Aku Menangis Untuk Adikku Enam Kali


Aku lahir di sebuah desa pegunungan terpencil. Hari demi hari kedua orangtuaku membajak tanah kuning yang kering dengan punggung mereka menghadap ke langit.

Aku memiliki seorang adik laki-laki, 3 tahun lebih muda dariku. Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang sepertinya semua para gadis di sekelilingku memilikinya, Aku mencuri 50 sen dari laci ayahku. Ayah mengetahuinya dengan segera. Dia membuat Aku dan adikku berlutut menghadap dinding, dengan sebatang tongkat bambu di tangannya. “Siapa yang mencuri uang itu?” Tanyanya.

Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar satu pun dari kami yang mengaku, jadi dia berkata, “Baiklah, jika tak ada satu pun yang mau mengaku, kalian berdua harus dipukul!” Dia mengangkat tongkat bambu itu. Tiba-tiba, adikku mencengkram tangan ayah dan berkata, “Ayah, Akulah orang yang melakukannya!”

Continue reading