Menjelajahi Otonbu di Aogashima


by Selfy parkit

Setelah sampai di penginapan dan beristirahat sejenak. Kami pun bersiap untuk kembali menuju tujuan awal, Otonbu.

Kali ini si Mr. Guide tidak salah jalan, kami akhirnya menemukan penanda jalan menuju Otonbu di antara persimpangan jalan.

Setelah beberapa menit, terdapat simpang berikutnya, ditandai oleh jinja (symbol pada agama Shinto). Jalan menuju ke Otonbu tidak begitu terjal ketimbang arah menuju kuil yang terletak di sisi kiri jinja tersebut. 

Kami pun jalan menyusuri jalan setapak satu-satunya menuju Otonbu. Di sisi kiri jalan sudah bisa terlihat kaldera di tengah pulau Aogashima, namun terlihat kabur tertutupi kabut yg begitu tebal. 

Tak lama setelah itu, saya melihat beberapa anak tangga naik yang menandakan bahwa kami telah sampai di Otonbu. 

Otonbu adalah titik tertinggi di pulau Aogashima, tempat di mana kita bisa melihat kaldera dan bahkan pulau Hachijojima dari kejauhan jika cuaca cerah.  Saat kami sampai di sana, kabut tebal tidak turun jua dan angin dingin yang menerpa wajah kami membuat saya mengigil.

Setelah menunggu hingga beberapa menit dan berharap kabut untuk segera pergi, namun tak membuahkan hasil. Akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke area lain di mana kami masih bisa melihat kaldera dengan jelas dan berharap ada kesempatan cuaca akan berubah cerah.

Kami pun melanjutkan perjalanan ke Oyamatenbo Park melalui jalur Todaisho Shrine yang jalannya sangat menanjak, terjal dan licin. 

Track menuju Todaisho Shrine

Oyamatenbo Park ini adalah tempat observasi di mana kamu bisa melihat germelap bintang-bintang di malam hari dan juga kaldera yang ada di Aogashima.

Perjalanan menuju Oyamatenbo park cukup menegangkan dan pemandangan di sana sangat luar biasa indahnya, seakan kami sedang berpetualang di negeri dongeng.

Sesampainya di Oyamatenbo park, “keajaiban” pun tiba-tiba terjadi, angin meniup seluruh kabut dan matahari sore mulai mengintip di kejauhan, kaldera di tengah kaldera pulau Aogashima pun terlihat begitu jelas dan indah. 

Kaldera di pulau Aogashima

Setelah puas menikmati indahnya alam di Aogashima, tak terasa hari mulai sore dan matahari akan terbenam dalam hitungan jam. Kami pun kembali ke penginapan Onjuku Tametomo Inn. 

Di Aogashima hanya ada beberapa penginapan, sekitar 5 atau 6 tempat saja dan harganya pun masing-masing tidak jauh berbeda. Pemilik penginapan Onjuku Tametomo ini adalah seorang perempuan yang baik hati dan ramah. Namanya Okuyama Kyoko, beliau juga merangkap bekerja sebagai petugas kantor pos di pulau Aogashima. 

Kyoko adalah penduduk asli yang lahir di Aogashima, kakek buyutnya bahkan sudah lama tinggal di Aogashima. Ketika ditanya bagaimana kesannya tinggal di pulau terpencil, Okuyama Kyoko memberikan saya jawaban yang sangat inspiratif. Beliau mengatakan bahwa hidup di pulau terpencil memang tidaklah mudah, ada ketidaknyaman nya sendiri, seperti lamanya barang kiriman yang sampai dikarenakan kapal yang kadang kala tidak bisa jalan dikarenakan kondisi ombak laut. Akan tetapi asalkan kebutuhan akan listrik, air dan komunikasi terpenuhi, semua tentu tidak ada masalah, justru ada banyak hal yang patut disyukurinya. Seperti halnya menunggu barang kiriman, ketika barang itu bisa sampai saja beliau merasa begitu bahagia. Keikhlasan menunggu baginya merupakan hal yang sangat penting, mengingat zaman sekarang orang-orang kecenderungan maunya serba instan. “Justru karena tidak mudah hati kita jadi lebih berkelimpahan dan bersyukur. ” begitu katanya. 

