Pelindung-pelindung Dunia


Oleh : Bhikkhu Bodhi

Penerjemah : Harianto

Editor: Selfy Parkit

Patung Perdamaian, Nanjing Massacre Memorial Hall-China, Selfyparkit

Patung Perdamaian, Nanjing Massacre Memorial Hall-China, Selfyparkit

Seperti dewa dalam mitologi romawi – Janus, setiap manusia menghadapi dua arah yang berlawanan secara bersamaan. Dengan satu sisi dari kesadaran, kita memandang dengan seksama pada diri kita dan menjadi sadar terhadap diri kita sebagai individu yang dimotivasi oleh suatu desakan yang mendalam untuk menghindari penderitaan dan untuk menyelamatkan diri sendiri, serta menggapai kebahagiaan. Dengan sisi lain, kita memandang dunia ini dengan seksama dan menemukan bahwa hidup kita berhubungan satu sama lainnya, bahwa kita ada sebagai simpul dari sebuah jaringan hubungan yang amat luas dengan mahkluk lain yang nasibnya terikat dengan nasib kita. Oleh karena struktur hubungan dari keberadaan kita, kita terlibat dalam suatu interaksi dua arah yang terus-menerus dengan dunia ini: pengaruh dari dunia ini mendesak diri kita, membentuk dan merubah sikap serta pola kecenderungan diri kita, ketika sikap dan watak kita mengalir keluar ke dunia, suatu dorongan yang memengaruhi kehidupan mahkluk lain untuk menjadi lebih baik atau lebih buruk.

Kesatuan hubungan satu sama lain ini antara wilayah/ranah dalam dan luar memperoleh suatu urgensi tertentu untuk kita sekarang ini, kemorosotan standar etika yang merajarela dan menjalar di seluruh penjuru dunia. kemerosotan moral seperti ini sama tersebarnya dalam masyarakat yang menikmati taraf kemakmuran dan kestabilan yang nyaman, sama seperti di negara yang miskin dan putus asa menjadikan pelanggaran moral sebagai aspek utama perjuangan untuk bisa bertahan hidup. Tentu saja kita tidak boleh terlarut dalam fantasi warna pastel tentang masa lalu, membayangkan kita hidup di Taman Eden sampai penemuan mesin uap. Kekuatan penggerak hati manusia tidak banyak berubah selama bertahun-tahun, terhadap penderitaan manusia, dorongan tersebut telah melampaui perkiraan. Namun apa yang kita temukan sekarang ini merupakan suatu paradoks aneh yang akan menarik jika hal tersebut bukanlah sesuatu yang tidak baik: ketika terlihat bahwa lebih banyak yang berperilaku sesuai dengan moral dan nilai-nilai kemanusiaan, pada saat yang sama perbuatan dan perilaku yang jauh bertolak-belakang dengan nilai-nilai tersebut terjadi. Perlawanan dengan perlahan terhadap nilai-nilai etika konvensional ini merupakan sebagian hasil dari internasionalisasi perdagangan dan penetrasi global dari hampir semua media komunikasi. Keuntungan pribadi pihak tertentu, dalam rangka pencarian kekuasaan yang lebih luas dan keuntungan yang lebih besar, menghasilkan suatu aksi terorganisir bertujuan pada eksploitasi akan kerentanan nilai moral kita. Aksi ini berlanjut dalam langkah yang lebih menyeluruh, menyerbu setiap bagian dan sudut dalam hidup kita, tanpa memerhatikan konsekuensi jangka panjang terhadap individu dan masyarakat. Akibat-akibat tersebut jelas merupakan kejadian dalam masalah-masalah yang kita hadapi, masalah yang tidak terbatas oleh perbedaan bangsa: kenaikan tingkat kriminalitas, penyebaran kecanduan obat terlarang, pengerusakan lingkungan hidup, perbudakan anak dan prostitusi, perdagangan ilegal dan pornografi, penurunan nilai dalam keluarga sebagai kesatuan pendidikan moral, kepercayaan dan kasih sayang. Continue reading

RAJA RUSA BANYAN



(Seri 1. Belas Kasihan)

Suatu ketika, seekor rusa yang cantik dan istimewa dilahirkan di dalam hutan dekat Benares, India Utara. Walaupun besarnya sama seperti seekor kuda jantan muda, tetapi ibunya mudah waktu melahirkannya. Ketika si rusa ini membuka matanya, kedua matanya sama cermelangnya seperti batu permata yang berkilauan. Mulutnya sama merahnya dengan buah berry hutan yang paling merah, kuku-kukunya sehitam bara gosok, tanduk kecilnya berkilauan seperti perak dan warnanya keemas-emasan bagai fajar di musim panas. Ketika ia tumbuh besar, sekawanan 500 rusa berkumpul di sekelilingnya dan ia menjadi dikenal sebagai Raja Rusa Banyan.

