Oleh Selfy Parkit
Beberapa waktu yang lalu saya mengikuti program kegiatan Yayasan Tzu Chi Indonesia selama 3 hari 2 malam. Program ini bernama Tzu Ching Camp IV, Tzu Ching sendiri adalah bagian dari Yayasan Tzu Chi yang beranggotakan anak-anak muda yang masih berkuliah. Di dalam kegiatan tersebut kami diberikan makalah-makalah mengenai pengenalan Tzu Chi , visi dan misinya. Kami juga dikenalkan mengenai pelestarian lingkungan, bagaimana berbakti kepada orang tua dan yang paling penting adalah praktik kebajikan dengan berkunjung ke tempat orang-orang yang membutuhkan dan telah mendapatkan bantuan dari Yayasan Tzu Chi, kegiatan ini dikenal dengan nama Kunjungan Kasih.
Sebagai lembaga sosial yang lintas agama, suku ras dan Negara, Tzu Chi yang dibangun di Taiwan oleh Master Cheng Yen ini sudah bertahan selama 43 tahun dengan 4 misi kebajikannya yaitu; Misi amal, dengan membantu orang yang membutuhkan baik secara moral dan materi seperti memberikan sembako, beras untuk farkir miskin ataupun bantuan bagi korban bencana alam dll. Misi pengobatan, dengan memberikan pengobatan gratis kepada orang-orang yang tak mampu sampai dengan membangun Rumah Sakit-Rumah Sakit. Misi Pendidikan, dengan memberikan beasiswa dan membangun sekolah yang tidak hanya mengajarkan pengetahuan dan keterampilan saja namun juga mengajarkan tentang jiwa kemanusiaan. Misi yang terakhir adalah Misi Budaya Kemanusiaan yaitu dengan mendokumentasikan semua kegiatan-kegiatan Tzu Chi guna untuk menyebarkan benih-benih Buddha dan welas asih ke seluruh penjuru dunia melalui media Internet, media massa, dan televisi.
Di hari pertama kegiatan melalui pengenalan pelestarian lingkungan kita diperlihatkan sebuah rekaman video mengenai aksi dari para relawan Tzu Chi Taiwan yang membantu korban bencana alam di Taiwan, dengan memberikan makanan dan air bersih untuk masyarakat yang terjebak dalam banjir. Banjir yang memperlihatkan penderitaan saudara kita yang berada di Taiwan Selatan ini disebabkan oleh Badai Morakot yang terjadi tepatnya tanggal 08 Agustus 2009 setelah tengah malam. Ibarat hujan yang seharusnya turun dalam satu tahun kini turun dalam satu hari dan menyebabkan banjir serta banyak menenggelamkan daerah di Taiwan Selatan seperti seluruh kota Xiaolin, Kiling dan kotapraja Jiaxian yaitu sebuah perkampungan yang berada di gunung dengan jumlah penduduk sekitar 1.300 orang. Perkampungan tersebut kini tertutup oleh lumpur yang menghancurkan banyak kota dan menyebabkan banyak korban. Ratusan korban meninggal dan hilang dalam kejadian tersebut, ratusan lainnya harus terperangkap dalam banjir serta kekurangan makanan dan air bersih. Mengapa bencana-bencana alam semacam ini bisa terjadi? Kejadian di Taiwan hanyalah contoh dari sebagian kecil bencana alam yang terjadi di dunia yang tanpa disadari bahwa salah satu faktor penyebabnya adalah ulah manusia itu sendiri yang tak menjaga lingkungan.