Setelah berbincang dengan si pemilik penginapan, kami pun beranjak tidur dan menunggu esok hari untuk kembali ke pulau Hachijojima dengan helikopter dikarenakan kapal ferry esok hari tidak akan jalan. 

Selamat tinggal Aogashima, saya akan merindukan derap kehidupanmu yang damai dan santai berserta penduduknya yang ramah. 

 

Aogashima, 9 Maret 2020

https://youtu.be/leSSg5YGnZA

Dari Pulau Hachijojima ke Aogashima


Pulau Aogashima

Perjalanan saya kali ini lumayan penuh tantangan. Tiba-tiba saja saya diajak Mr. Guide pergi ke pulau terpencil yang terletak di Selatan Jepang, lautan Pasifik. Nama pulau tersebut adalah Aogashima.

Selain tempatnya yg terpencil, pulau ini juga tidak mudah dikunjungi. Hal yang membuatnya susah sekali untuk dapat sampai di sana adalah dari faktor transportasi. Eits bukannya tidak ada transportasi yang menuju ke sana loh. Sebenarnya ada 2 pilihan transportasi untuk pergi ke sana, yaitu dengan naik ferry atau helikopter melalui rute pulau Hachijojima, hanya saja tidak semudah memesan tiket lalu bisa berangkat.  Loh kenapa? Alasannya adalah jika contoh kita memilih untuk naik Ferry, jadwal keberangkatan Ferry dari Hachijojima ke Aogashima sering kali dibatalkan karena cuaca buruk atau laut yang berombak. Tentu kalau begitu, sulit sekali bagi kita untuk mencocokan rencana perjalanan.

Nah memilih naik helikopter adalah pilihan yang tepat, karena sangat jarang jadwalnya dibatalkan. Akan tetapi kendalanya adalah pada saat reservasi helikopter yang tidak mudah. Helikopter hanya jalan satu kali dalam satu hari, dan hanya ada 9 tempat duduk penumpang saja. Reservasi bisa melalui website atau telepon langsung sebulan sebelum perjalanan, dan biasanya kalau tidak cepat, tiket akan segera habis setiap harinya. Jika memutuskan ingin berangkat dengan helikopter, cobalah memesan tiket melalui telepon pada pagi hari jam 9 pagi, walaupun peluang dapat tiketnya sangat kecil, siapa tahu kamu yang beruntung. 😁

Saya bergairah sekali ketika menyusun rencana perjalanan saya, sampai pas hari nya eh mau berangkat ke Haneda tiba-tiba cuaca hujan dari pagi hari 😢. Walaupun masih merasa positif bahwa segala sesuatunya akan berjalan lancar, eh tiba-tiba dapat kabar kalau pesawat menuju Hachijojima kemungkinan bisa dibatalkan. Wah kalau batal jalan bagaimana donk, si Mr Guide sudah kebingungan.

Dari pada galau gak jelas, akhirnya kita tunggu dengan iklas sambil sarapan makan roti yang dijual tepat di depan bangku ruang tunggu. Awalnya menurut rencana, kita bakal sarapan di lounge gratis hahaha, tetapi apa daya gak bisa masuk karena ketidakpastian jadwal keberangkatan pesawat. 😄

Buah kesabaran pun matang, pesawat yang akan kami tumpangi akhirnya jadi berangkat tepat waktu, dan kita cuma punya waktu 30 menit untuk check in dan sarapan di louge, OMG 😅 ngebut donk kita makannya hahaha.

Duduk tenang di pesawat yang dikit banget penumpangnya. Awalnya pemandangan di luar biasa-biasa saja sampai pesawat naik ke atas dan eng ing eng tidak kelihatan apa pun dari luar jendela. Perjalanan 35 menit pertama masih oke, lancar dan santai masih bisa ngobrol-ngobrol dan bercanda. Sampai menit berikutnya pesawat sudah mulai goyang-goyang ga jelas, apalagi pas pesawat mau mendarat. Tidak tahan kepala pusing, perut tak jelas, pemadangan di luar juga tak jelas akhirnya jakpot (muntah) di dalam pesawat. Hahaha…. Sungguh menit-menit trakhir yang mendebarkan. 😂😋