Sementara itu, tidak jauh, rusa jantan yang cantik lainnya dilahirkan, warnanya seperti emas yang sangat bagus. Lambat laun, kawanan 500 rusa yang terpisah datang mengikutinya dan ia dikenal sebagai Rusa Ranting.

Pada waktu itu Raja Benares sangat suka memakan daging rusa. Jadi ia secara rutin memburu dan membunuh rusa-rusa. Setiap kali ia berburu, ia pergi ke desa yang berbeda dan memerintahkan penduduk untuk melayaninya. Mereka harus menghentikan apa yang sedang mereka kerjakan, apakah membajak atau memanen padi atau apa pun, dan bekerja dalam pesta pemburuan raja.

Penduduk yang tinggal di desa itu merasa terganggu dengan hal ini. Mereka menanam sedikit tanaman, dan usaha lainnya juga hasil pendapatan menjadi berkurang. Jadi mereka datang bersama-sama dan memutuskan untuk membangun taman rusa yang besar untuk raja di Benares. Di sana raja bisa berburu sendiri, tanpa perlu memerintahkan pelayanan dari para penduduk desa.

Untuk itu para penduduk membangun sebuah taman rusa. Mereka membuat kolam-kolam genangan air, di mana rusa dapat minum, lalu menambahkan pohon-pohon dan rumput-rumput untuk mereka makan. Ketika semuanya sudah siap, orang-orang tersebut membuka gerbang dan pergi keluar menuju hutan-hutan terdekat. Mereka mengepung seluruh kawanan-kawanan rusa Banyan dan Ranting. Lalu dengan tongkat, senjata, dan suara gaduh yang dibuat, mereka mengiring semua rusa-rusa itu menuju perangkap taman rusa dan mengunci pintu gerbangnya dari belakang.

Setelah rusa-rusa tersebut sudah tenang, para penduduk pergi menemui raja dan berkata, “Panen dan pendapatan kami berkurang karena keperluan pemburuan Anda. Sebuah taman rusa yang aman dan menyenangkan, di mana Anda dapat berburu sendiri sesuka Anda. Tanpa perlu bantuan dari kami, Anda dapat menikmati keduanya, berburu dan makan daging rusa.”

Raja pergi ke taman rusa yang baru itu. Di sana, ia merasa senang melihat kawanan rusa yang sangat banyak. Ketika mengamati mereka, dua ekor rusa keemasan yang bagus sekali dengan tanduk yang besar dan tumbuh sempurna menarik perhatiannya. Karena raja mengagumi kecantikannya yang luar biasa, raja memberikan kebebasan kepada kedua rusa itu untuk tidak dijadikan target buruannya. Ia memerintahkan bahwa rusa-rusa itu harus benar-benar aman, tak ada yang dapat menyakiti atau membunuh mereka.

Sehari sekali raja akan datang dan membunuh seekor rusa untuk makan malamnya. Kadang-kadang, ketika ia terlalu sibuk, tukang masak istana yang akan melakukan pemburuan. Tubuh rusa itu kemudian akan dibawa ke tempat pemotongan untuk dipotong yang kemudian dipanggang.

Kapan pun rusa-rusa itu melihat busur dan panah, mereka panik, gemetar untuk hidup mereka. Mereka lari berkeliling secara beramai-ramai, beberapa dari mereka terluka dan banyak yang menderita karena kesakitan.

