Sapi Jantan yang disebut ‘Delightful’ (Menyenangkan) (Semua Berhak Menerima Penghormatan)


Pada suatu ketika, di Negara Gandhara di India Utara, ada sebuah kota bernama Takkasila. Di kota itu makhluk yang tercerahkan dilahirkan sebagai anak sapi yang tak biasa. Karena ia adalah jenis keturunan yang kuat, ia dibeli oleh laki-laki kaya berkelas tinggi.  Dia menjadi sangat cinta kepada binatang yang lembut itu. dan memanggilnya ‘Delightful (Menyenangkan). Dia merawatnya dengan baik dan memberinya  makan hanya yang terbaik.

Ketika Delightful tubuh menjadi seekor sapi jantan besar yang kuat, ia berpikir, “Aku telah dibesarkan oleh laki-laki yang murah hati ini. Ia memberikanku makanan enak seperti itu dan merawatku terus-menerus, walaupun kadang-kadang ada kesulitan. Sekarang Aku adalah seekor sapi jantan besar yang tubuh dewasa dan tak ada satu pun sapi jantan lain yang dapat menarik muatan berat yang sama  seperti yang ku bisa. Oleh sebab itu, Aku akan menggunakan kekuatanku untuk memberikan sesuatu sebagai balasan kepada majikanku.”

Jadi ia berkata kepada laki-laki itu, “Tuanku, tolong temukan beberapa pedangan kaya yang bangga dalam memiliki banyak sapi jantan kuat. Tantang mereka dengan mengatakan bahwa sapi jantanmu dapat menarik seratus gerobak berisi muatan penuh.”

Mengikuti nasihatnya, orang kaya berkelas itu pergi menemui seorang pedagang dan memulai percakapan. Sesaat kemudian, dia mencetuskan gagasan siapa yang memiliki sapi jantan terkuat di kota.

Pedagang itu berkata, “Banyak yang memiliki sapi jantan, tetapi tidak satu pun orang yang memiliki sapi jantan apa pun yang sama kuatnya dengan milikku.” Si laki-laki kaya berkata, “Tuan, Aku memiliki sapi jantan yang dapat menarik seratus gerobak berisi muatan penuh.” “Tidak, teman, bagaimana ada sapi jantan semacam itu? hal itu tak dapat dipercaya!” seru si pedagang. Pedagang yang lain menyahut, “Aku memiliki sapi jantan semacam itu, dan Aku bersedia untuk membuat taruhan.”

Pedangang itu berkata, “Aku akan bertaruh seribu koin emas bahwa sapi jantanmu tidak dapat menarik seratus gerobak berisi muatan.” Jadi taruhan pun dibuat dan mereka sepakat pada waktu dan tanggal untuk tangtangan itu.

Si Pedagang menyatukan bersamaan seratus gerobak besar. Mereka mengisi gerobak itu dengan pasir dan batu kerikil untuk membuatnya sangat berat.

Laki-laki kaya berkelas itu memberi makan beras yang terbaik kepada sapi jantan yang dipanggil Delightful. Dia memandikan dan menghiasinya serta mengantung sebuah rangkaian bunga yang indah di lehernya.

Kemudian dia mengikatkan tali pengikat pada gerobak yang pertama dan naik di atas sapi tersebut. Menjadi sangat berkelas, ia tidak dapat menahan keinginan untuk membuat dirinya terlihat sangat penting. Jadi ia melecutkan sebuat cambuk di udara, dan berteriak kepada sapi jantan yang setia itu, “Tarik, kamu binatang yang bodoh! Aku perintahkan kamu untuk menarik, bodoh!”

Sapi jantan yang dipanggil Delightful itu berpikir, “Tantangan ini adalah gagasanku! Aku tidak pernah melakukan suatu hal yang buruk apa pun kepada tuanku, dan tetapi ia menghinaku dengan kata-kata yang tajam dan kasar semacam itu!” Jadi ia tetap di tempatnya dan menolak untuk menarik gerobak-gerobak itu.

Pedagang itu tertawa dan menagih kemenangannya dari taruhan tersebut. Laki-laki kaya berkelas itu harus membayarnya seribu koin emas. Dia kembali ke rumahnya dan duduk, sedih oleh taruhannya yang hilang, dan dipermalukan oleh pukulan terhadap rasa harga dirinya.