Bandara Hachijojima

Sesampainya di bandara Hachijojima kita bergegas cari mobil jemputan untuk menuju ke hotel, tapi karena tak pesan makan siang di hotel kita coba cari makan di dalam bandara. Ternyata di dalam bandara hanya ada satu restaurant, dan menunya pun sudah sebagian habis terjual. Akhirnya kami memutuskan untuk berangkat ke hotel dan makan siang di sana, tetapi ternyata untuk bisa makan di hotel kita harus reservasi sehari sebelumnya.😔 Dengan terpaksa karena lelah, akhirnya saya beli mie instan rebus buat menggantikan asupan yang sudah terbuang. Hahaha😂😂😂

Malam harinya kami cari-cari tempat makan yang enak dengan budget sesuai kantong. Eh dapat satu tempat makan yang letaknya tidak jauh dari hotel, nama resto nya Michi. Untuk sampai ke sana kita tinggal pesan taksi dari hotel, memakan waktu perjalanan kurang lebih hanya 8 menit saja. Mungkin kalau cuacanya bagus kamu bisa sewa sepeda, karena biaya taksi untuk 1 kilometer pertamanya lumayan mahal sekitar 100 ribu rupiah.

Cuaca saat itu makin parah, selain turun hujan, angin juga bertiup sangat kencang. Sesampainya di dalam rumah makan Michi pun kita bisa mendengar suara angin yang bisa bikin bulu roma berdiri.😖Rumah makan Michi ini tempatnya tidak besar, hanya ada 3 meja pengunjung dan beberapa bangku konter. Ada berbagai macam menu yang bisa kita pesan, dan harganya pun relatif terjangkau. Saya dan Mr. Guide memesan nasi goreng dan ikan bakar yang rasanya enak. Selain itu mereka juga menyediakan teh hangat dan wifi gratis loh.

Rumah makan Michi, pulau Hachijojima

Di pagi hari di Hachijojima walaupun hujan sudah berhenti, tetapi angin tetap bertiup dengan kencang. Ada kekhawatiran kalau-kalau jadwal helikopternya akan dibatalkan. Namun akhirnya kita dapat kabar kalau helikopternya akan berangkat sesuai jadwal.

Kami pun diantar oleh mobil hotel menuju bandara, dan berangkat dengan helikopter menuju Aogashima. Walaupun cuaca tidak begitu cerah, tetapi pemandangan di atas helikopter masih saja begitu memukau. Saya senang sekali punya kesempatan dan pengalaman pertama kalinya naik helikopter, walaupun ada rasa sedikit khawatir kalau-kalau saya mabok udara. 😋

Sesampainya di Aogashima kami dijemput oleh pemilik penginapan di bandara dengan mobil dan tiba-tiba saja hujan turun dengan lebat. Di dalam mobil pemilik penginapan Onjuku Tametomo Inn ini mengabari kami kalau Ferry menuju Hachijojima besok tidak jalan, dan jadwal perjalanan selanjutnya pun belum bisa mendapatkan kepastian. Sudah tentu kami harus merubah rencana perjalanan kami saat itu. Sampai di penginapan, kami dibawa berkeliling melihat-lihat ruangan oleh ibu yang berkerja di sana. Penginapan Onjuku Tametomo ini cukup nyaman untuk tempati, selain bersih, fasilitasnya pun cukup lengkap. Ada TV, kulkas, AC dan wifi gratis. Ada beberapa toilet, satu ruang makan dan dua kamar mandi. Kita bahkan bisa membuat minuman seperti, teh atau kopi sesuka yang kita mau.

Seusai beristirahat dan menunggu hujan reda, kami pun berjalan keluar menjelajahi pulau Aogashima. Awalnya kita berencana menuju Otonbu, tetapi karena Mr. Guide salah liat jalan di Google Map, akhirnya kami nyasar jalan naik turun hampir mengelilingi separuh dari pulau Aogashima. Walaupun sedikit gemes sama si Mr. guide, tetapi pemandangan di luar sana begitu indah dan sayang untuk tidak dinikmati.

Pemandangan di pulau Aogashima

Di tengah-tengah kelelahan yang teramat sangat, ada seorang pekerja yang mobilnya melewati jalan kami, dan dengan baik hati menawari kami menumpang naik mobilnya untuk kembali ke penginapan. Wah bahagia sekali saat itu, selain menghemat waktu perjalanan, saya juga bisa mengistirahatkan kaki saya yang sudah mulai pegal. Kami pun sejenak balik ke penginapan dan melanjutkan penjalanan menuju Otonbu.