Suatu hari, kawanan Rusa Raja Banyan berkumpul mengelilinginya. Ia memanggil Rusa Ranting dan dua kawanan bergabung mengadakan pertemuan. Raja Rusa Banyan mengatakan kepada mereka, “Walaupun pada akhirnya, tak ada satu pun yang lolos dari kematian, penderitaan berkepanjangan yang tiada gunanya karena terluka dapat dicegah. Selama Raja hanya menginginkan daging dari seekor rusa setiap harinya, biarkan rusa itu dipilih oleh kita setiap harinya untuk menyerahkan dirinya ke balok pemotong. Satu hari dari kawananku dan hari berikutnya dari kawanan Rusa Ranting, kumpulan korban akan jatuh kepada satu rusa sekaligus.”

Rusa Ranting setuju. Mulai selanjutnya, rusa yang mendapat giliran, tanpa perlawanan, menyerahkan dirinya dan menaruh lehernya di atas balok. Tukang masak datang setiap harinya, membunuh dengan mudah korban yang sudah menunggu dan menyiapkan santapan daging rusa raja.

Suatu hari, giliran jatuh kepada seekor rusa betina yang sedang mengandung pada kawanan Rusa Ranting. Demi untuk menyelamatkan dirinya dan rusa lainnya begitu juga rusa yang belum dilahirkannya. Rusa betina ini menghadap kepada Rusa Ranting dan berkata, “Rajaku, aku sedang hamil. Biarkanlah aku tetap hidup sampai aku sudah melahirkan anakku. Kemudian kami akan memenuhi dua giliran dari pada hanya satu. Ini akan mengamankan satu giliran dan dengan demikian satu kehidupan untuk satu hari yang panjang.”

Rusa Ranting menjawab, “Tidak, tidak, aku tidak dapat mengubah peraturan-peraturan di tengah kekacauan dan menaruh giliranmu di atas yang lainnya. Kehamilan itu adalah milikmu, dan bayi itu adalah tanggung jawabmu. Sekarang tinggalkan aku.”

Setelah gagal dengan Rusa Ranting, ibu rusa yang malang ini pergi menemui Raja Rusa Banyan dan menjelaskan keadaan dirinya. Rusa Banyan menjawab dengan lembut, “Pergilah dengan damai. Aku akan mengganti peraturan-peraturan di tengah kekacauan dan menaruh giliranmu di atas yang lainnya.” Kemudian Raja Rusa pergi ke balok eksekusi, meletakan leher keemasannya di atas balok itu.

————————————————————–

Kesunyian menyelimuti taman rusa itu, dan beberapa yang menceritakan cerita ini bahkan berkata, kesunyian itu bahkan menyelimuti alam-alam lain yang tidak terlihat dari sini.

————————————————————–

Tak lama kemudian tukang masak kerajaan datang untuk membunuh rusa yang bersedia dikorbankan di atas balok. Tetapi ketika ia melihat korban itu adalah salah satu dari dua rusa emas yang telah diperintahkan raja untuk dikecualikan, si tukang masak itu takut untuk membunuhnya. Jadi, ia pergi dan memberitahu Raja Benares.

Raja terkejut, untuk itu ia pergi ke taman. Ia berkata kepada rusa keemasan yang masih terbaring di atas balok, “Oh Raja Rusa. Apakah aku tidak berjanji untuk menyelamatkan hidupmu? Apa alasanmu untuk datang ke sini seperti rusa-rusa lainnya?”

Raja Rusa Banyan menjawab, “Oh Raja manusia, saat ini seekor rusa betina yang hamil tidak cukup beruntung menjadi rusa yang akan mati. Dia memohon kepadaku untuk menyelamatkannya, demi rusa-rusa lainnya seperti juga bayinya yang belum dilahirkan begitu juga demi dirinya sendiri. Aku tidak dapat membantunya, tapi aku merasakan diriku berada di posisinya dan merasakan penderitaannya. Aku tidak dapat membantu, hanya menangis, berpikir si rusa kecil tidak akan pernah melihat senja, tidak akan pernah merasakan embun. Aku juga tidak dapat memaksakan kesakitan dari kematian kepada rusa lainnya yang merasa lega bahwa hari ini bukanlah gilirannya. Untuk itu, Raja yang kuat, aku memberikan hidupku demi rusa betina dan anaknya yang belum lahir. Dijamin tidak ada alasan lainnya.”