Sapi jantan yang dipanggil Delightful itu makan rumput dengan tenang dalam perjalanan pulangnya. Ketika ia sampai, ia melihat majikannya berbaring dengan sedih.  Ia bertanya, “Tuan, mengapa kamu berbaring di sana seperti itu? Apakah kamu mengantuk? Kamu terlihat sedih.”  Laki-laki itu berkata, “Aku kehilangan seribu koin emas karena kamu. Dengan kehilangan semacam itu, bagaimana Aku dapat tidur?”

Sapi jantan menjawab, “Tuanku, kamu memanggilku ‘bodoh’. Kamu bahkan melecutkan cambuk di udara di atas kepalaku. Seumur hidupku, apakah Aku pernah merusak apa pun, menginjak apa pun, membuat kekacauan di tempat yang salah, atau berprilaku seperti yang ‘bodoh’ dengan cara apa pun?” Dia menjawab, “Tidak, binatang peliharaanku.”

Sapi jantan yang dipanggil Delightful itu berkata, “Lalu Tuan, mengapa tadi kamu memanggilku ‘binatang bodoh’, dan menghinaku bahkan di hadapan orang lain? Kesalahan ada padamu. Aku tidak melakukan sesuatu pun yang salah. Tetapi karena aku kasihan kepadamu, pergi lagi kepada si pedagang itu dan buatlah taruhan yang sama untuk dua ribu koin emas. Dan ingatlah untuk hanya menggunakan kata-kata hormat yang Aku berhak menerimanya dengan baik.”

Kemudian laki-laki kaya berkelas itu kembali menemui si pedagang dan membuat taruhan untuk dua ribu koin emas. Pedagang itu berpikir ini cara gampang untuk mendapatkan uang. Sekali lagi ia menyediakan seratus kereta sapi yang berisi muatan penuh. Sekali lagi laki-laki kaya itu memberi makan dan memandikan sapi jantannya , dan menggantungkan rangkaian bunga di lehernya.

Ketika semuanya sudah siap, laki-laki kaya itu menyentuh kening Delightful dengan bunga teratai, dan telah membuang cambuknya. Memikirkan si sapi jantan sama sayangnya seperti seolah-olah ia anaknya sendiri, dia berkata, “Anakku, tolong lakukan kepadaku kehormatan untuk menarik seratus gerobak ini.”

Seketika itu juga, sapi jantan yang hebat itu menarik dengan seluruh kekuatannya dan menyeret gerobak-gerobak yang berat itu, sampai yang terakhir berdiri di tempat yang pertama.

Pedagang itu dengan mulut ternganga tidak percaya, harus membayar dua ribu koin emas . Para penonton sangat terkesan, mereka menghormati sapi jantan yang dipanggil Delightful itu dengan hadiah-hadiah.  Tetapi yang lebih penting bagi laki-laki kaya berkelas itu daripada kemenangannya adalah pelajaran berharga dalam kerendahan hati dan rasa hormat.

Pesan moral: Kata-kata kasar tidak menguntungkan, kata-kata hormat membawa kehormatan bagi semua.

Diterjemahkan oleh Selfy Parkit.

Sumber: Prince Goodspeaker – Buddhist Tales for Young and Old Volume 1, Stories 1-50

Thanks To Mr.Willy Yanto Wijaya for helping me during the translation.

Merah Besar, Merah Kecil dan Tanpa Dengking (Iri Hati)


Pada suatu ketika, terdapatlah dua anak sapi yang menjadi bagian dari sebuah keluarga perumah tangga di suatu negara. Di rumah yang sama, tinggal juga seorang anak perempuan dan seekor bayi babi. Karena babi itu hampir tidak pernah mengeluarkan suara, babi itu dipanggil dengan ‘Tanpa Dengking’.

Tuan rumah memperlakukan Tanpa Dengking dengan sangat baik. Mereka memberi makan nasi terbaik dalam jumlah besar, dan bahkan bubur beras dengan banyak campuran gula merah.

Dua  anak sapi memperhatikan hal ini. Mereka bekerja keras menarik bajak di sawah dan gerobak di jalan. Merah Kecil berkata ke Merah Besar, “Kakak, di dalam rumah tangga ini, Aku dan kamu yang mengerjakan semua pekerjaan berat. Kita membawa kemakmuran untuk keluarga ini. Tetapi mereka hanya memberi makan kita rumput dan jerami. Si bayi babi Tanpa Dengking tidak melakukan apa-apa untuk menyokong keluarga ini. Dan mereka memberi makan makanan terbaik dan terenak. Kenapa dia harus mendapatkan perlakuan special semacam itu?”

