereta tempurnya ditinggal di luar halaman sepanjang malam, dan tidak dikunci dengan benar.

Sepanjang malam turun hujan dengan lebatnya dan tali kulitnya menjadi basah, mengembung, menjadi lembek, dan berbau. Anjing-anjing istana yang malas mencium bau kulit yang menggiurkan dan mendatangi tempat tersebut. Mereka mengunyah dan menelan tali kulit kereta tempur yang lembek dan basah itu. Sebelum fajar, mereka kembali pulang ke kandang mereka tanpa diketahui siapa pun di dalam istana.

Ketika raja bangun tidur dan tiba di halaman, ia melihat tali kulit tersebut telah digigit dan dimakan oleh anjing-anjing. Ia memanggil para pelayan dan menuntut untuk mengetahui bagaimana ini terjadi.

Karena mereka diharuskan untuk mengawasi anjing-anjing istana, para pelayan takut mereka akan disalahkan. Karena itu, mereka mengarang cerita bahwa anjing kampung dan liar dari luar istana telah datang ke halaman istana melalui saluran air. Merekalah yang telah memakan tali kulit indah tersebut.

Raja menjadi sangat murka. Ia telah dikuasai oleh kemarahan lalu ia memutuskan untuk membalas dendam terhadap semua anjing. Maka ia mengeluarkan perintah bahwa di mana pun seseorang di kota melihat seekor anjing, ia harus membunuh anjing tersebut dengan segera!

Orang-orang mulai membunuh anjing-anjing. Anjing-anjing tidak mengerti mengapa tiba-tiba mereka dibunuh. Kemudian, mereka menyelidiki perintah raja itu. Mereka menjadi sangat ketakutan dan mengungsi ke pemakaman di pinggiran kota. Di tempat inilah pemimpin mereka tinggal, Raja Anjing Perak.

Perak adalah raja bukan karena ia paling besar atau paling kuat atau perkasa. Ia berukuran sedang, dengan bulu perak yang mengkilap, mata hitam yang berkilau, dan telinga tegak yang waspada. Ia berjalan dengan penuh wibawa yang membawa kekaguman dan rasa hormat dari orang mau pun para anjing. Selama kehidupannya ia telah belajar banyak, dan mampu memusatkan pikirannya pada hal yang paling penting. Maka ia menjadi yang paling bijaksana dari semua anjing, juga sebagai anjing yang paling memperhatikan yang lainnya. Itulah alasan-alasan ia menjadi raja anjing.

Di pemakaman, para anjing merasa panik. Mereka sangat ketakutan. Perak si Raja Anjing bertanya kepada mereka mengapa mereka sangat ketakutan. Mereka menceritakan kepadanya semua tentang tali kulit kereta dan perintah raja serta orang-orang yang membunuh mereka di mana pun orang-orang melihat mereka.

Raja Perak mengetahui bahwa mustahil untuk dapat masuk ke dalam halaman istana yang dijaga dengan ketat. Maka ia menyadari bahwa tali kulit tersebut pastinya telah dimakan oleh para anjing yang tinggal di dalam istana.

Ia berpikir, “Kami para anjing tahu bahwa bagaimana pun berbedanya masing-masing penampilan kami ini, kami saling berhubungan satu sama lain. Maka sekarang, aku harus berusaha dengan sekuat tenaga untuk menyelamatkan kehidupan seluruh anjing-anjing malang, para saudaraku. Tidak ada yang dapat menyelamatkan mereka selain aku.”

Ia menenangkan mereka dengan berkata, “Jangan takut. Aku akan menyelamatkan kalian semua. Tinggallah di pemakaman ini dan jangan pergi ke kota. Aku akan memberi tahu Raja Benares siapa para pencuri dan siapa yang tidak bersalah. Kebenaran akan menyelamatkan kita semua.”

Sebelum berkemas, ia pergi menuju ke bagian lain dari pemakaman untuk menyendiri. Setelah banyak mempraktikan kebaikan sepanjang kehidupan dan melatih pikirannya. Sekarang ia memusatkan pikiran dengan bersungguh-sungguh dan mengisi pikirannya dengan rasa cinta kasih. Ia berpikir, “Semoga semua anjing sehat dan berbahagia, dan semoga semua anjing mendapat keselamatan. Aku pergi ke istana semata-mata untuk keselamatan para anjing dan juga manusia. Tak seorang pun akan menyerang atau melukai diriku.”

