Pada suatu ketika, terdapatlah dua anak sapi yang menjadi bagian dari sebuah keluarga perumah tangga di suatu negara. Di rumah yang sama, tinggal juga seorang anak perempuan dan seekor bayi babi. Karena babi itu hampir tidak pernah mengeluarkan suara, babi itu dipanggil dengan ‘Tanpa Dengking’.
Tuan rumah memperlakukan Tanpa Dengking dengan sangat baik. Mereka memberi makan nasi terbaik dalam jumlah besar, dan bahkan bubur beras dengan banyak campuran gula merah.
Dua anak sapi memperhatikan hal ini. Mereka bekerja keras menarik bajak di sawah dan gerobak di jalan. Merah Kecil berkata ke Merah Besar, “Kakak, di dalam rumah tangga ini, Aku dan kamu yang mengerjakan semua pekerjaan berat. Kita membawa kemakmuran untuk keluarga ini. Tetapi mereka hanya memberi makan kita rumput dan jerami. Si bayi babi Tanpa Dengking tidak melakukan apa-apa untuk menyokong keluarga ini. Dan mereka memberi makan makanan terbaik dan terenak. Kenapa dia harus mendapatkan perlakuan special semacam itu?”
Kakak yang bijaksana berkata, “Oh adikku, berbahaya jika iri hati kepada siapa pun. Jadi, jangan iri hati kepada bayi babi karena dia sudah diberi makan banyak semacam itu. Apa yang dia makan adalah benar-benar ‘makanan kematian’.”
“Dalam waktu dekat, akan ada upacara pernikahan anak perempuan tuan rumah, dan Tanpa Dengking kecil akan menjadi hidangan pernikahan! Itu sebabnya mengapa dia dimanja dan diberi makan makanan sedemikian rupa.”
“Dalam beberapa hari para tamu akan datang. Kemudian anak babi ini kakinya akan diseret keluar, dibunuh, dan dibuat kari untuk hidangan.”
Ternyata benar, dalam beberapa hari para undangan pernikahan datang. Bayi babi Tanpa Dengking diseret dan dibunuh. Dan seperti yang Merah Besar sudah katakan, babi itu dimasak menjadi berbagai jenis kari dan dilahap oleh para tamu.
Kemudian Merah Besar berkata, “Adikku, Apakah kamu melihat apa yang terjadi dengan bayi Tanpa Dengking?” “Iya kakak,” jawab Merah Kecil, “Sekarang Aku mengerti.”
Merah Besar kembali berkata, “Ini adalah hasil dari diberi makan makanan banyak semacam itu. Rumput dan jerami kita yang tidak enak beratus-ratus kali lebih baik daripada bubur dan gula merah manisnya. Makanan kita tidak mendatangkan bahaya bagi kita, tetapi malahan menjanjikan umur panjang!”
Pesan moral: Jangan iri hati terhadap kemakmuran orang lain, sampai kamu mengetahui harga yang mereka bayar.
Diterjemahkan oleh Novita Hianto, editor Selfy Parkit.
Sumber: Prince Goodspeaker – Buddhist Tales for Young and Old Volume 1, Stories 1-50
(Thanks for Mr.Tasfan)
You must be logged in to post a comment.