Kakak yang bijaksana berkata, “Oh adikku, berbahaya jika iri hati kepada siapa pun. Jadi, jangan iri hati kepada bayi babi karena dia sudah diberi makan banyak semacam itu. Apa yang dia makan adalah benar-benar ‘makanan kematian’.”

“Dalam waktu dekat, akan ada upacara pernikahan anak perempuan tuan rumah, dan Tanpa Dengking kecil akan menjadi hidangan pernikahan! Itu sebabnya mengapa dia dimanja dan diberi makan makanan sedemikian rupa.”

“Dalam beberapa hari para tamu akan datang. Kemudian anak babi ini kakinya akan diseret keluar, dibunuh, dan dibuat kari untuk hidangan.”

Ternyata benar, dalam beberapa hari para undangan pernikahan datang. Bayi babi Tanpa Dengking diseret dan dibunuh. Dan seperti yang Merah Besar sudah katakan, babi itu dimasak menjadi berbagai jenis kari dan dilahap oleh para tamu.

Kemudian Merah Besar berkata, “Adikku, Apakah kamu melihat apa yang terjadi dengan bayi Tanpa Dengking?” “Iya kakak,” jawab Merah Kecil, “Sekarang Aku mengerti.”

Merah Besar kembali berkata, “Ini adalah hasil dari diberi makan makanan banyak semacam itu. Rumput dan jerami kita yang tidak enak beratus-ratus kali lebih baik daripada bubur dan gula merah manisnya. Makanan kita tidak mendatangkan bahaya bagi kita, tetapi malahan menjanjikan umur panjang!”

Pesan moral: Jangan iri hati terhadap kemakmuran orang lain, sampai kamu mengetahui harga yang mereka bayar.

Diterjemahkan oleh Novita Hianto, editor Selfy Parkit.

Sumber: Prince Goodspeaker – Buddhist Tales for Young and Old Volume 1, Stories 1-50

(Thanks for Mr.Tasfan)

BLACKIE MILIK NENEK (Kasih Sayang)


Pada suatu waktu, ketika saat Raja Brahmadatta memerintah di Benares, ada seorang nenek yang mempunyai seekor anak sapi. Anak sapi ini adalah seekor anak sapi hitam bangsawan. Sesungguhnya, warnanya hitam pekat tanpa bintik-bintik putih. Anak sapi itu adalah Bodhisatta – makhluk yang tercerahkan.

Nenek itu membesarkan si anak sapi seperti anaknya sendiri. Dia memberi makan nasi dan bubur terbaik. dia menciumi kepala dan leher anak sapi itu, dan anak sapi menjilati tangan si Nenek. Karena mereka sangat akrab, orang-orang mulai memanggil si anak sapi, ‘ Blackie milik nenek’.

Bahkan setelah anak sapi telah tumbuh menjadi sapi jantan yang besar dan kuat, Blackie milik nenek tetap sangat jinak dan lemah-lembut. Anak-anak desa bermain dengannya, memegang leher, telinga, dan tanduknya. Bahkan mereka mengambil ekornya dan berayun ke belakang sebagai tunggangan. Dia menyukai anak-anak, jadi dia tidak pernah mengeluh.

Sapi yang bersahabat itu berpikir, “Nenek baik hati, yang telah membesarkanku seperti seorang ibu bagiku. Dia telah membesarkanku seperti anaknya sendiri. Dia miskin dan kekurangan, tetapi terlalu sungkan meminta bantuanku. Dia terlalu lembut untuk memaksa saya bekerja. Karena saya juga mencintai dia, saya berharap dapat membebaskan dia dari penderitaan kemiskinan.” Jadi sapi mulai mencari pekerjaan.

Suatu hari, sebuah kafilah dengan 500 kereta datang ke desa. Kafilah itu berhenti pada tempat yang sulit untuk menyeberangi sungai. Sapi-sapi mereka tidak dapat menarik kereta menyeberang. Pemimpin kafilah menempatkan 500 pasang sapi pada kereta pertama. Tetapi sungainya terlalu deras sehingga mereka tidak dapat menyeberang walaupun hanya satu kereta.