Lalu Perak si Raja Anjing mulai berjalan dengan pelan melewati jalan-jalan di Benares. Karena pikirannya terpusat,  ia tidak merasa takut karena selama kehidupannya yang penuh dengan banyak kebaikan, ia berjalan dengan tenang dan berwibawa yang menyebabkan rasa hormat. Dan karena pancaran hangat cinta kasih yang dapat dirasakan oleh setiap manusia, tak seorang pun merasakan kemarahan atau ada niat untuk melukai dirinya. Malahan, mereka kagum ketika Makhluk yang Agung tersebut lewat dan merasa heran mengapa hal itu bisa terjadi!

Hal itu seperti seluruh kota menerimanya. Tanpa rintangan, Raja Anjing Perak berjalan melewati penjaga istana, menuju ruang pengadilan istana dan duduk dengan tenangnya tepat di bawah singgasana raja. Raja Benares sangat terkesan dengan keberanian dan wibawanya yang sangat besar. Maka ketika para pelayan datang untuk mengusir anjing tersebut, ia memerintahkan mereka untuk membiarkannya.

Lalu Raja Anjing Perak keluar dari bawah singgasana dan bertatapan langsung dengan Yang Mulia Raja Benares. Ia membungkuk dengan penuh rasa hormat dan bertanya, “Yang Mulia, apakah benar Anda yang telah memberi perintah bahwa semua anjing di kota harus dibunuh?” “Ya, benar,” jawab raja. “Apakah kesalahan yang telah para anjing lakukan?” tanya raja anjing. “Anjing-anjing tersebut telah memakan tali kulit kereta tempurku yang sangat indah.” “Apakah Anda tahu anjing-anjing mana saja yang telah berbuat itu?” tanya Raja Perak. “Tidak seorang pun tahu,” kata Raja Benares.

“Tuanku,” kata anjing, “Bagi seorang raja seperti Anda, yang mengharapkan keadilan, apakah ini benar dengan membunuh semua anjing sebagai ganti kesalahan dari beberapa ekor anjing? Apakah ini adil bagi yang tidak bersalah?” Raja menjawab, seolah-olah hal itu masuk akal baginya, “Karena aku tidak tahu anjing mana yang telah menghancurkan tali kulitku, dengan hanya memberi perintah membunuh semua anjing, aku dapat menghukum yang telah bersalah. Raja harus adil!”

Raja anjing perak diam sejenak, sebelum menantang raja dengan pertanyaan sangat penting – “Tuanku Raja, apakah benar Anda telah memerintahkan semua anjing untuk dibunuh atau apakah ada yang tidak dibunuh?” Raja tiba-tiba menjadi agak gelisah ketika ia terpaksa harus mengakui di depan pengadilan, “Hal itu benar bahwa sebagian besar anjing dibunuh tapi tidak semuanya. Kecuali untuk anjing keturunan murni dari istanaku .”

Lalu raja anjing berkata, “Tuanku, sebelum Anda berkata bahwa semua anjing harus dibunuh dengan alasan untuk memastikan bahwa yang bersalah akan dihukum. Sekarang Anda berkata bahwa anjing istana Anda sendiri dibiarkan saja. Ini menunjukan bahwa Anda telah bertindak salah dengan berburuk sangka. Untuk seorang raja yang berharap untuk adil, adalah salah melindungi beberapa golongan daripada yang lainnya. Keadilan raja harus seimbang seperti sebuah timbangan yang jujur. Meskipun Anda memberi perintah kematian ke semua anjing, nyatanya ini hanyalah pembantaian terhadap anjing-anjing yang malang. Anjing-anjing istana Anda dengan tidak adil diselamatkan, sedangkan yang malang dibunuh dengan kekeliruan!”

Menyadari kebenaran dari kata-kata raja anjing, Raja Benares bertanya, “Apakah kamu cukup bijaksana untuk mengetahui anjing mana yang telah memakan tali kulit pegangan dan pengikatnya?” “Ya Tuanku, aku tahu,” jawabnya, “Tidak lain dan tidak bukan adalah anjing-anjing istana kesayangan Anda, dan aku dapat membuktikannya.” “Silahkan,” kata raja.