Raja benares diliputi kegembiraan. Kegembiraan yang sangat kuat seperti dirinya, air mata jatuh di pipinya. Lalu dia berkata, “Oh… Raja yang hebat, Raja Rusa Keemasan, bahkan di tengah-tengah manusia, aku belum pernah melihat seperti kau! Betapa kasih sayang yang besar, berbagi di dalam penderitaan makhluk lain! Betapa kemurahan hati yang besar, memberikan hidupmu untuk yang lain! Betapa kebaikan hati yang besar dan cinta yang lembut untuk semua kawanan rusamu. Berdirilah! Aku putuskan bahwa kau tidak akan pernah dibunuh olehku atau siapa pun di dalam kerajaanku, dan begitu juga si rusa betina dan anaknya.”

Tanpa mengangkat kepalanya, si rusa keemasan berkata, “Apakah hanya kami yang diselamatkan? Bagaimana dengan rusa lainnya yang ada di dalam taman, teman-teman dan keluarga kami?” Raja berkata, “Rajaku, aku tidak dapat menolakmu. Aku menghadiahkan keamanan dan kebebasan untuk semua rusa yang ada di dalam taman.” Lalu bagaimana dengan rusa-rusa yang berada di luar taman, akankah mereka dibunuh?” Tanya Banyan. “Tidak. Rajaku. Aku menyelamatkan semua rusa-rusa yang berada di dalam seluruh kerajaanku.”

Si rusa keemasan tetap tidak mengangkat kepalanya. Ia memohon, “Jadi rusa-rusa akan aman. Tetapi bagaimana dengan binatang berkaki empat lainnya?” “Rajaku, mulai dari sekarang mereka juga akan aman di negeriku.” “Dan bagaimana dengan burung-burung? Mereka juga ingin hidup.” “Iya, Rajaku, burung-burung juga akan diamankan dari kematian tangan-tangan manusia.” “Lalu bagaimana dengan ikan-ikan yang hidup di dalam air?” “Bahkan ikan akan bebas untuk hidup, Rajaku.” Setelah berkata, Raja Benares melarang berburu dan membunuh semua binatang di negerinya.

Setelah memohon untuk kehidupan semua makhluk-makhluk, makhluk yang hebat itu berdiri.

(Bagian 2. Ajaran)

Di luar dari rasa belas kasih dan terima kasih, Raja Rusa Banyan makhluk yang tercerahkan mengajarkan Raja Benares. Ia menasihati Raja untuk menempuh 5 tahap pelatihan, dengan maksud untuk mensucikan pikirannya. Ia menjelaskan pelatihan itu dengan berkata, “Ini akan bermanfaat bagimu, jika kau melepaskan lima perbuatan yang tidak berfaedah seperti:

–          Melakukan pembunuhan, ini bukanlah belas kasih

–          Mengambil yang tidak diberikan, ini bukanlah kemurahan hati

–          Melakukan tindakan asusila, ini bukanlah cinta kasih dan kebaikan hati

–          Berbicara yang tidak sebenarnya, ini bukanlah kebenaran

–          Hilang kesadaran karena minuman keras, ini mengarahkan kepada pelanggaran keempat tahap awal.”

Kemudian Raja Rusa Banyan menasihati Raja untuk melakukan perbuatan-perbuatan berfaedah, yang akan membawa kebahagiaan di dalam kehidupan ini dan alam selanjutnya. Lalu ia dan kedua kawanannya kembali ke hutan.

Ketika waktunya tiba, si Rusa betina yang hamil, yang telah tinggal bersama kawanan Rusa Banyan, melahirkan seekor anak rusa. Anak rusa itu sama indahnya dengan teratai mekar yang diberikan sebagai sebuah persembahan kepada dewa.

Ketika anak rusa itu sudah tumbuh menjadi seekor rusa jantan muda, ia mulai bermain dengan kumpulan Rusa Ranting. Melihat hal ini, ibunya berkata kepada anaknya, “Lebih baik hidup dengan umur pendek dengan makhluk yang memiliki kasih sayang yang besar daripada hidup dengan umur panjang dengan makhluk yang biasa-biasa saja.” Setelah itu, anaknya hidup dengan bahagia di kawanan Raja Rusa Banyan.

Satu-satunya yang hidup dengan tidak bahagia adalah petani-petani dan penduduk kerajaan. Dengan diberikan kebebasan secara penuh oleh Raja, rusa-rusa mulai memakan hasil-hasil panen petani tanpa rasa takut. Mereka bahkan memakan rumput yang ada di dalam kebun sayur-mayur penduduk dan di dalam kota Benares sendiri.