Menghadapi masalah ini, pemimpin mencari tambahan sapi. Dia terkenal dalam ahli menilai kualitas dari sapi-sapi. Saat memeriksa kumpulan pengembara, dia melihat Blackie milik nenek. Sekilas dia  berpikir, “Sapi bangsawan ini sepertinya memiliki kekuatan dan kemauan menarik kereta-keretaku menyeberangi sungai.”

Dia berkata kepada para penduduk desa yang berdiri di dekatrnya. “Sapi hitam ini milik siapa? Aku ingin menggunakan sapi ini untuk menarik keretaku menyeberangi sungai, dan Aku bersedia membayar jasanya kepada pemiliknya.” Orang-orang berkata, “Kalau begitu, silakan bawa dia. Tuannya sedang tidak ada disini.”

Demikianlah dia meletakan seutas tali melalui hidung Blackie. Tetapi saat dia menarik, dia tidak dapat menggerakan sapi itu! Sapi itu berpikir, “Aku tidak akan bergerak sampai orang ini berkata kalau dia akan membayar perkerjaanku.”

Sebagai penilai sapi yang baik, Pemimpin kafilah memahami alasan ini. Sehingga dia berkata, “Sapi, setelah kamu berhasil menarik 500 keretaku menyeberangi sungai, Aku akan membayar kamu dua koin emas untuk setiap keretanya – bukan satu, tetapi dua!” Mendengar hal ini, Blackie bersedia ikut pergi dengannya.

Kemudian dia memasang pakaian kuda ke sapi hitam itu dan menghubungkannya ke kereta pertama. Sapi itu menarik kereta melewati sungai. Hal ini belum pernah dapat dilakukan oleh 1000 sapi sebelumnya. Seperti yang diharapkan, dia dapat menarik 499 kereta menyeberangi sungai dalam satu waktu, tanpa memperlambat langkahnya!

Ketika semuanya telah selesai dikerjakan, pemimpin kafilah menyiapkan bungkusan berisi hanya satu koin emas per kereta, totalnya 500 koin. Dia mengalungkannya di leher sapi kuat ini. Sapi berpikir, “Orang ini berjanji akan memberikan dua koin emas per kereta, tetapi ini tidak sesuai dengan apa yang sudah dikalungkan di leherku. Maka Aku tidak akan membiarkan dia pergi!” Sapi berjalan ke bagian depan kafilah dan menghalangi jalan.

Pemimpin berusaha mendorongnya keluar dari jalan, tetapi dia tidak bergerak. Pemimpin berusaha mengendarai kereta-kereta itu di sekelilingnya. Tetapi semua sapi telah melihat betapa kuatnya dia, sehingga mereka tidak mau bergerak juga!

Laki-laki itu berpikir, “Tidak diragukan lagi bahwa dia adalah sapi jantan yang pintar, yang dapat mengetahui bahwa Aku hanya membayarnya setengah harga.” Demikianlah dia membuat lagi sebuah bungkusan baru yang berisi 1000 koin emas, dan mengalungkannya di leher sapi.

Blackie milik nenek kembali menyeberangi sungai dan langsung berjalan menuju si nenek, ‘ibu-nya’. Sepanjang perjalanan, anak-anak berusaha mengambil bungkusan uang, mengira itu adalah permainan. Tetapi dia tidak memperdulikan mereka.

Ketika si Nenek melihat bungkusan berat itu, dia sangat terkejut. Anak-anak menceritakan kepadanya semua hal tentang apa yang terjadi di sungai. Dia membuka bungkusan itu dan menemukan 1000 koin emas.

Wanita tua itu juga melihat kelelahan pada mata ’anak’nya. Dia berkata, “Oh anakku, kamu pikir Aku berharap dapat menghasilkan uang dari kamu? Kenapa kamu mau bekerja sangat keras dan menderita? Bagaimanapun susahnya nanti, Aku akan selalu memelihara dan menjagamu.”

Kemudian wanita baik itu memandikan sapi jantan tercintanya dan memijat otot-ototnya yang lelah dengan minyak. Dia memberinya makanan yang baik dan merawatnya, sampai akhir dari hidup mereka yang bahagia.

Pesan moral: Kasih sayang membuat rumah termiskin menjadi rumah terkaya.

Diterjemahkan oleh Novita Hianto, editor Selfy Parkit.

Sumber: Prince Goodspeaker – Buddhist Tales for Young and Old Volume 1, Stories 1-50