Raja anjing meminta agar hewan peliharaan istana dibawa ke dalam ruang pengadilan istana. Ia meminta campuran sisa susu dan rumput agar anjing-anjing tersebut memakannya. Setelah menunggu dan melihat, ketika telah selesai, mereka memuntahkan sebagian potongan tali kulit raja yang telah dicerna!

Lalu raja anjing perak berkata, “Tuanku, tak satu pun anjing-anjing malang dari kota dapat masuk ke dalam lingkungan istana yang dijaga ketat. Anda dibutakan oleh prasangka. Anjing-anjing Andalah yang bersalah. Meskipun demikian, membunuh makhluk hidup apa pun merupakan tindakan yang merugikan. Ini karena apa yang para anjing ketahui, sedangkan manusia kadang tidak ketahui – bagaimana pun semua bentuk kehidupan saling berhubungan maka semua mahkluk hidup pantas mendapatkan rasa hormat yang sama sebagai saudara.”

Semua yang hadir di ruang pengadilan terkesima oleh apa yang sedang terjadi. Raja Benares tiba-tiba diliputi oleh perasaan kerendahan hati yang luar biasa. Dia memberi hormat kepada raja anjing dan berkata, “Oh raja anjing yang agung, aku belum pernah berjumpa dengan siapa pun seperti Anda, seseorang yang mengkombinasikan kebijaksanaan dengan rasa welas asih yang besar. Sungguh, keadilanmu agung. Aku menawarkan tahtaku dan kerajaan Benares kepada Anda!”

Makhluk yang Tercerahkan menjawab, “Bangunlah tuanku, aku tidak mempunyai keinginan untuk menjadi seorang raja bagi manusia. Bila Anda ingin menunjukan rasa hormat Anda kepadaku, Anda harus menjadi seorang pemimpin yang adil dan welas asih. Hal itu dapat membantu jika Anda ingin mulai memurnikan pikiran Anda dengan melatih ‘Lima Langkah Pelatihan’. Hal ini dapat menghilangkan semua lima tindakan merugikan: membinasakan kehidupan, mengambil yang tidak diberikan, perbuatan asusila, berbicara tidak benar, dan mabuk-mabukan.”

Raja mengikuti ajaran raja anjing yang bijaksana. Ia memerintah dengan penuh rasa hormat kepada semua makhluk hidup. Ia berpesan bahwa kapan pun ia makan, semua anjing, yang di istana dan di kota diberi makan secara baik. Inilah awal dari kesetiaan antara anjing dan manusia yang telah berlangsung sampai saat ini.

Pesan moral : Prasangka mengarah pada ketidakadilan, kebijaksanaan mengarah kepada keadilan.

Diterjemahkan oleh Heny, editor Selfy Parkit.

Sumber: Prince Goodspeaker – Buddhist Tales for Young and Old Volume 1, Stories 1-50

RUSA ANGIN DAN RUMPUT MADU (Keinginan yang Kuat Untuk Mencicipi)


Pada suatu ketika, raja Benares mempunyai seorang tukang kebun yang merawat kebun kesenangannya. Kadang-kadang binatang dari hutan terdekat masuk ke dalam kebun. Si Tukang kebun mengeluhkan hal ini kepada raja dan Raja berkata, “Jika kau melihat binatang aneh apa pun beritahu aku segera.”

Suatu hari, si Tukang kebun melihat sejenis rusa aneh jauh di ujung kebun. Ketika rusa itu melihat si Tukang kebun, ia lari secepat angin. Mereka adalah sejenis rusa yang langka. Mereka luar biasa takut. Mereka sangat mudah takut dengan manusia.

Si Tukang kebun mengatakan tentang rusa angin kepada raja. Raja meminta si tukang kebun, dapatkah ia menangkap binatang yang aneh itu. Si Tukang kebun menjawab, “Rajaku, jika kau dapat memberikanku beberapa madu lebah, aku bahkan dapat membawanya ke dalam istana!” Untuk itu raja memerintahkan agar si Tukang kebun diberikan madu lebah sebanyak yang ia inginkan.