Bumi kita Adalah Rumah Kita Bersama
Seperti kita ketahui manusia di dunia ini hidup saling berhubungan dan bergantungan satu sama lain. Bukan saja saling membutuhkan antara sesama, bahkan manusia pun menggantungkan hidupnya kepada alam, tanpa alam dan lingkungan yang baik maka manusia sulit untuk bertahan hidup. Bumi ini bagaikan rumah kita sendiri, jika saja bumi ini dirusak maka kita pun tak dapat hidup di dalamnya. Namun karena keegoisan dan keserakahan manusia tak sedikit tidakan-tindakan yang dilakukan malah merugikan alam, lingkungan dan orang banyak. Ironisnya tindakan tersebut dilakukan secara sadar dan hanya untuk kenyamanan sesaat saja tanpa pernah memikirkan dampak yang akan terjadi di masa mendatang. Contohnya saja penebangan hutan liar secara berlebihan demi memperbanyak keuntungan pribadi atau golongan tertentu tanpa melakukan tindakan penanaman kembali. Akibatnya, bencana alam kebanjiran dan longsor terjadi di mana-mana, menyebabkan banyak korban, kerusakan serta kerugian materi yang tidak sedikit. Bukan hanya keegoisan dan keserakahan saja yang menyebabkan terjadinya kerusakan alam, namun kecerobohan dan ketidaktahuan manusia pun ternyata ikut berperan serta dalam hal ini. Misalnya, membuang sampah sembarangan ataupun pemborosan besar-besaran seperti menyalahkan listrik berlebihan di siang hari atau menghidupkan AC di ruangan kosong, dan yang sering terjadi lagi adalah pembelian barang-barang yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
Kini saatnya kita sadar untuk tidak serakah, egois, ceroboh apalagi boros demi bumi kita, rumah kita dan tempat tinggal kita bersama dengan orang-orang yang kita cintai. Berbuat bajik bukan hanya dengan berdana saja, bukan hanya melakukan pengobatan gratis saja, dan bukan memberikan pendidikan saja, tetapi juga berperan aktif dalam menjaga lingkungan serta memiliki kesadaran terhadap lingkungan. Jika saja masing-masing dari kita sudah memiliki kesadaran dan peduli akan lingkungan, tentunya keindahan bumi ini pun akan bertahan lama.
Bukan Hanya Teori Tapi Praktik
Salah satu penyebab terjadinya banjir adalah sampah yang membuat macet aliran-aliran pembuangan air, mengapa banyak sampah yang berserakan di mana-mana? Tentu saja hal ini terjadi karena ulah manusia yang membuang sampah sembarangan. Marilah kita bukan hanya sekedar berteori tetapi berpraktik dalam kebajikan dengan contoh kecilnya saja dalam menjaga lingkungan yaitu dengan membuang sampah pada tempatnya. Coba pikirkan seberapa besar dampak yang dihasilkan dari tidak membuang sampah sembarangan, dan sudah seberapa besar kebajikan yang kita lakukan dengan membuang sampah pada tempatnya. Di dalam Yayasan Tzu Chi sendiri dikenal konsep 5 R dalam melestarikan lingkungan, yaitu; Re-think (menimbang ulang) – membeli barang sesuai kebutuhan, Reduce (mengurangi)—mengurangi yang tidak perlu, Re-use (menggunakan kembali), Repair (memperbaiki), Recycle (mendaur ulang). Dalam mendaur ulang Yayasan Tzu Chi sendiri mempunyai motto “Sampah menjadi emas, emas menjadi cinta kasih”. Sampah-sampah tersebut tidak dibuang percuma tetapi dimanfaatkan dengan cara didaur ulang. Ya daur ulang, hari pertama yang saya lakukan di kegiatan tersebut adalah melakukan pemilahan sampah di tempat daur ulang Yayasan Tzu Chi Indonesia. Gundukan sampah dengan bau yang menyengat, kotor dan bahkan ada yang bilang menjijikan tidak ada artinya lagi bagi para peserta Camp di sana. Mereka semua dengan antusias dan bersemangat mengesampingkan ego mereka untuk datang menghampiri gundukan sampah dan memilah-milah sampah tersebut. Lihat betapa indahnya kebajikan yang kita lakukan dalam menjaga lingkungan, menjaga kehidupan dan anak cucu kita serta generasi yang akan datang. Kebajikan yang kita lakukan telah memberikan tempat tinggal yang layak bagi mereka di masa depan.
Pernah diterbitkan di Majalah Warta Dharma Ratna Edisi Kathina 2553 BE/2009 No.28
Thanks to My Parents, Ancestor and My Friends in Tzu Ching Camp IV
You must be logged in to post a comment.