Bersambung ke artikel selanjutnya. Menjelajahi Otonbu di Aogashima.

Continue to the next writing Explore Otonbu in Aogashima.

Menyusuri Sungai Oirase Menuju Danau Towada, Jepang


Http://selfyparkit.wordpress.com

Oirase Gorge

Beberapa waktu yang lalu ketika saya dan Mr. Guide mengunjungi Propinsi Aomori, kami menyempatkan diri untuk datang mengunjungi salah satu tempat pariwisata alam yang sangat indah, sungai Oirase atau dikenal sebagai Oirase Gorge.

Sungai Oirase ini mengalir jauh dari Nenokuchi di Danau Towada sampai ke Yakeyama dengan jarak kurang lebih 14 km, ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 4-5 jam lamanya.

Selain dengan kendaraan pribadi, kita juga bisa sampai ke tempat ini dengan naik JR bus. JR bus dengan rute Towadako tersedia di stasiun kereta Hachinohe, Aomori atau Shin Aomori. Kamu bisa naik JR Bus dari stasiun kereta Aomori menuju Towadako dengan biaya tiket kurang lebih 2.670 yen per orang, ini adalah tiket terusan, kamu bisa naik dan turun di pemberhentian bus mana pun tanpa harus membayar lagi.

JR Bus ini hanya tersedia pada bulan pertengahan April sampai dengan awal bulan November saja, dikarenakan pada musim dingin rute perjalanan ke Oirase akan ditutup, bahkan pada musim gugur pun, kendaraan pribadi tidak setiap saat diperbolehkan melintas.

Pada kesempatan itu, saya dan Mr. Guide turun di Ishigedo yaitu tempat pemberhentian bus yang jaraknya kurang lebih 6 km dari Yakeyama, dan memulai perjalanan menyusuri sungai Oirase sampai ke danau Towada.

Selama menyusuri sungai Oirase, banyak sekali spot-spot pemandangan aliran air sungai yang sangat indah. Tidak sedikit turis-turis yang mengabadikan keindahan tersebut.

Keindahan alam di sana tidak hanya terlihat dari aliran sungai semata loh, saya bisa menyaksikan pula beberapa air terjun dan keasrian hutan yang tiada taranya, terbebas dari sampah dan polusi yang diciptakan oleh manusia. Selama perjalanan itu sungguh tidak ada satu pun sampah yang saya lihat, bahkan sekecil bungkus permen pun tidak. Padahal di pesisir tempat itu saya tidak menemukan satu pun tong sampah. Hal ini lah yang membuat saya takjub dan ikut bahagia, serta berharap masing-masing dari kita bisa selalu menjaga kebersihan alam.

Saya dan Mr. Guide terus menyusuri aliran sungai dan bertemu dengan beberapa air terjun seperti, Tamadare, Kumoi dan Choshi-otaki. Butuh waktu yang lumayan lama untuk sampai ke danau Towada. Normalnya mungkin hanya 2 jam 30 menit dari Ishigedo, tetapi karena asik foto-foto 3 jam pun kita masih belum sampai di danau Towada 😂. Pada akhirnya kami sempat naik turun bus di beberapa spot untuk mengejar waktu perjalanan.

Sesampainya di Yasumiya (danau Towada), kami straight away to find a restaurant, karena asli lapar banget guys. Kita makan siang lalu kembali menikmati indahnya danau Towada. Asli guys, bisa saya saksikan bahwa danau Towada bukan hanya sekedar danau biasa. Air nya sungguh jernih dan terlihat kebiruan. Terlebih lagi di pesisirnya dihiasi oleh warna-warni dedaunan dari pohon-pohon di awal musim gugur.

Udara dan angin yang dingin saat itu tidak menghentikan kami untuk coba berkeliling naik Ferry melihat keindahan alam di sekeliling danau Towada. Ada 2 rute perjalanan yang tentu saja bisa kita pilih dengan harga tiket yang sama (1400 yen sekali perjalanan per orang) dan waktu pemberangkatan yang berbeda. Kita bisa naik dari Yasumiya ke Nenokuchi, atau hanya berkeliling danau dan kembali ke Yasumiya dengan waktu masing-masing 50 menit. Karena saat itu kami sudah tidak punya waktu lagi, dan jam 4 sore adalah jadwal JR Bus terakhir untuk kembali ke Aomori, akhirnya terpaksa kami memutuskan untuk kembali naik Ferry dan kembali ke Yasumiya secepatnya.