Rusa angin istimewa ini senang makan bunga dan buah-buahan di dalam kebun kesenangan raja. Si Tukang kebun membiarkan dirinya dilihat oleh rusa itu sedikit demi sedikit. Jadi rusa angin itu tidak akan terlalu takut. Kemudian ia mulai melumuri madu di atas rumput di mana rusa angin biasa datang untuk makan. Merasa cukup yakin, rusa itu mulai memakan rumput yang dilumuri madu. Tak lama kemudian, ia memperkuat keinginan untuk mencicipi rumput madu ini. Keinginannya yang kuat membuat ia datang ke kebun setiap hari. Tak lama lagi, ia tidak akan makan yang lainnya.

Sedikit demi sedikit, si Tukang kebun menghampiri rusa angin lebih dekat dan lebih dekat. Awalnya rusa angin akan melarikan diri. Tetapi belakangan, ia kehilangan rasa takut dan mulai berpikir bahwa si Tukang kebun tidak membahayakan. Si tukang kebun menjadi lebih dan lebih bersahabat, artinya ia dapat membuat si rusa makan rumput yang dilumuri madu itu dari tangannya. Si Tukang kebun terus melakukan ini untuk beberapa waktu, dengan maksud untuk membangun keberanian dan kepercayaan si rusa.

Sementara itu, si Tukang kebun memiliki sederetan tirai-tirai yang terpasang, membuat jalan setapak yang lebar, dari jauh di ujung kebun kesenangan raja sampai ke istana raja. Dari dalam jalan setapak ini, tirai-tirai itu akan menjaga rusa angin agar tidak melihat siapa pun yang mungkin akan membuatnya takut.

Ketika semuanya disiapkan, si Tukang kebun mengambil sekantung rumput dan sebotol madu. Ketika rusa angin muncul, si Tukang kebun kembali memberikan makan melalui tangannya. Secara berangsur-angsur, ia menggiring si Rusa jantan dengan menggunakan rumput yang sudah dilumuri madu, sampai akhirnya rusa angin mengikutinya tepat menuju ke dalam istana. Suatu ketika di dalam istana, penjaga istana menutup pintu-pintu dan rusa angin terperangkap. Melihat banyak orang di istana, rusa angin tiba-tiba menjadi sangat takut dan mulai berlari berkeliling dengan sangat gila, beruasaha untuk melarikan diri.

Raja datang ke dalam ruangan itu dan melihat rusa angin yang dilanda kepanikan. Raja berkata, “Dasar rusa angin! Bagaimana bisa dia mengalami situasi seperti itu? Seekor rusa angin adalah binatang yang tidak akan kembali ke tempat di mana ia sudah banyak melihat manusia selama tujuh hari penuh. Biasanya, jika seekor rusa angin takut sekali di dalam suatu tempat khusus, ia tidak akan kembali lagi seumur hidupnya! Tetapi lihat! Bahkan seekor makhluk pemalu yang liar bisa diperbudak oleh keinginannya yang kuat untuk mencicipi sesuatu yang manis. Kemudian ia dapat dipikat ke tengah-tengah kota dan bahkan ke dalam istana.”

“Teman-temanku, guru-guru memperingatkan kita agar tidak terlalu melekat kepada tempat di mana kita tinggal, juga untuk segala sesuatu yang sudah berlalu. Mereka berkata bahwa menjadi terlalu melekat kepada kumpulan kecil teman-teman adalah keterikatan dan membatasi pandangan luas. Tetapi lihatlah betapa keinginan kuat yang sederhana terhadap rasa manis lebih berbahaya, atau sensasi rasa apa pun lainnya. Lihatlah bagaimana binatang indah yang pemalu ini terperangkap oleh tukang kebunku, dengan cara mengambil keuntungan dari keinginan kuatnya untuk mencicipi.”

Karena tak bermaksud untuk menyakiti si rusa angin. Raja melepaskannya ke hutan. Ia tak pernah kembali ke kebun kerajaan dan tidak pernah merindukan rasa dari rumput madu.

Pesan moral: Lebih baik makan untuk hidup, daripada hidup untuk makan.

Diterjemahkan oleh Selfy Parkit.

Sumber: Prince Goodspeaker – Buddhist Tales for Young and Old Volume 1, Stories 1-50