Untuk itu para penduduk melakukan protes kepada raja dan meminta ijin untuk membunuh setidaknya beberapa ekor rusa sebagai peringatan. Tetapi raja berkata, “Aku sendiri sudah menjanjikan kebebasan sepenuhnya kepada Raja Rusa Banyan. Aku akan menyerahkan tahtah sebelum aku akan melanggar kata-kataku kepadanya. Tidak ada satu pun yang boleh melukai seekor rusa!”

Ketika Raja Rusa Banyan mendengar hal ini, ia berkata kepada semua rusa, “Kau seharusnya tidak memakan hasil panen milik orang lain.” Dan ia mengirim pesan kepada para penduduk. Selain meminta untuk membuat pagar pembatas, ia juga meminta mereka untuk mengikat sekumpulan daun-daun sebagai batas di sekeliling ladang mereka. Hal ini memulai kebiasaan orang India untuk menandai ladang-ladang dengan mengikat daun-daun, cara ini sudah melindungi mereka dari rusa sampai saat ini pun.

Keduanya, Raja Rusa Banyan dan Raja Benares menjalani hidup mereka dalam kedamaian, meninggal dan dilahirkan sebagaimana layaknya perbuatan mereka.

Pesan moral: Di mana pun berada, belas kasih adalah sebuah tanda dari kejayaan.

Diterjemahkan oleh Selfy Parkit.

Sumber: Prince Goodspeaker – Buddhist Tales for Young and Old Volume 1, Stories 1-50

Bangkai Tikus


Kekesalan ini membawaku kepada kemarahan. Beberapa hari yang lalu di kamarku terjadi sesuatu yang menghebohkan. Di sore hari ketika aku sedang menikmati istirahatku tiba-tiba adik perempuanku berseru sambil memprotes dan memecahkan keheningan tidur soreku. “Bau..” begitu katanya, kamarku bau tikus mati alias bangkai tikus. Aku yang akhirnya terbangun dari tidurku berusaha dengan keras menarik nafas, mencari tahu kebenaran kata-kata adik perempuanku. “Mana, ga bau kok!”, seruku sambil mengendus-enduskan hidungku. Lalu, karena sudah terbangun dari tidur, tak ada lagi yang dapat aku lakukan di kamarku selain berbaring. Namun karena bosan dan tak tahu lagi apa yang harus aku perbuat aku pun beranjak meninggalkan kamar tidurku dan lari ke ruang tamu. Aku duduk dengan tenang sambil menonton televisi acara reality show. Beberapa saat kemudian perut ini terasa lapar dan meminta jatah hariannya. Aku pun mengisi perut ini tanpa lagi memikirkan si bangkai tikus yang bau itu, yang sedang menyebarkan kebauannya di dalam ruangan kamarku yang cukup kecil itu. Selesai bersantap sore, sekali lagi aku diributkan oleh gerutuan-gerutuan adik perempuanku persoalan bau yang masih saja sama. “Kenapa masih saja menggerutu! Ya, dicari dong di mana bangkai tikusnya.” kataku sambil menghampirinya. “Besok aja, udah sore ribet.” Jawab adikku enteng. “Kalau ntar mau tidurnya bau-bauan, ya udah!” seruku cuek. Lalu ketika berpikir sejenak, adikku ini pun masuk ke dalam rumah, dan tak lama kemudian ia pun berteriak memanggilku, “Kak, cepetan sini bantuin aku dong!” Ternyata seketika pikirannya pun berubah, tak mau menunggu waktu yang ada untuk menyelesaikan permasalahan bau yang mengganggunya. Apalagi tidur bersama dengan bau yang menyengat dan membangkitkan selera untuk marah-marah menyalahkan tikus yang sudah mati itu.