Setelah usai naik Ferry, waktu untuk berjalan ke tempat pemberhentian JR Bus tinggal 5 menit lagi. Awalnya kami pikir bus di depan mata kami adalah JR Bus, jadi kami merasa punya banyak waktu dan berjalan santai. Akan tetapi akhirnya tersadar kalau itu adalah bus pariwisata lain, kami pun lari mencari-cari tempat pemberhentian JR Bus berada. Untungnya ketika kami sampai di tempat tunggu bus, eh bus nya baru saja datang. Fiuhh… Entah kalau tertinggal bus apa jadinya nasib saya dan Mr. Guide di sana. Hahaha….

So, guys mo tahu bagaimana serunya perjalanan kami dan indahnya sungai Oirase dan danau Towada?
Yuk nonton videonya, Jjs with Selfy parkit. Jalan-Jalan Santai bersama Selfy parkit.

https://youtu.be/Ng1r4oAvFsY

untuk lebih jelas mengetahui jadwal dan rute pemberangkatan JR Bus dan kapal Ferry kamu bisa mengklik link berikut:

http://www.toutetsu.co.jp/ship/pamphlet/english.pdf

#Aomori
#sungaioirase
#Oirasegorge
#danautowada
#towadalake
#ishigedo
#yasumiya
#sungaidijepang
#japantravelling
#jalanjalankejepang
#Kumoiwaterfalls
#choshiotakifalls
#airterjun
#kapalferry
#danau
#sungai
#tepatpariwisata
#jepang
#JjswithSelfyparkit

Si Pemilik Rumah


by Selfy Parkit

Sejenak ku dengarkan detak jantungku di dalam kesunyian ruang yang membisu, bergantian dengan irama nafas dan hembusan udara di ujung hidungku.

Aku tak ingin membuka mataku, tidak juga ingin beranjak. Hanya ingin terbaring, merasakan sejuknya suhu ruangan ber AC.

Bibir ini tersenyum cerah, dada ini terasa ringan, hangat dan tanpa beban. Seolah aku ingin menari bersama warna warni kupu-kupu yang berterbangan mengelilingi harum semerbak bebungaan di kepalaku. Tiada satu pun makhluk yang bisa menggantikan kebahagiaanku ini dengan harta benda berharga mana pun.

Dalam seketika aku pun tahu bahwa aku telah menyayangi mu lebih dari yang kau mau. Diri mu telah mengisi relung hatiku.

Matahari di luar sana masih saja begitu panas, dan sudah petang pun dia belum juga pulang. Ah… begini toh nasib ibu-ibu perumah tangga? Menunggu suami pulang ke rumah. “Hahaha…” aku tertawa sendiri. Berangan bebas untuk satu hal yang aku sendiri saja tak pernah tahu kapan hal itu akan terwujud.

Aku memang sudah tidak muda belia seperti dulu, tapi aku tak pernah mau ambil pusing. Aku ini perempuan merdeka, bebas berpergian ke mana pun juga, bebas menentukan nasib dan jalan hidup. Entah bagaimana aku sanggup berpikir untuk menghabiskan waktuku menungguimu di rumah, layaknya seorang suami???

Harusnya aku mengisi liburanku di luar sana, berselfy ria, melihat pemandangan, berkelana seorang diri seperti yang sudah biasa aku lakukan dahulu. Hey aku di negeri orang, entah dewa apa yang bersemayam di kepalaku hingga aku hanya ingin menghabiskan waktu ku di rumahmu.

Hati ini sehangat sepanci soup yang ku angkat dari atas kompor dan ku tuangkan ke dalam mangkuk. Bahagia rasanya bisa masak untuk seorang teman hidup yang baik hati. ’Ha..ha…’ Aku tertawa kecil di dalam hati.

Kuletakan satu persatu hidangan yang ku masak sendiri di atas meja makan yang juga berfungsi sebagai meja kerja. Ku tata rapih dan ku bersihkan setiap sudutnya. Lalu aku duduk di atas sofa yang empuk, menunggu orang yang telah bertahun-tahun mendengarkan lelucon dan keluh kesahku. Menunggu si pemilik rumah.

Sesaat bunyi pintu lift di dalam rumah terdengar. Aku meloncat dari sofa berharap lift itu naik ke lantai atas. Aku intip sesekali satu atau dua nomor, namun tak kunjung jua naik ke lantai paling atas. Detik jam menunjukan pukul 8 malam dan si cacing di dalam perutku pun sudah mulai mengajakku menari. ’Semalam inikah ia pulang setiap harinya? Bekerja di negeri orang memang tidak seindah bekerja di negeri sendiri’, pikirku.

Lagi-lagi bunyi pintu lift terdengar, dan benar saja seketika pintunya terbuka lebar, selebar senyuman yang membingkai di wajahku.

Dia pun tersenyum balik kepadaku, menanyaiku apakah aku sudah makan. Ingin rasanya maksud hati membalas pertanyaannya kalau aku belum makan dan sedang menungguinya pulang berharap agar bisa makan bersamanya. Tapi aku belum segila dan senekad itu, aku paham betul tujuanku datang ke rumah ini.

Dia menaruh tas kerjanya di atas bangku dan memalingkan wajahnya kepadaku. “Loh mbok Karti belum makan yak? Makan duluan aja mbok kalau sudah lapar, saya ini setiap hari pulangnya malam loh.” sahutnya seketika, sambil melanjutkan dia bertanya kepadaku, “Bagaimana betah ga mbok kerja di sini? Nanti kalau betah saya bilang ke mama si mbok kerja di sini aja ya, ga usah balik lagi ke rumah, bagaimana?”

Hati ini terus bergetar, tak kuasa menahan rasa. Ingin rasanya maksud hati katakan sejujurnya bahwa tidak diminta pun aku akan selalu siap berada di sisinya, apalagi jika ia yang meminta. “Jie… hehehe…” cekikikan di dalam hatiku.

***

The end

Kicauan Anak Burung


Oleh Selfy Parkit

Udara dingin menyelimuti kota Metropolitan, kota dengan banyak gedung pencakar langit yang berdiri berjajar menjulang ke atas hampir melampaui awan.

Di atas tanah terlihat kendaraan beroda berlalu lalang, ada yang kecil dan tak sedikit juga yang besar ikut serta meramaikan bunyi mesin kendaraan.

Di dalam tanah ada kereta mono rel dengan kecepatan tinggi sedang melintasi banyak lorong, dan di dalamnya dipenuhi oleh umat manusia yang berdesakan dan berhimpitan layaknya ikan Sarden di dalam kaleng.

Di pusat kota kaum manusia berduyun-duyun menyusuri jalan-jalan di trotoar, menyebrangi lalu lintas yang padat, meramaikan hiruk pikuk kota besar yang hampir tak pernah terlihat sepi.

Seperti halnya musim dingin yang dilalui kota Metropolitan setiap tahunnya, banyak dedaunan yang mengering bergelantungan di ranting-ranting pohon, sebagian dedaunan terbang tertiup angin dan berjatuhan di atas tanah yang mulai mengering. Roman bumi di sana terlihat lesu dan tak lagi berseri. Wajah muram di pelataran kota itu tampaknya belum juga kedatangan kapas putih dingin yang jatuh dari langit. Langit luas yang kini kelihatannya tak lagi biru; bukan mendung; bukan pula tertutup awan putih, namun berselimut udara asap dan abu.

Pada musim dingin, asap polusi yang berasal dari pabrik-pabrik dan kendaraan di kota kini bercampur dengan asap polusi dari mesin penghangat. Walaupun demikian masyarakat kota itu membutuhkannya, udara dingin terlalu dingin buat mereka, terlebih di tahun-tahun yang kini musimnya tak menentu, dan musim dingin saat itu adalah musim dengan udara terdingin yang pernah ada, serta datang lebih awal dari seharusnya.

Di tengah-tengah hiruk pikuk kaum manusia dan kendaraan beroda, di sebuah pohon di sekitar taman kota, terdapatlah sebuah sarang burung yang nampaknya setengah rusak tersapu oleh angin semalam. Di sarang yang bertengger di atas dahan pohon Maple itu terdengar suara, “Crip… crip… crip…” kicauan dari anak burung yang berada di samping induknya.