Sedikit demi sedikit dan satu persatu dikeluarkannya barang-barang yang ada di kamar tempat tidur kami itu. Mulai dari meja kecil, rak-rak buku, kardus-kardus bekas miliknya yang ternyata sudah tak terpakai lagi sampai dengan lemari yang kurang lebih isinya buku-buku dan barang-barang lainnya pun mendapat giliran untuk berpindah dari tempatnya. Setelah sebagian besar dari barang-barang tersebut sudah keluar dari kamar, seketika bau bangkai tikus itu pun sudah tidak tercium lagi di dalam kamar kami, melainkan pindah menyebarkan aromanya di ruang tamu tempat kami menaruh barang-barang tersebut. Sebagian dari orang-orang di rumahku mulai heboh, ada yang berpendapat ini dan itu, ada yang mengusulkan ini dan itu. Namun tak satu pun dari mereka yang turun tangan untuk membantu, karena takut akan melihat bangkai tikus yang jelas-jelas sudah tentu mati. Dengan gerutuan yang masih saja mendesis, di tambah lagi dengan rasa sedikit takut dan geli, adikku pun perlahan-lahan mencari-cari bangkai tersebut. Dibongkar dan dipisahkannya barang-barangnya yang sudah tak terpakai itu untuk dikumpulkan. “De, lebih baik barang-barang yang tak dipakai itu dibuang saja, atau kalau ada barang yang masih layak pakai tapi tidak dibutuhkan lagi lebih baik dikasih orang saja!” teriakku sambil membersihkan barang-barang yang ada di dalam kamar dan merasa kesal mendengar gerutuan-gerutuan adikku yang tak ada habisnya itu, ‘Bukannya di cari malah menggerutu terus’ pikirku. Saat itu kemarahan pun mulai timbul dan hampir memecahkan pengendalian diriku. Terlebih lagi melihat kamar kami yang memang agak sedikit berantakan karena sudah lama tidak mengalami pembersihan besar-besaran membuat beban pikiranku semakin bertambah. Mengapa selama ini masing-masing dari kami selalu saja melemparkan tugas dan tanggung jawab untuk membersihkan kamar tersebut, saat itu aku mulai menyesalinya.

Satu persatu barang yang sudah tak bermasalah dan tak ada bangkai tikus di dalamnya dimasukkan kembali ke dalam kamar, begitu juga dengan barang-barang yang tak terpakai, dikumpulkan dan dibuang ke dalam tong sampah. Dengan begitu akan semakin mudahlah pencarian bangkai tikus kami. Sampai akhirnya teriakan histeris pun terdengar di tengah-tengah ruang tamu. “Ah..ah.. ka, ini-ini bangkainya sudah ketemu!”, seru adikku sambil meringis kegelian dan menunjuk-nunjuk ke arah bangkai tersebut. Bangkai dari anak tikus yang baunya dipermasalahkan itu bersembunyi di dalam keranjang tumpukan pakaian kotor. Seketika rasa kesal kami pun lenyap bersamaan dengan dibuangnya bangkai tikus kecil yang menyebarkan bebauannya itu, sebau rasa kesal kami yang akhirnya menyebabkan kemarahan. Dengan begitu, kamar kami pun terbebas dari bau-bau yang menyengatkan. Namun, tidak dengan pikiran kami yang masih suka terusik dengan kekesalan dan kemarahan hanya karena bau dari bangkai seekor tikus

Sesungguhnya bangkai tikus itu seperti kekotoran batin di dalam diri kita yang harus dibersihkan. Untuk membersihkannya kita harus sabar dan perlahan-lahan mencari tahu dan mengenali si kekotoran batin tersebut hingga akhirnya bisa kita bersihkan yaitu dengan belajar dan berlatih atau mempraktikannya. Di dalam pelatihan dan pembelajaran itu, kita akan banyak menemukan hal atau ajaran dan orang-orang yang akan memberikan petunjuk dan saran-saran. Akan tetapi, tak banyak dari mereka yang bisa dan mau turun tangan untuk membantu kita dalam membersihkannya. Kita sendirilah yang harus lebih giat berusaha dan tidak selalu menggantungkan diri terhadap makhluk lain. Selain itu juga akan ada banyak ajaran-ajaran yang mengaku kebenaran, yang mendorong kita untuk berpikir lebih bijaksana. Hingga akhirnya kekotoran batin tersebut bisa kita buang dari batin ini dan kebahagiaan pun akan datang mengisinya. Namun, jangan sampai bau dari bangkai tikus itu kembali merusak kebahagiaan kita.

Pernah diterbitkan oleh majalah Warta Dharma edisi Waisak 2553 BE/2009 no.26

Thanks to My Family MoM, Alm.Dad, and my sisters &Friends