Suara kicauan itu terdengar seperti nyanyian merdu kegembiraan bagi telinga kaum manusia di sekitarnya, namun ternyata kicauan itu berasal dari tangisan si anak burung yang hampir kehilangan induknya, “Ibu jangan mati dulu, jangan tinggalkan aku.” katanya.

Continue reading

Pangeran Kodok dan Burung Parkit


Oleh Selfy Parkit

“Mom, it’s story time, read me one story before I go to sleep please!” pinta Henry kepada ibunya. “Alright then…” Dengan lembut ibunya membelai rambut anaknya dan mulai meraih buku yang ada di rak buku.

“… today I’m going to tell you a story about a frog prince”, kata si ibu sambil mengiringi putra satu-satunya itu menuju tempat tidurnya. “Frog prince? Did you tell me that story before, didn’t you?” tanya Henry. “Hmm… yes, but I bet you might haven’t heard this one.” Sahut ibunya. “What would make different? Tell me more please!” kata Henry sambil masuk ke dalam selimutnya. “Okay, this story will be in Bahasa Indonesia, and it will be good for your listening practice.” Kata ibunya. “Okay” Henry pun merebahkan kepalanya di atas bantal dan mulai mendengarkan ibunya dengan penuh perhatian.

This story is about Pangeran Kodok dan Burung Parkit.”

***

Suatu ketika ada seorang pangeran tampan yang dikutuk menjadi seekor kodok dikarenakan perangainya yang buruk dan sombong. Si pangeran akan kembali menjadi manusia jika ada seorang putri bangsawan yang memperbolehkan ia duduk dan makan bersama di piring emasnya serta tidur di atas bantal bersama sang putri selama 3 hari berturut-turut. Karena sebab itu lah pangeran kodok hidup di dalam kolam di dekat perkarangan rumah seorang putri bangsawan, berharap suatu hari nanti ia bisa menemui sang putri.

Sebelum pangeran kodok bertemu dengan putri tersebut, pangeran kodok menghabiskan hari-harinya bermain di pinggiran sungai layaknya seekor kodok biasa. Di sungai itu ia ditemani oleh seekor burung parkit yang senang bernyanyi merdu di pagi hari. Burung itu adalah satu-satunya teman yang diajaknya bicara dan berbagi cerita.

Continue reading

Buku ebook Mentari Pagi


Unduh buku ebook “Mentari Pagi” terbitan Ehipassiko Foundation secara gratis dengan mengklik link dibawah ini:

http://ehipassiko.or.id/unduh-gratis/dharma-e-book/MENTARI-PAGI.pdf/

Download free ebook of “Mentari Pagi” published by Ehipassiko Foundation on this link:

http://ehipassiko.or.id/unduh-gratis/dharma-e-book/

PANGERAN BERKUDA PUTIH


OLEH SELFY PARKIT

BERTEMU UNTUK BERPISAH

Pangeran Berkuda Putih

Bertemu untuk Berpisah

Senyumanmu menghangatkan relung hatiku, begitulah aku menyimpan kenangan indah ketika kita pertama kali berjumpa. Sejauh apa pun kau kini berada, lukisan di bibirmu itu takkan pernah lekang dari ingatanku.

Oh… andai saja waktu dapat kuputar dan kembali ke masa itu, disaat kita bersama-sama melewatinya dengan gelak dan canda tawa. Namun sang mesin waktu hanyalah dongeng belaka yang diciptakan pikiran umat manusia. Obat bius ampuh yang mampu membawa hati-hati kecil yang tersesat dan terluka, mengembara dalam samudra harapan. Hal yang gila, tetapi manusia terkadang butuh dongeng untuk mampu kembali menumbuhkan semangat dalam menjalani hidupnya sebagaimana adanya.

Kupejamkan mata ini, dan ingatlah aku ketika hari Valentine sehari sebelum kepergianmu. Kau menanyaiku hal ini, “Mengapa kau memandangiku hingga matamu sedikit pun tak berkedip?” kau tersenyum semeringah sedikit malu. Aku yang seketika tersadarkan berseru, “Benarkah!…” Saat itu hatiku begitu terasa bahagia, dan tak pernah sebelumnya aku merasakan hal yang sedemikian bahagianya.

Aku kembali memandangi wajahnya dan menumpahkan sebagian dari isi hatiku. “Aku ingin mengingat wajahmu saat ini, dan menyimpannya di hati dan jiwaku.” “Jiwamu!” seketika ia tertawa renyah, “Bukankah kau pernah bilang kalau wajah seseorang pasti berubah! Seperti kau pun katakan wajahku tidak seperti dulu lagi.”

Kumanyunkan bibirku sesaat, sambil kemudian tersenyum dan menaruh belaianku di pipinya, “Kau benar wajahmu pasti berubah, sebab itulah aku ingin selalu mengingat dan menjadi saksi di setiap perubahan yang terjadi pada dirimu. Bertambahnya lekuk dan keriput di pipi… kening… dan di pelupuk matamu, mulai menghitamnya bibirmu, dan memutihnya rambutmu, kemudian gigimu…” Seketika saja ia memelukku erat dan membelai rambutku dengan lembut, kemudian diusap-usapnya punggungku sambil berkata, “I wish I would stay and never leave you today. I am gonna miss you so much.” Lalu dikecupnya keningku. “Sophie, I have to go tomorrow. Maaf aku baru mengatakannya hari ini, aku harus kembali bekerja di Kanada, perusahaan memintaku untuk kembali bekerja di sana, dan untuk kurun waktu yang tidak pasti, aku…” “Cukup! Hentikan kalimatmu James aku mengerti.” Kepeluk ia sambil kemudian kubisikan isi hatiku di telinganya, “Apa pun yang terjadi, aku akan selalu menunggumu di sini, sampai kapan pun.”

kenyataannya bhatin di dalam sedang bergejolak dan dipenuhi pertanyaan-pertanyaan yang tak kunjung berakhir. Seberapa lama kah kau pergi? Akan kah kau selalu mengingatku, merindukanku, mengabariku? Dada ini terasa sesak, namun aku hanya ingin kau tahu betapa aku menyayangi dan peduli padamu. Aku ingin menunjukkan padamu bahwa aku cukup tangguh untuk menunggu dan menanti kepulanganmu.

Continue reading

Dua Sahabat


By Selfy parkit

“Dag… dig… dug…” Jantung Sonya berdetak kencang, pupil matanya mulai membesar, setelah lama terdiam ia pun membuka mulutnya dan dengan lantang ia berkata. “I love you.” Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutnya seiring dengan napasnya yang masih tak beraturan.

Sesaat saja semuanya senyap hingga bunyi detik jam dinding memecah kesunyian, setelah kemudian akhirnya ia mendengar kata, “No, I can’t.

Jantung Sonya seakan berhenti berdetak, balasan yang ia dengar sungguh di luar harapannya. “Ah klasik…” lirihnya pelan, “… kau pasti sudah tahu apa pertanyaanku selanjutnya, bukan?”. Sambil membendung luapan tangis kekecewaan di dalam hatinya, Sonya meneguk secangkir kopi yang ada di hadapannya.

Laki-laki itu pun menanggapi, “Bukan karena kau tidak menarik, dan bukan karena aku tidak menyayangimu, It’s because…” lanjutnya lagi “… I am a gay. Aku… kau mengerti kan maksudku?”
Continue reading

44, 45 DUA ANAK YANG BODOH (KEBODOHAN)


 

two stupid children (Foolishness)

http://www.buddhanet.net (two stupid children)

            Pada suatu ketika, terdapatlah seorang tukang kayu yang sudah tua dengan kepalanya yang botak dan mengkilap. Di hari yang cerah, kepalanya yang mengkilap sangat menyilaukan setiap mata yang menatapnya ketika berbicara dengannya!

Di suatu hari yang cerah, seekor nyamuk yang lapar tertarik dengan kepala botaknya yang mengkilap. Si nyamuk hinggap di kepalanya dan mulai menggigitnya.

Tukang kayu itu sedang sibuk melicinkan sebatang kayu dengan menggunakan sebuah ketam. Ketika ia merasa nyamuk itu menggigitnya, ia coba untuk mengusirnya. Tetapi si nyamuk yang lapar tidak akan pergi dari makanan yang terlihat lezat itu. Kemudian, tukang kayu itu memanggil anaknya dan memerintahkan anaknya untuk mengusir serangga yang keras kepala itu. Continue reading